Realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat Masih Sangat Rendah

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Senin, 06 Maret 2023

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID - Realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) terbilang masih sangat rendah. Menurut data Kementerian Pertanian, realisasi PSR sejak 2017 hanya seluas 278.200 hektare. Padahal target PSR per tahunnya, untuk periode 2017 hingga 2022, seluas 180 ribu hektare, dan dilaksanakan di 21 provinsi sentral penghasil kelapa sawit.

"Kita memahami bahwa realisasi PSR masih sangat rendah. Sejak tahun 2017-2022 capaian kita baru sebesar 278.200 hektare," kata Andi Nur Alam Syah, Direktur Jenderal Perkebunan, dalam Rakornas Kelapa Sawit, Senin (27/2/2023).

Andi mengungkapkan, luasan lahan sawit rakyat yang potensial dan perlu dilakukan peremajaan sekitar 2,8 juta hektare. Andi menyebut, untuk meningkatkan realisasi program PSR 180.000 hektare per tahun, diperlukan dukungan lintas sektor baik kementerian/lembaga (k/l), pemerintah daerah maupun pengusaha.

Ia menyebut sejumlah kementerian dan lembaga sepakat untuk mengubah aturan soal syarat pemberian subsidi PSR bagi petani swadaya. Kementan misalnya, telah merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Sawit. Beleid itu direvisi dengan Permentan Nomor 19 Tahun 2022.

Sawit rakyat diprediksi justru akan terkena imbas bila sawit dijadikan tanaman hutan./Foto: Betahita.id

"Permentan 19 itu merevisi Permentan 3 terkait dengan lindung gambut," kata Andi, dikutip dari Tempo.co.

Selama ini, lanjut Andi, bagi kebun sawit rakyat yang masuk dalam kategori lahan gambut, para petani harus mengajukan surat lindung gambut agar dapat mendaftar menjadi penerima subsidi program PSR. Maka dengan revisi itu, petani tidak perlu lagi membuat surat lindung gambut dan bisa langsung mengajukan permohonan subsidi PSR itu. Besaran subsidi yang diberikan dalam program itu senilai Rp30 juta per hektare.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai capaian PSR tahun lalu adalah yang terburuk sejak 2017. PSR yang tercapai tahun lalu hanya 9,2 persen dari 180 ribu hektare per tahun yang ditargetkan pemerintah. Ia bilang terburuk karena banyak daerah sentra sawit realisasi PSR-nya 0 persen.

"Saya jelaskan bahwa capaian PSR tahun lalu adalah yang terburuk dalam sejarah. Beberapa provinsi 0 persen seperti Riau dan Aceh," kata Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Umum Apkasindo, usai Rakortas Kelapa Sawit, Senin (27/2/2023), dikutip dari Kontan.co.id.

Menurut hemat Gulat, rendahnya capaian PSR ini disebabkan oleh sulitnya persyaratan pengajuan program subsidi yang ditetapkan pemerintah. Banyak petani, katanya, mengurungkan niat untuk mengikuti Program PSR.

Selain itu, tumpang tindih regulasi juga menjadi sebab lain petani tidak mau ikut program ini. Yang dimaksud Gulat barusan adalah soal syarat PSR yang mewajibkan kebun tidak berada di kawasan hutan. Sedangkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) telah mengatur bahwa lahan dengan luasan di bawah 5 hektare dan sudah dikuasai selama 5 tahun dapat dilakukan peremajaan.

"Jadi harusnya adalah yang sudah existing seperti UUCK sudah clear. Tidak usah lagi menambah persyaratan yang meribetkan program."

Gulat mengungkapkan, dana subsidi Program PSR yang disediakan BPDPKS per tahunnya mencapai Rp5,4 triliun. Namun yang terpakai sejauh ini hanya sekitar Rp500 miliar per tahun.

Di pihak lain, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurachman menyebut, realisasi subsidi Program PSR sejak 2016 hingga 2022 baru senilai Rp7,5 triliun, dengan luas kebun sekitar 273.666 hektare dan jumlah pekebun sebanyak 120.168. Diakuinya, persyaratan yang harus dipenuhi petani yang ingin ikut program ini sangat berat, salah satunya tentang legalitas lahan.