LIPUTAN KHUSUS:
Amicus Curiae untuk Penyelamatan Pulau Mendol
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Empat lembaga masyarakat sipil mengirimkan amicus curiae ke PTTUN Medan, sebagai bentuk solidaritas melawan gugatan PT TUM kepada Bupati Pelalawan.
Hukum
Kamis, 22 Juni 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sejumlah kelompok masyarakat sipil mengirim amicus curiae kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan untuk menyelamatkan Pulau Mendol. Harapannya, agar majelis hakim yang memeriksa perkara gugatan PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM) kepada Bupati Pelalawan Riau, soal pencabutan izin usaha perkebunan Budidaya (IUP-B) perusahaan tersebut di Pulau Mendol, dapat berpihak pada kepentingan kemanusiaan dan lingkungan hidup.
Amicus curiae itu dikirim oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesian (YLBHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), sebagai bentuk solidaritas melawan gugatan PT TUM.
Direktur Walhi Riau, Even Sembiring, menjelaskan, penerbitan IUP-B PT TUM pada 2013 silam diwarnai kejanggalan, d antaranya IUP-B seluas 6.550 hektare di Kecamatan Kuala Kampar terbit tanpa dilengkapi dokumen izin lingkungan, izin terbit di pulau kecil yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Kemudian, penerbitan IUP-B tidak melibatkan partisipasi masyarakat, izin PT TUM itu terbit pada fungsi lindung ekosistem gambut, dan lokasi IUP-B tidak dimanfaatkan oleh PT TUM sehingga menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan.
Amicus curiae yang dikirim oleh teman-teman Eksekutif Nasional WALHI, ICEL, YLBHI, dan KPA ini bukan sekedar mendorong penyelesaian persoalan hukum berlangsung secara adil. Keberadaan amicus curiae ini, kata Even, menjadi bagian untuk memastikan masyarakat tahu, pemerintah kabupaten tahu, dan masyarakat tahu bahwa kita kelompok masyarakat sipil saling bersolidaritas menyelamatkan Pulau Mendol.
"Agar masyarakat dapat berdaulat atas tanahnya atas sumber penghidupannya dan sumber agraria lainnya,” sebut Even, membuka diskusi bertema Suara Sahabat Pengadilan untuk Penyelamatan Pulau Mendol, Rabu (14/6/2023) lalu.
Masih dalam diskusi itu, Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional Walhi, Satrio Manggala, menyampaikan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru luput menggali kebenaran materil selama proses persidangan pada tingkat pertama sebelumnya. Majelis hakim, menurutnya, lupa mempertimbangkan azas pemanfaatan dalam memutuskan perkara itu.
Satrio mengatakan, ada dua prinsip menyangkut hukum lingkungan yang tidak diperhatikan oleh majelis hakim pada peradilan tingkat pertama, yaitu tentang kepentingan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dan kepentingan manusia dan lingkungannya.
Bagi Walhi, pencabutan IUP-B yang dilakukan Bupati Pelalawan sudah sesuai dengan azas umum pemerintah yang baik (AUPB). Melalui sahabat peradilan, Walhi merekomendasikan kepada Majelis Hakim PTTUN Medan untuk membatalkan putusan tingkat pertama, karena apa yang Walhi tuliskan dalam amicus curiae menyangkut hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas air bersih dan perlindungan lingkungan hidup.
"Kami berharap amicus ini dipandang dalam posisi Walhi sebagai sahabat pengadilan dan memohon agar Majelis Hakim PTTUN Medan secara komperhensif memeriksa kebenaran materil untuk menggali peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan proses korektif dalam pencabutan IUP-B PT TUM,” jelas Satrio.
Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL, Difa Shafira, juga menyampaikan pihaknya sangat mendukung advokasi kasus gugatan ini dan berharap PTTUN Medan bisa menggali aspek yang lebih subtantif dalam perkara ini. Difa menjelaskan, secara formil seharusnya gugatan tersebut tidak diterima oleh PTUN Pekanbaru.
Karena terdapat beberapa aspek lingkungan hidup, dalam mengadili perkara ini Majelis Hakim PTTUN Medan harus berpedoman pada SK KMA 36/2013, khususnya yang berkaitan dengan penerapan asas-asas Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami berharap PTTUN Medan agar lebih cermat dalam mengadili perkara ini dan memperhatikan aspek formil, karena fatal jika ditinggalkan serta melihat lebih dalam aspek subtantifnya,” ujar Difa.
Difa bilang, ICEL merekomendasikan PTTUN Medan agar dapat menguji lebih jauh mengenai status Objek Sengketa II sebagai objek TUN dan menguji kelayakan upaya administratif yang dilakukan oleh Tergugat. PTTUN Medan diharapkan dapat masuk ke pertimbangan subtantif dengan mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup sebagaimana diatur SK KMA 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
Abdul Malik Akdom dari YLBHI, mengatakan, lembaganya merupakan organisasi yang bergerak di bidang penegakan hukum hak asasi manusia dan demokrasi. Sebagai organisasi yang melakukan kerja advokasi tersebut, YLBHI akan ambil bagian dalam ruang-ruang penegakan hukum yang kontradiktif dengan nilai-nilai demokrasi dan HAM. Kontradiksi yang terjadi dalam gugatan PT TUM melahirkan potensi pelanggaran HAM.
Abdul menguraikan, YLBHI memandang keputusan Bupati Pelalawan merupakan tindakan korektif yang sudah sesuai dengan peraturan undang-undang administrasi pemerintahan. Terkait penerbitan IUP-B PT TUM beserta Hak Guna Usahanya (HGU), memiliki dampak yang serius terhadap kawasan hutan dan ekosistem gambut. Terlebih, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2017 menegaskan kawasan Pulau Mendol merupakan kawasan ekosistem gambut yang memiliki fungsi lindung.
“Hasil investigasi Walhi Riau tegas menyebutkan masyarakat menolak kehadiran PT TUM di Pulau Mendol. Bahkan masyarakat melakukan demonstrasi selama belasan hari untuk menolak kehadiran perusahaan. Kebijakan yang korektif ini jelas tepat karena memperhatikan kehendak rakyat Pulau Mendol yang menolak kehadiran PT TUM," kata Abdul.
Apalagi, lanjut Abdul, PT TUM menelantarkan areal kerjanya. Karena itu YLBHI merekomendasikan kepada Majelis Hakim PTTUN Medan untuk memperkuat keputusan Bupati Pelalawan tentang pencabutan IUP-B dan membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Pekanbaru.
Linda Dewi Rahayu, dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), pihaknya mengirim amicus curiae demi mendukung masyarakat Pulau Mendol memperjuangkan hak atas tanahnya dalam gugatan PT TUM yang sedang berproses banding di PTTUN Medan.
Linda juga menjelaskan, perkebunan di Indonesia memiliki peranan yang penting dan strategis dalam hal pembangunan nasional. Namun, sektor perkebunan hampir selalu menempati posisi tertinggi penyebab konflik agraria di setiap tahunnya, dan salah satunya di Pulau Mendol.
“Letusan konflik tersebut tidak dapat dilepaskan dari bagaimana kompleksitas hukum agraria dan praktiknya yang seringkali ditafsirkan negara secara keliru. Hal ini dapat dilihat jelas dari fakta seringkali hak atas tanah sebagai hak yang harus dihormati dan dilindungi tidak dipenuhi negara,” ujar Linda.
Sebagai amici, imbuh Linda, KPA memiliki kepentingan. Sebab terdapat hubungan sebab akibat antara HGU perkebunan kelapa sawit PT TUM ini terhadap konflik agraria yang terjadi, sebab terdapat tumpang tindih dengan hak agraria masyarakat Pulau Mendol.
“KPA memiliki tanggung jawab untuk menegakkan konstitusi dan hukum agraria untuk keselamatan rakyat khususnya Pulau Mendol. Amicus Curiae yang dibuat oleh KPA merupakan bentuk dorongan kepada PTTUN Medan untuk mendukung penegakan reforma agraria yang berkeadilan sosial dan berkeadilan lingkungan dan menjamin keberlanjutan keselamatan rakyat,” kata Linda.