LIPUTAN KHUSUS:

Studi: Dampak Iklim Memperparah Berbagai Penyakit Manusia


Penulis : Tim Betahita

Para peneliti menyatakan terdapat lebih dari 1.000 jalur berbeda yang memungkinkan dampak krisis iklim memperburuk penyebaran penyakit manusia.

Perubahan Iklim

Jumat, 12 Agustus 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Studi terbaru mengungkap, dampak krisis iklim telah memperburuk situasi penyakit menular yang membahayakan manusia. Para ilmuwan menemukan bahwa lebih dari setengah penyakit manusia yang disebabkan oleh patogen di beberapa titik di dunia. 

Ilmuwan, yang menyelidiki hubungan antara penyakit dan bahaya iklim secara komprehensif, mengatakan bahwa penyakit seperti Zika, malaria, demam berdarah, chikungunya, dan bahkan Covid-19 diperparah oleh dampak iklim seperti gelombang panas, kebakaran hutan, curah hujan ekstrem, dan banjir. 

Secara keseluruhan, ada lebih dari 1.000 jalur berbeda terkait bagaimana dampak krisis iklim tersebut dalam memperburuk penyebaran penyakit. Ini menjadi semacam iring-iringan ancaman yang terlalu besar bagi manusia untuk beradaptasi. 

Pemanasan global dan perubahan pola curah hujan memperluas jangkauan vektor penyakit seperti nyamuk dan kutu. Ini berujung pada penyebaran malaria, penyakit Lyme, virus Nil Barat, dan kondisi lainnya. 

Kelelawar diketahui sebagai inang reservoir alami dan sumber infeksi beberapa mikroorganisme, banyak di antaranya menyebabkan penyakit parah pada manusia. Dok Wildlife Trade Monitoring Group

Badai dan banjir telah memaksa orang untuk mengungsi, dan membawa mereka lebih dekat ke patogen yang menyebabkan wabah gastroenteritis dan kolera. Sementara itu dampak iklim juga melemahkan kemampuan manusia untuk mengatasi patogen tertentu. Kekeringan, misalnya, dapat menyebabkan sanitasi yang buruk, sehingga menyebabkan disentri, tipus demam, dan penyakit lainnya. 

“Kita sedang membuka kotak pandora penyakit,” kata Camilo Mora, seorang ahli geografi di University of Hawaii, yang memimpin penelitian tersebut.

“Karena perubahan iklim, kita memiliki semua pemicu (penyakit) ini di seluruh dunia, di antaranya terdapat lebih dari 1.000 faktor. Ada penyakit di luar sana yang menunggu untuk muncul. Ini seperti kita menodongkan tongkat ke singa - pada suatu saat singa itu akan datang dan menggigit kita,” jelasnya. 

Dalam studi tersebut, peneliti menyisir lebih dari 70,000 makalah saintifik yang menganalisis hubungan antara bahaya iklim yang berbeda dan penyakit menular. Beberapa dari makalah ini melihat bukti yang membentang hingga 700 tahun lalu, sebelum munculnya krisis iklim yang disebabkan manusia. Dari 375 penyakit menular berbeda yang disebutkan dalam makalah ini, para peneliti menemukan bahwa 218, lebih dari setengahnya, telah diperburuk oleh dampak iklim yang sekarang menjadi lebih umum oleh pemanasan global. 

Menurut studi tersebut, proporsi penyakit menular yang lebih kecil, sekitar 16%, juga berkurang oleh dampak iklim. Kira Webster, salah satu penulis studi yang terbit di jurnal Nature Climate Change, mengatakan pihaknya “menjadi terpesona dan tertekan oleh banyaknya studi kasus yang tersedia yang telah  menunjukkan betapa rentannya kita terhadap emisi gas rumah kaca yang terus meningkat” seiring bertambahnya basis data penyakit.

Mora mengatakan ada kemungkinan beberapa cara krisis iklim memperburuk penyebaran Covid-19, seperti gangguan habitat oleh kebakaran dan banjir yang mengusir satwa liar, seperti kelelawar pembawa penyakit, ke daerah baru yang lebih dekat dengan manusia. Mora mengatakan dia sendiri menderita sakit kronis pada persendiannya setelah tertular chikungunya selama wabah di Kolombia beberapa tahun lalu. Wabah tersebut terjadi setelah periode curah hujan yang intens dan menyebabkan ledakan jumlah nyamuk. 

“Perubahan iklim telah menyebabkan kemunculan setiap patogen yang membahayakan manusia. Fakta bahwa hal ini tidak ditanggapi secara lebih serius mengejutkan bagi saya," pungkasnya.