
LIPUTAN KHUSUS:
Separuh Negara Lebih Abaikan Janji Keanekaragaman Hayati - Kajian
Penulis : Kennial Laia
Analisis diterbitkan menjelang Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) di Roma, 25-27 Februari 2025. Indonesia tak memasang target.
Biodiversitas
Rabu, 26 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Lebih dari separuh negara di dunia tidak memiliki rencana untuk melindungi 30% daratan dan lautan di wilayah mereka, termasuk Indonesia. Padahal komitmen telah disepakati dalam perjanjian global tiga tahun yang lalu.
Pada akhir 2022, hampir setiap negara menandatangani perjanjian PBB yang diadakan sekali dalam satu dekade untuk menghentikan perusakan ekosistem bumi. Hal ini mencakup target utama untuk melindungi hampir sepertiga planet demi keanekaragaman hayati pada akhir dekade ini – sebuah tujuan yang dikenal sebagai “30x30”.
Namun analisis terbaru dari Carbon Brief dan Guardian menemukan, banyak negara akan gagal mencapai komitmen ini. Analisis mereka menunjukkan, lebih dari setengahnya berjanji untuk melindungi kurang dari 30% wilayahnya atau tidak menerapkan target jumlah sama sekali.
Analisis ini diterbitkan menjelang Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) di Roma, yang akan berlangsung pada 25-27 Februari 2025. Di sini para pemimpin dunia berkumpul untuk menyelesaikan perundingan yang dimulai di Cali, Kolombia, November lalu.

Dari 137 negara yang telah mengajukan rencana, 70 negara atau 51% tidak memasukkan proposal untuk melindungi 30% daratan dan lautan mereka, dan 10 negara tidak menjelaskan dengan jelas apakah mereka akan melakukan hal tersebut atau tidak. Sebanyak 61 negara lainnya belum menyampaikan rencana untuk memenuhi target tersebut.
Menurut analisis Carbon Brief, meskipun target PBB bersifat global, besarnya negara yang mengabaikan tujuan tersebut dalam rencana mereka dapat membahayakan tujuan tersebut. Secara keseluruhan, wilayah-wilayah tersebut mewakili 34% bumi dan mencakup negara-negara yang sangat beragam dengan konsentrasi alam yang besar seperti Meksiko, Indonesia, Malaysia, Peru, Filipina, Afrika Selatan, dan Venezuela.
Para ilmuwan mengatakan bahwa perlindungan harus fokus pada bagian bumi yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi agar standar 30% tersebut efektif dalam memperlambat hilangnya alam.
Indonesia, salah satu dari tiga negara dengan hutan hujan terbesar di dunia, diketahui tidak menyampaikan target persentasenya. Pemerintah Indonesia memandang target tersebut sebagai tujuan global yang tidak boleh memberikan “beban berat yang tidak perlu” pada negara-negara.
“Mengelola keanekaragaman hayati bukanlah suatu hal yang mudah, keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan harus tetap terjaga, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia,” ujar seorang juru bicara tersebut dalam pernyataan tertulis Carbon Brief, Senin, 24 Februari 2025.
Sementara itu Norwegia, negara dengan industri perikanan, minyak dan gas yang besar, belum memasukkan wilayah laut dalam target 30%. Pemerintah Norwegia mengatakan, pihaknya masih mencari tahu kawasan laut mana yang dianggap dilindungi berdasarkan definisi PBB saat ini dan akan memperjelas status konservasinya setelah proses tersebut selesai.
Temuan ini menambah ketakutan akan kegagalan internasional terhadap alam selama satu dekade lagi. Pemerintah belum pernah mencapai satu target pun dalam sejarah perjanjian keanekaragaman hayati PBB, dan terdapat dorongan besar untuk memastikan dekade ini berbeda.
Direktur Campaign for Nature, Brian O’Donnell mengatakan, negara-negara jelas tidak berada pada jalur yang tepat untuk memenuhi komitmen global 30%. Menurutnya, kurangnya ambisi ini terkait dengan kurangnya pendanaan dari negara-negara kaya untuk membantu negara lain mencapai target, dan kurangnya keterlibatan para pemimpin dunia.
“Mari kita perjelas, ini bukan sekedar target – target ini penting jika kita ingin mencegah kepunahan puluhan ribu spesies, dan mempertahankan manfaat yang diberikan oleh alam secara utuh seperti penyerbukan, penyaringan air dan udara, pertahanan terhadap badai, dan pencegahan pandemi,” ujarnya.
Direktur eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen mengatakan, angka pemantauan terhadap kawasan lindung menunjukkan bahwa kemajuan telah terjadi, dengan 17,6% daratan dan 8,4% lautan berada dalam perlindungan tertentu. Namun dia mengatakan skala perlindungan ini harus lebih luas.
“30x30 adalah target global dan cara negara-negara menerapkannya di tingkat nasional akan berbeda di seluruh dunia tergantung pada keadaan nasional. Target perlu membantu mendorong tindakan, namun tidak boleh melemahkan upaya konservasi lainnya atau dilihat secara terpisah,” katanya. “Tanpa melindungi alam, kita tidak bisa mencapai tujuan iklim dan pembangunan kita.”