LIPUTAN KHUSUS:
KLHK Klaim Titik Api Berkurang 39 Persen Dibanding Tahun Lalu
Penulis : Betahita.id
KLHK menyatakan jumlah hotspot atau titik api per tanggal 1 Januari–9 Juni 2020 menurun sampai hampir 40 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Karhutla
Rabu, 17 Juni 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Jumlah hotspot atau titik api per tanggal 1 Januari–9 Juni 2020 menurun sampai hampir 40 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan Level kepercayaan 80 persen, pada 2020 terdapat 837 titik, pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.381 titik.
"Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 544 titik atau 39,39 perseni," demikian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam laman resminya, Senin, 15 Juni 2020.
Penurunan titik api ini antara lain karena KLH melakukan pencegahan dini dengan merekayasa jumlah hari hujan untuk pembasahan gambut yang rentan terbakar melalui Tekhnologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan berbekal analisis dan rekomendasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Selain untuk membasahi gambut yang rawan terbakar, rekayasa jumlah hari hujan ini untuk mengisi embung dan kanal, dengan memanfaatkan potensi awan hujan. Berdasarkan prakiraan BMKG, musim kemarau 2020 telah dimulai sejak memasuki bulan Juni dan akan mencapai puncaknya pada Agustus mendatang.
''Alhamdulillah upaya pencegahan melalui tekhnologi berbasis science, daerah rawan seperti Provinsi Riau, Sumsel dan Jambi dapat melewati fase kritis I Karhutla tahun ini. Kita memang harus sedikit lebih berkorban dengan melakukan rekayasa hari hujan lebih awal guna membasahi gambut, juga untuk mengisi embung dan kanal. Tahun ini kita lakukan lebih cepat karena sangat penting menjaga masyarakat terhindar dari ancaman karhutla, terlebih lagi di masa pandemi Corona,'' kata Menteri LHK Siti Nurbaya.
Periode I TMC telah dilaksanakan sejak 11 Maret-2 April 2020 di Provinsi Riau. Dilaksanakan sebanyak 27 sorti atau penerbangan, dengan bahan semai 21,6 ton NaCL. Menghasilkan 97.8 juta m3 air hujan.
Sedangkan untuk periode ke II, dilaksanakan TMC di Riau dari 13-31 Mei 2020. Dengan menggunakan pesawat Cassa 212 C TNI AU, ada 16 sorti, dengan jumlah bahan semai (NaCL) mencapai 12,8 ton. Adapun volume hujan yang dihasilkan 44,1 juta m3.
Sedangkan untuk wilayah Provinsi Sumsel dan Jambi, sejak tanggal 2-13 Juni telah dilakukan 11 sorti penerbangan dengan total bahan semai garam NaCl sebanyak 8.8 ton. Adapun total volume air hujan secara kumulatif dari hasil TMC diperkirakan mencapai 23,71 juta m3.
Rekayasa hari hujan untuk membasahi gambut ini dilaksanakan dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang ditetapkan pemerintah melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2020 tentang penanggulangan karhutla sebagai satu-satunya institusi negara yang memiliki tugas dan fungsi melakukan TMC.
Ada beberapa Provinsi rawan yang menjadi fokus penanggulangan Karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
''Kita biasanya di bulan Juni atau lebaran, agak khawatir dengan perkembangan cuaca. Sekarang sementara agak lega, namun tetap waspada untuk fase kritis tahap dua di puncak musim kemarau bulan Agustus mendatang. Seluruh pihak terkait harus benar-benar meningkatkan kewaspadaan,'' kata Siti.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat rapat bersama KLHK menyampaikan bahwa kondisi cuaca dan iklim harus menjadi pertimbangan untuk melakukan operasional TMC. Hingga ke penghujung bulan Juni dan memasuki Juli, potensi pertumbuhan awan hujan di Riau dan Sumsel akan semakin menurun.
Begitu pula dengan faktor kelembapan udara. Untuk wilayah Sumatera, kelembapan udara secara umum mulai mengalami penurunan sehingga akan cukup menghambat pertumbuhan awan-awan konvektif. Sedangkan untuk potensi pertumbuhan awan di wilayah Kalimantan akan bertambah.
''Pada bulan Juni Dasarian III dan Juli Dasarian I untuk wilayah Riau, Jambi dan Sumsel hampir tidak mempunyai peluang mendapatkan curah hujan. Karena itu rekomendasi kami pada bulan Juli sangat kecil peluang TMC dilakukan, sehingga pencegahan Karhutla diprioritaskan dengan non TMC,'' kata Dwikorita.
Sedangkan pada bulan Agustus di saat terjadi puncak musim kemarau, peluang TMC dapat dilakukan di sebagian wilayah Riau dan perbatasan dengan Jambi. Sedangkan pada bulan September peluang TMC dapat dilakukan di sebagian wilayah Jambi dan perbatasan wilayah Sumsel.
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan bahwa pelaksanaan rekayasa hari hujan melalui TMC periode Maret-Mei, dapat mempertahankan tidak ada hotspot atau titik api. Serta dapat meningkatkan Tinggi Muka Air (TMA) pada lahan gambut.
''TMC mampu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat banyak sampai jutaan m3 per hari jika dilakukan pada saat yang tepat. Operasi ini sangat tergantung dari ketersediaan awan dan memperhatikan level air gambut,'' kata Hammam.
Titik Api di Indonesia per 17 Juni 2020. Merah tingkat kepercayaan di atas 79 persen, kuning 30-79 persen, hijau di bawah 30 persen (LAPAN)
Upaya pencegahan karhutla lainnya, KLHK terus melakukan intervensi kebijakan agar para pemegang izin konsensi khususnya di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) terus meningkatkan kewaspadaan melalui pemulihan ekosistem gambut yang rawan terbakar.
Salah satunya telah dilakukan pembangunan infrastruktur 376 Titik Penataan-TMAT Manual, TMAT otomatis 106 unit, stasiun curah hujan 7 unit, dan 321 unit sekat kanal.
"Hasilnya tidak terjadi Karhutla signifikan pada 2019 di areal gambut yang telah diintervensi pembasahan ataupun pada areal gambut yang dipulihkan. Namun tantangan terbesar berada di areal masyarakat yang mengalami alih fungsi lahan dan tidak memiliki perangkat pengawasan yang kuat. Ini menjadi tantangan bagi Kementerian terkait lainnya dan Pemda," demikian KLHK dalam siaran persnya.