LIPUTAN KHUSUS:

Alpukat, Vanila, dan Pangan lainnya Terancam Punah


Penulis : Tim Betahita

Hasil panen di seluruh dunia diperkirakan turun karena suhu rata-rata meningkat, mengancam ketahanan pangan saat populasi manusia mendekati 10 miliar.

Perubahan Iklim

Sabtu, 11 September 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Sebanyak 224 tanaman liar dianalisis di Meksiko, Guatemala, El Salvador, dan Honduras diteliti dalam jurnal Plants, People, Planet. Hasilnya,  Alpukat, kentang, vanila, dan beberapa hasil panen lainnya masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Tanaman-tanaman liar tersebut sangat dekat dengan manusia karena dijadikan sebagai makanan pokok dan produksi pakaian manusia sejak peradaban Suku Aztec, Mayan, dan lainnya pada 5.000 - 10.000 tahun lalu.

Vanila, anggrek asli Amerika Selatan dan Tengah, sedang menghadapi risiko kepunahan tertinggi bersamaan dengan delapan spesies liar di wilayah yang sama. Kapas liar di urutan nomor dua tanaman terancam dengan 92 persen berisiko punah. Sementara, tiga dari lima spesies alpukat terancam punah dan 23 persen spesies kentang liar menghadapi kepunahan.

Tidak hanya itu, kacang liar, labu, cabai, dan tomat sekam ditemui hanya 35% dari semua spesies yang diteliti terancam punah, sebagian besar karena pertanian dan penggunaan pestisida.

Ilustrasi Buah Alpukat. (Pixabay)

Hasil panen di seluruh dunia diperkirakan turun karena suhu rata-rata meningkat, mengancam ketahanan pangan saat populasi manusia mendekati 10 miliar. Diharapkan program pemuliaan dengan spesies liar akan membantu tanaman beradaptasi.

Dr Bárbara Goettsch, penulis utama penelitian tersebut, mengatakan bahwa jika krisis iklim menghambat hasil panen dan tanaman liar lainnya untuk membantu tanaman pokok beradaptasi. Jus alpukat dan es krim vanila bisa berisiko punah.

“Risiko kepunahan saat ini adalah pada spesies tanaman liar,” kata Goettsch. “Salinitas tanah berubah, dan tanaman tidak memiliki kapasitas untuk beradaptasi. Suhu meningkat. Karena perubahan iklim, hama dan penyakit juga akan berubah dan ini dapat berdampak besar pada tanaman budidaya. Kita bisa kekurangan makanan  ini.”

Dari berbagai tanaman liar yang diteliti, setidaknya 16 spesies digunakan untuk mengembangkan tanaman budidaya yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Spesies tersebut di antaranya termasuk labu karena tahan terhadap dingin dan penyakit, kentang yang tahan kekeringan, serta jagung yang menghasilkan produksi tinggi.

Sementara, Madagascar menjadi contoh nyata dampak dari krisis iklim. Goettsch menyatakan, negara itu telah mengalami kekeringan selama 40 tahun dan penduduknya mengalami kelaparan yang dipicu oleh krisis iklim. 

“Kelaparan yang kita lihat di Madagaskar saat ini adalah karena belum hujan. Ini adalah kekeringan yang berkepanjangan, sehingga tanaman mati begitu saja dan mereka tidak dapat menanam apa pun. Dalam beberapa kasus, kami memiliki belalang yang muncul dalam jumlah yang sangat tinggi karena kondisi iklim yang baik bagi mereka untuk bermigrasi lebih jauh dari biasanya. Itulah ancaman yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap tanaman,” jelas Goettsch.

Dr José Sarukhán, koordinator Komisi Nasional Meksiko untuk Pengetahuan dan Penggunaan Keanekaragaman Hayati (Conabio), mengatakan tanaman-tanaman liar harus lebih dilindungi.

“Mengingat Mesoamerika adalah pusat dan domestikasi tanaman-tanaman, penting di seluruh dunia dalam konteks pemanasan global bahwa kami melestarikan tanaman-tanaman liar di kawasan itu dan keragaman genetik mereka,” katanya. “Masyarakat lokal secara tradisional menggunakan spesies yang beragam ini sebagai makanan dan obat-obatan, dan banyak kelompok budaya memiliki peran kunci dalam pelestariannya.”

Pangan lainnya seperti pisang, apel, prem, dan jahe juga termasuk dalam daftar merah terancam punah.

Penulis: Syifa Dwi Mutia, reporter magang di betahita.id