LIPUTAN KHUSUS:

Perubahan Iklim: Gletser di Tiga Gunung Afrika Terancam Hilang


Penulis : Syifa Dwi Mutia

Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Gunung Kenya di Kenya, dan Pegunungan Rwenzori di Uganda dan Republik Demokratik Kongo, akan menjadi gunung terakhir berlapis es.

Perubahan Iklim

Rabu, 20 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Simbol kehancuran dari dampak perubahan iklim nyata di benua Afrika. Tiga gunung gletser terakhir di Afrika mengalami kesurutan dengan kecepatan yang begitu cepat hingga diperkirakan akan menghilang dalam dua dekade, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (19/10).

Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Gunung Kenya di Kenya, dan Pegunungan Rwenzori yang berbatasan dengan Uganda dan Republik Demokratik Kongo, menjadi gunung terakhir yang memiliki gletser atau lapisan es di atas daerah tropis yang telah lama menjadi objek keajaiban dan daya tarik. Kini, lapisan es di atas gunung-gunung tersebut ditemukan telah menyusut selama bertahun-tahun, menjadi menjadi manifestasi fisik dari perubahan iklim.

Laporan tersebut memberikan gambaran mengerikan tentang dampak saat ini dan konsekuensi yang akan datang jika tidak ada tindakan yang diambil. Pada 2030, hingga 118 juta orang yang hidup dengan kurang dari $1,90 per hari “akan terkena kekeringan, banjir, dan panas ekstrem di Afrika jika tindakan renspons yang memadai tidak lakukan,” jelas laporan tersebut.

Sementara negara-negara Afrika menyumbang kurang dari 4 persen emisi gas rumah kaca secara global menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia dan badan-badan lainnya yang menekankan dampak perubahan iklim terhadap 1,3 miliar orang di benua itu akibat banjir yang semakin parah, kekeringan yang berlangsung lama dan suhu yang terus meningkat.

Penampakan Gunung Kilimanjaro yang terletak di Tanzania (Pixabay)

“Penyusutan cepat dari gletser terakhir yang tersisa di Afrika Timur, yang diperkirakan akan mencair seluruhnya dalam waktu dekat, menandakan ancaman perubahan yang tidak dapat diubah dan segera terjadi pada sistem bumi,” sekretaris jenderal Organisasi Meteorologi Dunia, Petteri Taalas, mengatakan dalam kata pengantar untuk laporan.

Iklim di Afrika pada 2020 dicirikan oleh “suhu yang terus memanas, percepatan kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem dan peristiwa iklim, seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan, dan dampak buruk yang terkait,” tambahnya dalam laporan yang dipresentasikan sebelum konferensi iklim PBB di Skotlandia mulai 31 Oktober itu.

Ini menjadi peringatan bahwa perjuangan sehari-hari keluarga untuk mencari makanan akan semakin sulit karena efek dari konflik yang berkepanjangan, ketidakstabilan politik, variabilitas iklim, wabah hama dan krisis ekonomi, diperburuk oleh pandemi virus corona, akan bertemu.

Seperti yang dikatakan David Beasley, kepala Program Pangan Dunia PBB baru-baru ini pada sebuah wawancara di televisi, “Ini adalah wilayah dunia yang tidak berkontribusi apa pun terhadap perubahan iklim, tetapi sekarang, merekalah yang membayar harga tertinggi.”

Di negara kepulauan Madagaskar di Afrika Timur, misalnya, PBB telah memperingatkan bahwa dunia sedang menyaksikan “kelaparan iklim” untuk pertama kali. Sekitar 800.000 orang saat ini mengalami kekurangan pangan yang dahsyat dan lebih dari setengah juta orang berada selangkah lagi dari kelaparan, menurut organisasi global tersebut.

Saat ini, seluruh dunia mengalami bencana iklim yang memaksa lebih banyak orang untuk keluar rumah dibandingkan untuk berperang atau konflik bersenjata. Dalam enam bulan pertama pada 2020, Pusat Pemantauan Pemindangan Internal (IDMC), sebuah pusat layanan data non-pemerintah, mencatat 14,6 juta perpindahan baru di 127 negara dan wilayah. Konflik dan kekerasan menyumbang 4,8 juta dengan bencana menyebabkan 9,8 juta.

Menurut laporan itu, Afrika Timur menyumbang sekitar 12 persen dari perpindahan itu, sekitar 500.000 meninggalkan rumahnya karena konflik dan sebanyak 1,2 juta akibat bencana iklim.

Mencair gletser Afrika telah menggemakan tren serupa di puncak gunung es yang berada jauh dari sana seperti Peru dan Tibet. Ini menjadi tanda paling jelas bahwa tren pemanasan global dalam 50 tahun terakhir telah melampaui perubahan iklim yang biasa.

Saat suhu terus meningkat, es mencair.

“Tren pemanasan 30 tahun pada 1991-2020 lebih tinggi daripada tren 1931-1960,” menurut laporan itu. “Jika ini terus berlanjut, ini akan menyebabkan deglaciaci total pada tahun 2040-an,” demikian peringatannya.

Gletser di Gunung Kenya, tempat salju yang pernah menyelimuti puncak sekitar 17.000 kaki di atas permukaan laut, diperkirakan akan hilang satu dekade lebih cepat, yang akan pasti terjadi, “salah satu dari seluruh pegunungan pertama yang kehilangan gletser atas perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” kata laporan itu.

Penulis merupakan reporter magang di betahita.id