Harimau Surya Manggala Tinggal Tulang dan Kulit

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Senin, 13 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Surya Manggala yang dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Juni 2022 lalu, ditemukan sudah membusuk, tinggal tulang dan kulit, pada 1 Maret 2023 lalu. Kabar kematian harimau Surya ini nyaris tak diketahui publik, dan baru tercium setelah isu kecurigaan kematiannya viral di media sosial instagram wildlifewhisperersumatra beberapa hari terakhir.

Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, Haidir mengaku sama sekali tidak ada niat untuk menutupi kabar kematian harimau surya ini, termasuk terhadap media. Namun kabar kematian harimau Surya ini, menurut Haidir, telah dilaporkan kepada pimpinannya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera setelah harimau itu ditemukan mati.

"Kalau (kabar) tidak sampai ke media, kita memang tidak sempat untuk rilis. Tapi kalau ada media yang tanya, ya kita respon. Jadi tidak ditutup-tutupi," kata Haidir, kepada Betahita, Minggu (12/3/2023).

Sisa-sisa bangkai harimau Surya. Foto: Balai Besar TNKS

Harimau Surya ditemukan mati di kawasan berstatus areal penggunaan lain (APL) di Desa Renah Kayu Embun, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasi titiknya, kata Haidir, berjarak sekitar 700 meter dari kawasan TNKS.

"Di APL, tapi jauh dari pemukiman. Harimau tidak tahu batas kawasan (TNKS)."

Haidir menguraikan, selama hampir 8 bulan sejak dilepasliarkan, harimau jantan asal Barumun Nagari Wildlife Sanctuary ini dianggap telah beradaptasi dengan habitat yang baru. Dari pantauan titik koordinat GPS collar yang tiap hari diterima, harimau Surya terpantau telah menjelajah puluhan kilometer, sebagian besar berkeliaran di dalam kawasan TNKS.

Namun sejak 20 Februari 2023 lalu, informasi titik koordinat yang dikirimkan GPS collar menunjukkan pergerakan harimau Surya melambat atau pendek-pendek jaraknya, hanya belasan meter saja tiap harinya. Awalnya pihaknya mengira harimau berusia sekitar 4 tahun itu tengah sibuk menyantap mangsanya, sehingga pergerakannya tidak jauh dan itu hal yang biasa terjadi.

Akan tetapi, setelah sepekan berlalu, pergerakan harimau Surya tidak menunjukkan perubahan signifikan, cenderung statis, dan dianggap tidak wajar. Berangkat dari anomali itu, akhir Februari lalu sebuah tim kemudian dikirim ke titik koordinat terakhir untuk melakukan pengecekan. Keesokan harinya (1 Maret 2023), tim mendapati harimau Surya telah menjadi bangkai.

"Dilihat dari kondisinya, diperkirakan sudah mati kurang lebih 10 hari. Kalau baru mati, daging masih ada. Tapi masih ada bau menyengat. Masih ada kulitnya," urai Haidir.

Bangkai harimau Surya saat ditemukan. Foto: Balai Besar TNKS

Mengenai Informasi GPS collar yang menunjukkan pergerakan harimau Surya yang pendek-pendek jaraknya, Haidir mengira, itu hanyalah hasil dari ketidakakuratan titik koordinat yang terlaporkan GPS collar. Di layar monitor, harimau Surya seolah terpantau berpindah dari waktu ke waktu, padahal satwa ini berada di titik yang sama.

Lebih jauh Haidir menjelaskan, harimau Surya sedikit berbeda dengan harimau lainnya yang hidup liar di alam. Surya berasal dari "kandang". Maksudnya, ia lahir dan besar di penangkaran. Sehingga ia cukup familiar dengan manusia, dan karakter sifatnya tidak sama dengan harimau liar yang lahir dan besar di alam.

Harimau yang dilepasliarkan karena terlibat konflik dan tidak pernah direhabilitasi, lanjut Haidir, sifat liarnya akan masih tetap utuh. Harimau dengan insting liar seperti itu tidak akan bermasalah ketika dipindahkan ke habitat yang baru. Dengan ketersediaan pakan yang melimpah, ia akan tetap mudah mencari mangsa yang juga liar di alam.

Sedangkan harimau jebolan penangkaran seperti Surya ini, biasanya memang akan mengalami masalah setelah dilepasliarkan di habitat baru dengan tutupan hutan yang lebat. Haidir curiga, harimau Surya mengalami kendala dalam mendapatkan mangsa liar di kawasan TNKS yang hutannya lebat.

"Tapi karena sudah 8 bulan, kita menganggap sudah bisa beradaptasi. Ketersediaan pakan (dalam TNKS) melimpah. Saat patroli tim sering menemukan banyak jejak mangsa babi, kancil, dan rusa."

Haidir menampik anggapan adanya gangguan perburuan yang mungkin mengakibatkan harimau Surya keluar kawasan TNKS dan mati. Karena menurutnya, apabila ada perburuan maka bangkai harimau Surya, termasuk kulitnya, tidak mungkin tersisa. 

Sedangkan kemungkinan terjadinya persaingan wilayah dengan harimau jantan lainnya, hingga membuat harimau Surya keluar TNKS, Haidir juga bilang hal tersebut tidak mungkin terjadi. Sebab, sebelum harimau ini dilepasliarkan, sudah dilakukan kajian terhadap kelayakan dan kesesuaian lokasi habitatnya.

Soal perkiraan penyebab kematian harimau Surya, Haidir belum bisa menyebutkannya. Menurutnya penyebab pasti kematian satwa seperti kasus harimau Surya ini harus melalui observasi medis.

Haidir mengakui pelepasliaran satwa, termasuk harimau, di TNKS harus dievaluasi. Terutama satwa-satwa yang berasal dari proses rehabilitasi. Satwa hasil rehabilitasi harus dipastikan sifat telah benar-benar liar.

"Kalau saya, proses rehabilitasi harus dipastikan harimau yang liar sifat liarnya kembali sebagai satwa liar. Kalau masih punya sifat jinak, tidak takut dengan manusia, itu artinya belum layak untuk dilepasliarkan."

Sebelumnya, harimau Surya ini dilepasliarkan di TNKS pada Juni 2022 lalu bersama harimau lainnya berkelamin betina bernama Citra Kartini. Namun sayangnya, hidup harimau Citra Kartini di TNKS tidak lama. Pada 19 Juli 2022, Citra Kartini ditemukan mati, diduga akibat konflik satwa dan manusia.

Keduanya dilepasliarkan di TNWS untuk menghindari inbreeding atau kawin kerabat yang dapat menurunkan kualitas genetis keturunannya nanti. Karena dua harimau ini bersaudara. Keduanya lahir dari pasangan harimau Gadis dan Monang di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, pada 2018 lalu. Sejak lahir hingga dilepasliarkan keduanya tumbuh bersama induknya di dalam suaka satwa itu.

Harimau Gadis merupakan harimau betina yang direhabilitasi pada 2016 dari Taman Nasional Batang Gadis, karena terkena jerat pemburu dan harus diamputasi kaki kanan depannya. Sementara Monang, adalah harimau sumatera jantan yang berhasil dievakuasi pada 2017 karena kasus yang sama, berasal dari Desa Parmonangan, Kabupaten Simalungun.

Ditambah harimau Surya, maka setidaknya ada 3 harimau yang mati dalam waktu satu bulan terakhir. Terbaru terjadi pada harimau berkelamin betina di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh.

Pada Sabtu (11/3/2023) kemarin si belang ini ditemukan oleh pekebun bernama Armisjal dalam kondisi mati dengan leher tercekik jerat babi di kebun warga di Gunung Padang Keubeu, di Desa Bukit Meueh, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan.

Satu individu harimau sumatrea mati di kebun warga di Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Sabtu (11/3/2023). Foto: Antara

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Gunawan Azla mengatakan, individu harimau sumatera tersebut sudah dinekropsi. Di dekat bangkai harimau ini juga ditemukan jerat aring yang digunakan untuk melumpuhkan babi.

”Hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim medis dokter hewan, diketahui satwa tersebut berjenis kelamin betina, estimasi umur enam sampai tujuh tahun, berat badan 80 Kilogram lebih kurang, panjang tubuh 220 centimeter. Kondisi bangkai sudah mengalami autolis,” ujar Gunawan dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 12 Maret 2023, dikutip dari AJNN.

Gunawan bilang, saat ditemukan memang terdapat kawat jerat jenis aring yang melilit leher harimau itu. Si belang ini diduga kuat mati akibat tercekik kawat yang mengakibatkan terhentinya sistem sirkulasi pernafasan, sehingga oksigen tidak sampai ke jaringan yang berujung pada kerusakan jaringan dan kematian.

”Tim medis juga mengambil sampel jaringan otak untuk pemeriksaan CDV dan DNA, serta isi saluran cerna untuk melihat potensi lain penyebab kematian harimau sumatera tersebut,” kata Gunawan.

Kemudian, pada 22 Februari 2023 lalu, harimau sumatera lainnya berusia sekitar 1,5-2 tahun juga ditemukan mati di kebun warga di Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur. Harimau ini diduga kuat mati akibat diracun.

Dugaan tersebut semakin kuat lantaran seorang warga berinisial SY mengakui kepada pihak Polisi telah sengaja melumuri bangkai kambingnya dengan insektisida, dengan tujuan untuk membunuh si harimau. Perbuatannya itu ia lakukan lantaran tiga ternak kambingnya dimangsa oleh harimau.