LIPUTAN KHUSUS:

Hujan Debu Batu Bara Terjadi Lagi di Marunda


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Pencemaran debu batu bara di kawasan pemukiman Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, kembali terjadi dan menyebabkan gangguan kesehatan pada warga

Polusi

Rabu, 18 Januari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pencemaran debu batu bara di kawasan pemukiman Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, kembali terjadi dan menyebabkan gangguan kesehatan pada warga. Sejak sekitar dua pekan belakangan, warga Rusunawa Marunda dilaporkan mengalami beragam gangguan dan masalah kesehatan, seperti gagal-gatal hingga seluruh tubuh, sakit mata, batuk, sakit kepala dan masalah pencernaan.

Menurut hasil pemeriksaan selama 3 hari, 9-11 Januari 2023, yang dilakukan oleh Puskesmas Cilincing di Rusunawa Marunda, terdapat setidaknya 63 warga mengalami gatal-gatal, 16 orang mengalami batuk pilek, 8 orang mengalami darah tinggi, 3 orang mengalami sakit mata, 3 orang mengalami badan sakit, 2 orang mengalami sakit campak dan 2 orang mengalami gangguan pencernaan.

Gangguan kesehatan yang dialami warga ini diduga kuat akibat pencemaran debu batu bara. Menurut Tim Advokasi Lawan Batu Bara, sejak 4 September 2022 lalu hingga 13 Januari 2023 kemarin, hujan debu batu bara terus terjadi, bahkan masuk ke dalam area Rusunawa Marunda, khususnya pada Blok D3, RPTRA, serta kawasan SMPN 290. Jumlah warga yang mengalami gangguan kesehatan ini diduga belum menggambarkan keseluruhan kondisi warga, karena pemeriksaan kesehatan di Kawasan Marunda diumumkan secara mendadak, serta dilakukan pada hari kerja/sekolah, dan hanya dilakukan pada jam kerja/sekolah.

Biro Media dan Informasi Forum Masyarakat Rusunawa Marunda, Cecep Supriyadi mengalku, pihaknya dari Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) sudah berulang kali mendesak Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk secepatnya melakukan investasi di Pelabuhan Marunda dan KBN. Agar, para warga penghuni Rusunawa tidak terus menerus terkena dampak pencemaran.

Warga memperlihatkan debu batu bara yang terbawa angin di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, Rabu (11/1/2023). Debu polusi batu bara masih terus terjadi di kawasan tersebut hingga berdampak pada semakin memburuknya kualitas udara serta mengancam kesehatan warga. Adiw/BersihkanIndonesia

"Pencemaran kali ini sangat berdampak bagi kesehatan warga, karena mengeluh gatal-gatal, bahkan ada warga yang mengalami gatal-gatal di sekujur tubuh dan itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Selain itu warga juga mengeluhkan batuk, dan sesak nafas. Saya sendiri juga mengalami gatal-gatal di tangan dan sakit kepala," ujar Cecep, dalam pernyataan tertulis, Jumat (13/1/2023) kemarin.

Pencemaran debu batu bara yang terjadi di Kawasan Marunda, Jakarta Utara, pasca-pencabutan izin lingkungan PT KCN ini menunjukkan bahwa pemerintah mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

"Keberulangan pencemaran debu batu bara di Kawasan Marunda, Jakarta Utara menunjukkan bahwa fungsi pemantauan dan pengawasan lingkungan hidup oleh pemerintah tidak berjalan. DLH Provinsi DKI Jakarta maupun Sudin LH Jakarta Utara tidak belajar dari kasus KCN di tahun lalu, dan justru membiarkan warga harus merasakan dampaknya lagi secara terus menerus tanpa upaya pemulihan yang dilakukan," kata Jihan Fauziah, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Kasus yang terjadi berulang dialami warga Marunda tersebut dinilai sebagai bukti kuat dari bahaya kecanduan energi fosil batu bara. Pemerintah seharusnya mengambil langkah tegas terhadap semua perusahaan pencemar dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan di sekitar pemukiman Marunda.

Menurut, Rio Tarigan dari Trend Asia, melihat kejadian pencemaran batu bara yang terjadi berulang-ulang di Marunda, Jakarta Utara, pemerintah seharusnya tidak tinggal diam. Rio bilang, kasus berulang Ini bukti bahwa penggunaan energi fosil batu bara itu berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan warga.

"Namun pada faktanya, apa yang dilakukan pemerintah kini justru sebaliknya. Alih-alih menghentikan kecanduan batu bara, dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 128 justru para pengusaha diberikan keuntungan melalui royalti 0 persen,” ujar Rio

Kejadian pencemaran batu bara di Marunda ini adalah satu dari sekian banyak bukti bahwa menindak satu perusahaan saja tidak cukup, pemerintah seharusnya melakukan investigasi dan audit menyeluruh terhadap para perusahaan pencemar, serta menghentikan kecanduan energi fosil batu bara.

Publik bisa melihat, pasca pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut izin lingkungan PT KCN, nyatanya warga masih dihujani dengan debu batu bara yang berdampak pada kesehatan.

“Kami FMRM juga mengajak jajaran pemerintah untuk tinggal dan berkantor di Rusunawa Marunda. Cobalah sebulan beraktivitas penuh di pemukiman kami, sehingga pemerintah tidak hanya menerima laporan warga dan menginvestigasi perusahaan batu bara, tapi dengan beraktivitas di sini, pemerintah bisa merasakan sendiri debu batu bara yang mencemari tempat tinggal kami dan gangguan kesehatan yang setiap hari menghantui kami,” tambah Cecep.

FMRM yang tergabung dalam Tim Advokasi Lawan Batu Bara mengajukan sejumlah poin tuntutan kepada Kepala DLH Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara. Poin-poin tuntutan itu yakni:

  1. Melakukan verifikasi lapangan atas terjadinya pencemaran lingkungan akibat debu batu bara di wilayah Marunda.
  2. Memberikan segala macam informasi termasuk di antaranya informasi hasil pemantauan dan/atau penelitian berbasis data ilmiah yang akuntabel dan transparan kepada warga Marunda sebagai bagian dari hak atas informasi, partisipasi dan keadilan lingkungan hidup.
  3. Memberikan jaminan ketidakberulangan dan melakukan berbagai upaya pemantauan, pengawasan serta pencegahan atas terjadinya pencemaran lingkungan akibat batu bara di Wilayah Marunda.