LIPUTAN KHUSUS:

Masyarakat Malind di Merauke Blokir Aktivitas PT PNMP


Penulis : Aryo Bhawono

Kehidupan masyarakat Malind terpuruk karena penggusuran hutan, dusun dan rawa yang selama ini menjadi sumber kehidupan.

Hutan

Senin, 13 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Masyarakat Adat Malind di Kampung Buepe, Distrik Kaptel, Kab. Merauke, melakukan aksi pemalangan terhadap aktivitas perusahaan hutan tanaman industri (HTI), PT Plasma Nutfah Marind Papua (PNMP) sejak Jumat (10/6/2022). Kehidupan mereka terpuruk karena pembabatan hutan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. 

Aksi ini sebagai tindak lanjut pertemuan masyarakat dengan perusahaan pada Rabu lalu (8/6/2022). Masyarakat menuntut antara lain perubahan kesepakatan antara perusahaan asal Korea tersebut dengan masyarakat, yang dianggap merugikan masyarakat dan mengancam kelestarian lingkungan. 

Pihak perusahaan PT PNMP mengatakan akan menindaklanjuti pada bulan depån. Masyarakat akan melanjutkan aksi pemalangan hingga ada kesepakatan baru.

Dikutip dari Pusaka, tak hanya pertemuan, masyarakat sudah mengirimkan surat terbuka. Sebanyak 26 warga Malind di dua kampung, Kampung Buepe di Distrik Kapel dan Kampung Zanegi di Distrik Animha, menyampaikan kehadiran perusahaan itu justru membuat kehidupan masyarakat serba susah. Dua perusahaan tersebut telah menggusur hutan, dusun dan rawa yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat

Masyarakat Adat Malind di Kampung Buepe, Distrik Kaptel, Kab. Merauke, melakukan aksi pemalangan terhadap aktivitas perusahaan hutan tanaman industri (HTI), PT Plasma Nutfah Marind Papua (PNMP) sejak Jumat (10/6/2022).

“Akibat kerusakan ekosistem tersebut kami kesulitan memperoleh sumber makanan seperti: daging, ikan dan hasil alam lainnya. Kerusakan ekosistem ini membuat kami menderita dan tak berdaya. Kelompok yang paling menderita dan tak berdaya adalah perempuan dan anak-anak,” tulis surat tersebut.

Dampak kerusakan ekosistem tidak dapat tergantikan di masa kini dan masa depan. Mereka merasa dirugikan dengan kehadiran perusahaan atau investor di wilayah adat. 

Sebelumnya perusahaan berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan, membangun fasilitas sosial, membantu pendidikan anak, menyediakan perumahan dan air bersih, menyediakan pelayanan kesehatan, transportasi, pemberdayaan ekonomi, membuka lapangan kerja, pengembangan mata pencarian masyarakat serta melindungi dusun dan tempat penting.

“Namun semua janji tak terlaksana. PT. Selaras Inti Semesta dan PT. Plasma Nutfah Marind Papua ternyata mengingkari janjinya kepada kami. Kedua perusahaan ini memberi kompensasi atas hutan yang hilang dengan nilai yang jauh dari kelayakan dan keadilan,” tulis surat tersebut. 

Akibatnya tak hanya terjadi kerusakan ekosistem saja, tetapi juga terjadi kerusakan sosial. Kerukunan kehidupan kampung terkoyak. “Sebagai satu keluarga kami saling tidak percaya, baku curiga dan baku marah bahkan baku bunuh,” lanjut surat tersebut..

Pemberitaan Betahita mencatat bahwa konsesi PT PNMP ini membentang lebih dari 64.050 hektare. Lahan mereka termasuk 54.800 hektare hutan alami dan 9.610 hektare habitat lainnya, seperti padang rumput dan lahan basah aluvial musiman yang juga penting dikonservasi. 

Sedangkan konsesi PT SIS memiliki luas 169.400 hektare, hampir sama dengan luas Kabupaten Bandung, Jawa Barat (176.796 ha).

Masyarakat Adat Malind pun meminta bantuan kepada Pemerintah, baik Bupati, DPRD, dan penegak hukum untuk menagih janji kedua perusahaan itu. Mereka juga meminta pemerintah untuk memfasilitasi penainjauan kembali perjanjian antara masyarakat dan perusahaan.

“(Kami meminta) Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Bupati dan DPRD, dan Gubernur Provinsi Papua untuk meninjau kembali perizinan usaha perusahaan dan putusan Peraturan Gubernur Papua Nomor 64 Tahun 2012 tentang Standar Kompensasi atas Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Dipungut Pada Areal Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang standar nilai kompensasinya tidak adil dan tidak sesuai dengan akibat kerugian sosial,” imbuh surat tersebut.