LIPUTAN KHUSUS:
PIPPIB Hutan Alam dan Gambut Terbaru Seluas 66,5 Juta Hektare
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Luas PIPPIB Hutan Alam dan Gambut periode I 2022 ditetapkan seluas 66.511.600 hektare, bertambah 372.417 hektare dibanding periode II 2021.
Hutan
Jumat, 15 April 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan luas Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) untuk kawasan hutan alam primer dan gambut pada periode pertama 2022 adalah seluas 66.511.600 hektare, bertambah 372.417 hektare dibandingkan akhir 2021.
Dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (12/4/2022), Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengatakan PIPPIB periode pertama 2022 telah disusun berdasarkan PIPPIB 2021 periode kedua dengan mengakomodasi pembaruan data pada enam bulan terakhir.
"Ada penambahan luas areal kurang lebih seluas 372.417 hektare dari areal PIPPIB 2021 periode kedua sekitar 66.139.183 hektare menjadi 66.511.600 pada PIPPIB 2022 periode pertama ini," kata Dirjen PKTL KLHK Ruandha, dikutip dari Antara, Selasa (12/4/2022).
Penetapan PIPPIB 2022 periode pertama itu telah diresmikan dengan terbitnya SK.1629/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/3/2022 pada 11 Maret 2022 tentang Penetapan PIPPIB Tahun 2022 Periode I.
Rinciannya, terjadi pengurangan luasan 6.175 hektare terkait dengan konfirmasi izin yang keluar sebelum Inpres Nomor 10 Tahun 2011 dan/atau sebelum SK Menteri Kehutanan Nomor SK.323/Menhut-II/2011.
Pemutakhiran data perizinan juga mengurangi luasan PIPPIB seluas 17.153 hektare, pemutakhiran data bidang tanah juga mengurangi 1.312 hektare, laporan survei lahan gambut 6.877 hektare, dan laporan survei hutan alam primer mengurangi 4.461 hektare.
Terjadi juga penambahan dari perubahan tata ruang dan pemutakhiran kawasan hutan seluas 387.824 hektare dan pemutakhiran perubahan peruntukan kawasan hutan 20.571 hektare.
"Dengan terbitnya keputusan ini, kepada gubernur, bupati, wali kota serta instansi terkait lainnya dalam menerbitkan usulan atau rekomendasi dan penerbitan izin baru wajib berpedoman pada SK dan lampiran,"katanya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Belinda A. Margono mengatakan, PIPPIB ini menjadi basis untuk menyelamatkan areal hutan khususnya hutan alam primer dan lahan gambut.
"PIPPIB memang kita jadikan salah satu basis untuk kita bisa menyelamatkan areal berhutan, khususnya hutan alam primer serta lahan gambut untuk kita jaga," kata Belinda, dilansir dari Antara.
Belinda mengatakan hal itu dilakukan agar tidak terjadi perusakan berlanjut dan menghasilkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (forestry and other land use/FoLU) yang besar.
PIPPIB dimulai dari terbitnya Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Inpres itu ditindaklanjuti dengan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.323/Menhut-II/2011.
Pada 2019 kemudian terbit Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Selanjutnya dilakukan penyesuaian nomenklatur dengan terbitnya UU Cipta Kerja pada 2020 menjadi Peta Indikatif Penghentian Pemberian Perizinan Berusaha, Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, atau Persetujuan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Baru pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
"Memang fokus dari PIPPIB ini adalah menyelamatkan keberadaan hutan alam primer dan lahan gambut," katanya.