LIPUTAN KHUSUS:

Suku Maybrat Tee dan Tehit Tolak Izin Sawit di Sorong Selatan


Penulis : Tim Betahita

Pembiaran pemerintah dinilai sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat adat.

Sawit

Kamis, 20 Mei 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Warga dari dua suku, yakni Suku Besar Tehit dan Maybrat Tee menyatakan sikap tegas menolak izin-izin perkebunan kelapa sawit dan rencana usaha perkebunan kelapa sawit diatas tanah dan hutan adat milik mereka. Warga sadar juga khawatir kehilangan tanah dan hutan adat untuk perkebunan sawit bisa menghilangkan mata pencaharian, budaya, tradisi dan sumber pangan di masa depan.

“Leluhur kami mewariskan tanah dan hutan adat untuk masa depan kehidupan kami dan anak cucu kami, yang masih akan terus berlanjut. Kami hidup dari tanah dan hutan, yang juga menjadi rumah dari berbagai hewan dan tanaman,” ujar warga dalam pernyataan sikap tertulisnya, Kamis, 20 Mei 2021. Sebab, tambah mereka, hilangnya hutan akan memusnahkan berbagai keanekaragaman hayati yang merupakan sumber pangan bagi suku-suku adat.

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dan pemerintah nasional telah mengeluarkan berbagai izin-izin usaha kepada perusahaan swasta untukpengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di atas tanah dan hutan adat. Hal ini, menurut para warga adat akan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat dan mengancam keberlanjutan hutan alam, dengan berbagai mahluk hidup didalamnya.

Adapun perusahaan-perusahaan yang saat ini berdiri di atas hutan dan tanah adat kedua suku itu antara lain; (1) PT. Anugerah Sakti Internusa, dengan luas lahan seluas 37.000 ha. Perusahaan ini terletak di wilayah adat Suku Besar Tehit di Distrik Konda dan Distrik Teminabuan ; (2) PT. Internusa Jaya Sejahtera, dengan luas lahan seluas 4.950 ha, yang terletak di wilayah adat Suku Besar Tehit di Distrik Saifi dan Distrik Seremuk ; (3) PT. Persada Utama Agromulia, dengan luas lahan seluas 12.101 ha, yang terletak di wilayah Tanah Adat Suku Maybrat Tee di Distrik Wayer ; (4) PT. Varia Mitra Andalan, dengan luas lahan seluas 23.000 ha, yang terletak di wilayah adat Suku Maybrat Tee di Distrik Moswaren, seluruhnya berada di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.

Masyarakat Adat Tehit dan Maybrat Tee. (istimewa)

Masyrakat adat mengklaim pemberian izin-izin tersebut dilakukan tanpa konsultasi dan musyawarah untuk mendapatkan persetujuan dan kesepakatan dari kami masyarakat adat, pemilik tanah dan hutan adat. Cara semacam itu, jelas melanggar hukum adat dan mengabaikan hak-hak hukum masyarakat adat sebagaimana tertuang dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang mengakui, melindungi dan menghormati keberadaan dan hak-hakmasyarakat adat.

Berdasar laporan kajian dan evaluasi perizinan Tim GNPSDA Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Papua Barat (2021), diketahui empat perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajibannya dan izinnya bermasalah.

Tim KPK memberikan rekomendasi pencabutan izin, pemberian sanksi dan pembayaran denda. Sebab,keberadaan dan aktivitas perusahaan tersebut telahmenimbulkan keresahan dan telah mendapatkan penolakan dari masyarakat adat. Namun hingga saat ini perusahaan tersebut dan pihak tertentu masih terus mengganggu dan mendesakkan kepentingannya, sehingga membuat masyarakat resah dan merasakan minimnya perlindungan negara.

“Kami masyarakat adat turun temurun hidup rukun diatas tanah ini. Kami telah menjadi bagian dari tanah dan alam. Kami ingin menjaga dan mengelola tanah dan hutan adat berdasarkan norma dan cara pengetahuan inovasi masyarakat adat,” kata warga. “Kami mendesak Pemerintah Kabupaten SorongSelatan segera mencabut izin-izin dari empat perusahaan tersebut secepatnya.”