PepsiCo dan FrieslandCampina Tangguhkan Sumber dari AAL

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Selasa, 14 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - PepsiCo dan FrieslandCampina menyatakan telah menangguhkan sumber bahan baku dari Grup Astra Agro Lestari (AAL), menyusul investigasi pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia (HAM) oleh anak usaha AAL yang beroperasi di Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Barat (Sulbar).

Kepada Friends of The Earth AS pekan lalu, PepsiCo menyebut telah menangguhkan sumber dari lima pabrik yang berpotensi terkait dengan operasi destruktif AAL. Hal senada juga disampaikan FrieslandCampina, perusahaan itu menangguhkan semua pengadaan dari AAL dan mengambil langkah tambahan dengan mengarahkan pemasoknya untuk melakukan hal yang sama.

Pengumuman dua perusahaan raksasa ini mengikuti keputusan 6 perusahaan barang konsumen terkemuka lainnya, termasuk Hershey's, Nestle, dan Procter & Gamble, untuk memutuskan hubungan dengan perusahaan minyak sawit terbesar kedua di Indonesia itu.

“Penangguhan ini membuktikan bahwa praktik perusakan AAL tidak luput dari perhatian. AAL harus membaca semua laporan-laporan kami dan mengembalikan tanah kepada masyarakat yang diambil tanpa persetujuan mereka,” kata Uli Arta Siagian, Juru Kampanye Hutan dan Perkebunan, Esekutif Nasional Wanana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dalam pernyataan resminya, Senin (13/3/2023).

Warga membentangkan spanduk berisikan penegasan tentang kepemilikan terhadap tanah yang diklaim Astra Grup./Foto: Walhi Sulteng.

Uli menambahkan, Grup AAL juga harus memberikan kompensasi atas hilangnya mata pencaharian, membersihkan nama baik warga yang telah dikriminalisasi secara tidak adil, dan meminta maaf atas pelanggarannya.

"Perusahaan barang konsumen terus menghasilkan keuntungan miliaran dolar sambil mengambil sumber dari perusahaan kelapa sawit yang meneror petani dan masyarakat. Mereka harus menggunakan platform global dan pengakuan merek mereka untuk meminta AAL memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya," tambah Uli.

Grup AAL menghadapi tekanan yang meningkat selama setahun terakhir, setelah sebuah laporan yang diterbitkan pada Maret 2022 oleh Walhi dan Friends of the Earth AS mendokumentasikan bagaimana anak perusahaan AAL beroperasi di tanah masyarakat tanpa persetujuan dan mengkriminalisasi petani lokal dan pembela HAM lingkungan.

Kasus tersebut mendapat perhatian global ketika masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil internasional bergabung menyerukan keadilan untuk diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak. Meskipun delapan produsen barang konsumen terkemuka telah memutuskan hubungan dengan AAL, anggota Forum Barang Konsumen termasuk Mondelez, Kellogg, dan Unilever terus memasukkan minyak sawit AAL ke dalam rantai pasokannya.

“Bagi masyarakat di garis depan sistem produksi pertanian industri yang keras, keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak,” kata Gaurav Madan, Juru Kampanye Hutan dan Lahan Senior di Friends of the Earth AS.

Madan bilang, merek-merek terkemuka Dunia tidak dapat diterima untuk memberikan basa-basi pada keberlanjutan sambil terus mendapatkan minyak sawit konflik dari AAL dan pemasok perusak lainnya. Perusahaan-perusahaan itu harus segera mengkatalisasi transisi yang adil dari agribisnis industri, yang mempertaruhkan deforestasi, perampasan tanah, dan epidemi kekerasan terhadap masyarakat adat dan komunitas garis depan.

"Jika perusahaan dan investor ingin berada di sisi kanan sejarah, mereka harus menangguhkan semua bisnis dengan AAL," imbuhnya.

Grup AAL dan perusahaan induknya Astra International dan Jardine Matheson menerima investasi signifikan dari manajer aset AS. BlackRock dan Vanguard, serta pembiayaan dari Dana Pensiun Global Norwegia.

BlackRock sebelumnya telah berkomitmen untuk menegakkan standar internasional Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinformasikan dan memantau konflik tanah sebagai bagian dari uji tuntas hak asasi manusianya. Meskipun menerbitkan komitmen ini, raksasa Wall Street tidak banyak menunjukkan keterlibatannya yang berkelanjutan dengan perusahaan agribisnis yang merusak atau komitmennya yang setipis kertas terhadap hak asasi manusia.

“Kami memuji keputusan FrieslandCampina untuk menangguhkan AAL dari semua pemasok minyak sawit langsungnya, serta permintaannya agar pemasok lain berhenti mengambil dari AAL,” kata Wouter Kolk dari Milieudefensie (Friends of the Earth Netherlands).

“Jika merek terkemuka lainnya seperti Unilever dan investor benar-benar peduli dengan hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat lokal, mereka harus mengikuti contoh ini dan menangguhkan AAL juga,” lanjut Kolk.

Tahun mendatang, Uni Eropa diharapkan menerapkan peraturan baru tentang deforestasi yang mewajibkan importir untuk memastikan produk yang berasal dari komoditas pertanian industri, termasuk minyak sawit, sapi, dan kedelai, bebas deforestasi. Perusahaan dan investor mungkin harus memastikan rantai pasokan dan portofolio investasi mereka tidak mendorong deforestasi, atau menghadapi hukuman karena memungkinkan perusakan tersebut.

Terpisah, melalui Communication and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk. (PT AAL), Fenny Sofyan memberikan keterangan mengenai pernyataan PepsiCo dan FrieslandCampina. Fenny mengatakan PT AAL tidak memiliki hubungan komersial (jual-beli) secara langsung dengan kedua perusahaan tersebut.

“Kedua perusahaan tersebut juga tidak menghubungi dan atau meminta klarifikasi atas pernyataan yang dimaksud. Sehingga kami tidak mengetahui secara pasti isi dalam penyataan tersebut,” demikian ungkap Fenny kepada InfoSAWIT, Senin (13/3/2023).

Fenny melanjutkan, PT AAL sangat terbuka untuk berdialog dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang memiliki “concern” dengan masalah ini. Respon PT AAL terhadap laporan FoE dan ENS pada 2022 lalu, dan langkah-langkah yang akan ditempuh telah dipublikasikan melalui website resmi AAL.

Sebelumnya pada keterangan resmi perseroan yang diterbitkan pada 7 Desember 2022 lalu, pihak AAL berkomitmen akan menunjuk pihak ketiga yang independen untuk meninjau tuduhan tersebut dan masalah lain yang mungkin timbul.

Perusahaan juga berencana mempublikasikan temuan tinjauan tersebut menyusul adanya laporan dari lembaga swadaya masyarakat itu. Komitmen tersebut pun akhirnya dipertanyakan lembaga nirlaba lingkungan lantaran belum ada informasi lebih lanjut.