LIPUTAN KHUSUS:

Penangkapan Ikan Terukur Berpotensi Eksploitasi Berlebihan


Penulis : Gilang Helindro

Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan kebijakan penangkapan ikan terukur justru membuka peluang untuk berlanjutnya eksploitasi berlebihan atas sumber daya ikan.

Kelautan

Rabu, 08 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pada awal 2024, kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota akan diberlakukan. Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan, kebijakan ini justru membuka peluang untuk berlanjutnya eksploitasi berlebihan atas sumber daya ikan.

Miftahul Choir, Manager Human Right Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan, kebijakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah mengarah pada adanya eksploitasi berlebihan, ditandai dengan produksi ikan yang menurun.  Penangkapan ikan terukur ini memberikan kuota tangkapan ikan bagi industri, termasuk penanaman modal asing, padahal penangkapan ikan berlebih di Indonesia selama ini dipicu oleh aktivitas industri dan perusahaan kapal perikanan skala besar. 

Dengan adanya kebijakan baru ini, kata Miftah, industri-industri besar justru mendapatkan peluang untuk melakukan eksploitasi. Ia menggarisbawahi bahwa pemberian kuota tangkapan ikan juga berpotensi didominasi segelintir pemilik modal, perburuan rente, yang bisa berujung pada konflik horizontal nelayan lokal dengan kapal-kapal industri besar.

Menurutnya, ”Penangkapan ikan terukur seharusnya berorientasi memulihkan laut dan bukan eksploitasi ikan serta kuota tangkapan lebih besar bagi industri.”

Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan (LPSDN), Nusa Tenggara Barat menilai kehidupan nelayan semakin sulit dan mengeluhkan penerapan kebijakan PIT dari KKP. Foto/Istimewa

Amin Abdullah, Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan (LPSDN) menyebut kini kehidupan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil, khususnya di NTB, semakin buruk. Kuota tangkap bisa makin memperburuk keadaan. 

Menurut Amin, nelayan kecil memiliki keterbatasan dalam menyiapkan tahapan-tahapan penangkapan ikan terukur, antara lain, mencakup tata kelola pelabuhan pangkalan, basis data dan informasi, serta tata kelola kuota. Padahal, kuota tangkapan ikan diberikan dengan mempertimbangkan ketersediaan kuota. Kuota tangkapan berlaku untuk setahun musim tangkapan.

Ia menambahkan, kuota untuk kapal nelayan kecil dan tradisional berukuran 0-5 GT memang tidak diatur dan tidak dikenakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, nelayan kecil memiliki keterbatasan akses untuk mendaftarkan kapal ke pemerintah kabupaten/kota. Juga untuk bersaing dengan nelayan besar. ”Nelayan kecil tidak dibatasi jalur penangkapan dan menangkap di seluruh Indonesia sampai laut lepas, boleh menangkap di mana saja sepanjang dia (nelayan) mampu, namun ikan semakin sulit didapat di tengah industri penangkapan ikan sekala besar,” ungkap Amin.

Diketahui, kuota tangkapan yang diatur adalah untuk kapal-kapal penangkapan ikan berukuran di atas 30 gros ton (GT) dan melaut hingga di atas 12 mil. Kuota ini diatur oleh pemerintah pusat. Sedangkan kuota untuk kapal-kapal penangkapan ikan berukuran 5-30 GT dan melaut di bawah 12 mil diatur oleh gubernur.