LIPUTAN KHUSUS:

Koalisi EoF: Perusahaan Harus Setop Beli TBS dari Kebun Ilegal


Penulis : Kennial Laia

Hanya 14% kebun sawit di Provinsi Riau dapat dianggap legal. Sisanya, 86% diduga ilegal.

Sawit

Jumat, 04 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Eyes on the Forest (EoF) mendesak pemerintah bertindah cepat untuk menghentikan aktivitas kebun sawit ilegal di Provinsi Riau. Menurut laporan dari koalisi tersebut, perkebunan kelapa sawit yang dapat dianggal legal hanya berkisar 14% atau seluas 0,8 juta hektare.

Sementara itu, sisanya sebesar 86% harus dianggap ilegal hingga verifikasi lapangan membuktikan sebaliknya, tulis EoF dalam laporan investigasi terbaru. Koalisi juga m menyarankan pembeli produk sawit untuk menelusuri rantai pasok untuk menjamin sumber keberlanjutan.

“Legalitas produk adalah persyaratan minimal dari kebijakan pengambilan bahan baku di banyak perusahaan. Namun, jumlah besar produk ilegal terus memasuki rantai pasok global,” kata Direktur Eksekutif WALHI Riau Riko Kurniawan, 3 Juni 2021.

“Kami merekomendasikan para pembeli dan pedagang global untuk fokus pada pelaksanaan kebijikan dalam menelusuri produk-produk mereka menuju tingkat perkebunan dan mengidentifikasi legalitasnya,” tambahnya.

Ilustrasi industri kelapa sawit. Foto: Istimewa

Investigasi EoF antara Mei dan November 2019 menemukan 43 perusahaan menanam kebun sawit secara ilegal. Hasil panen dari perusahaan tersebut yakni tandan buah segar (TBS) kemudian dibeli oleh 15 pabrik kelapa sawit, yang dimiliki oleh grup seperti Darmex, First Resources, Incasi Raya, Jhagdra, Mitra Agung Sawita Sejati dan Royal Golden Eagle.

Sebagian dari PKS itu juga menjual minyak sawit mentah (CPO) "tercemar" kepada enam kilang milik Darmex, First Resources, Musim Mas, Permata Hijau, Royal Golden Eagle dan Wilmar. Koalisi menduga bahwa perusahaan pembeli mengetahui bahwa minyak kelapa sawit tersebut berasal dari sumber tidak berkelanjutan.

Sebelumnya pada 2018, EoF menyorot lima anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan sejumlah pemegang fasilitas sertifikat RSPO Mass Balance, Segregated and Identity Preserved Supply Chain Model terimplikasi dengan perdagangan produk ilegal. Lima anggota RSPO termasuk dua pelanggar berulang, Wilmar dan RGE, adalah pedagang global yang besar. Jika perusahaan hilir membeli produk RSPO Mass Balance dari perusahaan-perusahaan ini, ada kemungkinan mereka mengandung materi yang bertumbuh secara ilegal dan tidak lestari.

Koalisi menyebut kelompok masyarakat sipil terus menyorot kepentingan urgen bagi semua perusahaan dalam rantai pasok sawit untuk membuat sistem due diligence yang efektif, bahkan pada fasilitas bersertifikasi RSPO. EoF merekomendasikan produk sawit dengan kebijakan NDPE untuk memiliki sistem yang tepat untuk memverifikasi produk sawit tidak bersertifikat manapun memasuki rantai pasok mereka secara legal

Koordinator Jikalahari Made Ali mengatakan, sawit ilegal dalam kawasan hutan tak lepas dari praktik korupsi seperti ditunjukkan oleh grup Darmex Agro yang melibatkan CEO Darmex dan manajer, anak perusahaan, dan mantan Gubernur Riau.

“Dukungan politik kuat untuk Omnibus Law dan terus melemahnya lembaga anti-korupsi di negeri ini membuat penegakan hukum melawan perkebunan ilegal jadi pertempuran yang terjal di Indonesia,” kata Made Ali. 

“Karena itu, kami mengimbau para pedagang, pembeli industri sawit, investor dan konsumen di seluruh dunia, untuk mengambil tindakan segera guna melindungi mereka dengan memisahkan sumber dan investasi mereka dari ilegalitas berganda, dan semua isu lingkungan dan sosial yang melanda perusahaan sawit, PKS, dan para pelaku usaha lainnya di rantai pasok," tambah Made Ali.

Kebun sawit ilegal berskala besar dan berlangsung lama di Riau tidak hanya menyebabkan kehilangan serius habitat satwa liar dan kerusakan bagi lingkungan setempat dan iklim global melalui emisi gas rumah kaca dari gambut yang dibuka, namun juga mengakibatkan kerugian serius terhadap ekonomi negara.

“Sebagai contoh, DPRD Riau memperkirakan bahwa provinsi ini sendiri berpotensi kehilangan pajak sebesar 107 triliun per tahun dari 1,4 juta hektare yang merupakan kebun sawit tak berizin dan ilegal,” ujar Riko Kurniawan.

Sebanyak 29 dari 43 kebun ilegal yang diinvestigasi EoF berada di dalam dan di sekitar lanskap konservasi Taman Nasional Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh dan Bukit Batabuh. EoF berharap akan adanya investasi dari pembeli global yang dapat merestorasi lanskap ini.