LIPUTAN KHUSUS:

Warga Sangihe Gugat Menteri ESDM Soal Izin Tambang Emas PT TMS


Penulis : Kennial Laia

Tujuh warga Kepulauan Sangihe menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya. Warga menuntut pembatalan izin PT Tambang Mas Sangihe dan ganti rugi sebesar Rp71,5 miliar.

Hukum

Kamis, 01 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tujuh warga dari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan itu terkait penerbitan izin tambang emas kepada perusahaan asal Kanada, PT Tambang Mas Sangihe.

Menurut Didi Koleangan, ketua tim kuasa hukum warga, berkas gugatan didaftarkan pada 23 Juni 2021 dengan nomor perkara 146/G/2021/PTUN.JKT. Warga terdampak langsung tersebut menuntut agar Menteri ESDM membatalkan izin PT Tambang Mas Sangihe (TMS) dan mengganti kerugian materiil sebesar Rp71,5 miliar.  

“Warga merasa sangat dirugikan secara materiil dan imateriil, antara lain harus mencari keadilan dan mengeluarkan biaya. Hidup warga pun jadi nggak nyaman karena menghadapi benturan di mana-mana,” terang Didi kepada Betahita, Rabu, 30 Juni 2021.

Objek gugatan warga adalah izin usaha produksi yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM kepada PT TMS. Menurut Didi, dalam prosesnya, kementerian tersebut telah melakukan beberapa pelanggaran.

Poster gerakan masyarakat dan kelompok masyarakat sipil Save Sangihe Island. Foto: Save Sangihe Island (SSI)

Salah satunya Pasal 134 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba). Pasal tersebut mengatur bahwa izin produksi tidak dapat diterbitkan di daerah yang dilarang. Kepulauan Sangihe merupakan pulau kecil seluas 73.700 hektare (737 kilometer persegi) yang dilindungi undang-undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  

Kementerian ESDM juga disebut melangkahi berbagai prosedur. Kementerian menerbitkan izin di pulau kecil itu tanpa izin rekomendasi pemanfaatan pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Izin usaha pertambangan milik PT TMS mencakup Gunung Sahendaruman, yang merupakan hutan lindung dan rumah bagi burung endemik dan langka, seriwang sangihe (Cerulean paradise flycatcher) yang diperkirakan tinggal 34-119 individu saja.

Karena statusnya itu, seharusnya Kementerian ESDM mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH-HA) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Ini jelas dan nyata perbuatan melanggar hukum oleh Menteri ESDM selaku penerbit izin,” ujar Didi. “Tuntutan masyarakat sederhana, agar hukum ditegakkan,” pungkasnya.

Polemik izin tambang emas PT TMS mencuat ke media massa karena masifnya perlawanan warga Kepulauan Sangihe. Warga mengaku tidak dilibatkan dan merasa terancam karena izin seluas 42.000 hektare itu mencakup 57% dari luas pulau. Di dalam wiilayah perusahaan itu ada ruang hidup warga termasuk 7 kecamatan, 80 desa, serta hutan hutan lindung primer.

Menurut keterangan Kementerian ESDM kepada media, PT TMS adalah pemegang Kontrak Karya (KK) generasi VI dengan luas wilayah 42.000 hektare. Perusahaan tersebut mengantongi izin penambangan 65,48 hektare.

Sidang pertama dimulai 1 Juli 2021 secara luring dan hanya terbuka bagi advokat.