LIPUTAN KHUSUS:
Kandidat Baru untuk Sumber Daging: Ular
Penulis : Kennial Laia
Budidaya ular piton mungkin menawarkan bentuk ternak baru yang berkelanjutan. Unggul dari segi rasio konversi makanan dan protein serta sesuai kondisi perubahan iklim.
Spesies
Minggu, 17 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Studi terbaru mengungkap bahwa ular piton yang dibudidayakan mungkin menawarkan bentuk ternak baru yang berkelanjutan dan efisien untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Penelitian dari Macquarie University, Australia, tersebut meneliti dua peternakan ular piton komersial di Asia Tenggara yang dipimpin oleh Daniel Natusch dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, menemukan bahwa ular piton mampu mengolah pakan dengan sangat efisien dibandingkan dengan hewan ternak konvensional seperti ayam dan sapi.
“Dalam hal rasio konversi makanan dan protein, ular piton mengungguli semua spesies pertanian utama yang diteliti hingga saat ini,” kata Dr. Natusch, Jumat, 15 Maret 2024.
Natusch mengatakan, daging ular berwarna putih dan sangat tinggi protein. “Kami menemukan ular piton tumbuh dengan cepat hingga mencapai ‘bobot potong’ dalam tahun pertama setelah menetas.”
Tim peneliti multi-institusi tersebut terdiri dari para ilmuwan dari Macquarie University, University of Oxford, Inggris, University of Adelaide, Australia, University of the Witwatersrand, Johannesburg, dan Vietnamese Academy of Science and Technology, Hanoi. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Scientific Reports.
Para peneliti membandingkan ular sanca batik (Malayopython reticulatus) dan ular piton burma (Python bivittatus) yang dibudidayakan di peternakan ular piton komersial di Thailand dan Vietnam, untuk menguji dampak dari pola makan yang berbeda.
Solusi fleksibel untuk kerawanan pangan
Natusch mengatakan bahwa perubahan iklim, penyakit, dan berkurangnya sumber daya alam meningkatkan tekanan terhadap peternakan konvensional dan tanaman pangan.
“Dampaknya mengerikan pada banyak orang di negara-negara berpenghasilan rendah yang sudah menderita kekurangan protein akut,” kata Natusch.
Menurut Natusch, kegagalan dalam sistem pertanian pangan konvensional yang menyebabkan kerawanan pangan yang meluas kemudian mendorong minat terhadap sumber pangan alternatif. Salah satunya adalah ular.
Natusch mengatakan, daging ular merupakan sumber makanan berkelanjutan, berprotein tinggi, dan rendah lemak jenuh yang sudah banyak dikonsumsi di Asia Tenggara dan Tiongkok.
“Namun, meskipun budidaya ular piton skala besar sudah mapan di Asia, hal ini hanya mendapat sedikit perhatian dari para ilmuwan pertanian arus utama,” kata Natusch.
“Ular hanya membutuhkan sedikit air dan bahkan dapat hidup dari embun yang mengendap di sisiknya di pagi hari. Mereka hanya membutuhkan sedikit makanan dan akan memakan hewan pengerat serta hama lain yang menyerang tanaman pangan. Dan secara historis, ular merupakan makanan lezat di banyak tempat,” kata Natusch.
“Studi kami menunjukkan bahwa peternakan ular piton yang melengkapi sistem peternakan yang ada mungkin menawarkan respons yang fleksibel dan efisien terhadap kerawanan pangan global.”
Biaya dan manfaat
Rick Shine, rekan penulis studi dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Macquarie University, mengatakan ini adalah studi pertama yang melihat secara mendalam input dan output, maupun biaya dan manfaat dari peternakan ular komersial.
“Ada manfaat ekonomi dan kemampuan beradaptasi yang jelas bagi petani yang memelihara ular piton dibandingkan memelihara babi,” kata Shine.
“Burung dan mamalia membuang sekitar 90% energi dari makanan yang mereka makan hanya untuk menjaga suhu tubuh tetap konstan,” kata Shine.
“Tetapi hewan berdarah dingin seperti reptil hanya mencari tempat di bawah sinar matahari untuk mendapatkan kehangatan. Mereka jauh lebih efisien dalam mengubah makanan yang mereka makan menjadi lebih banyak daging dan jaringan tubuh dibandingkan makhluk berdarah panas mana pun,” ujarnya.
Efektif mengubah limbah pertanian jadi protein
Tim peneliti menguji coba kelompok ular piton dengan “sosis” berbeda yang terbuat dari protein limbah dari potongan daging dan ikan, dan menemukan bahwa pemberian pakan intensif pada ular piton muda mendorong tingkat pertumbuhan yang cepat tanpa dampak signifikan terhadap kesejahteraan satwa tersebut.
Meskipun ular piton hanya bersifat karnivora di alam liar, mereka dapat mencerna kedelai dan protein nabati lainnya, dan beberapa sosis mengandung sekitar 10% protein nabati, yang tersembunyi di antara dagingnya.
“Ini seperti menyembunyikan brokoli di dalam bakso agar anak Anda memakan sayurannya,” kata Natusch.
“Kami menunjukkan bahwa peternakan ular dapat secara efektif mengubah banyak limbah pertanian menjadi protein, sekaligus menghasilkan limbah yang relatif sedikit,” ujarnya.
Saat diolah, sekitar 82% dari bobot hidup ular piton menghasilkan produk yang dapat digunakan, termasuk karkas berprotein tinggi untuk dijadikan daging, kulit berharga untuk dijadikan kulit, dan lemak (minyak ular) serta kantung empedu (empedu ular) yang keduanya memiliki kegunaan sebagai obat.
Dalam setiap kilogram, reptil menghasilkan gas rumah kaca yang jauh lebih sedikit dibandingkan mamalia. Sistem pencernaan mereka yang kokoh, yang bahkan dapat memecah tulang, hampir tidak menghasilkan limbah air dan jauh lebih sedikit limbah padat dibandingkan mamalia.
Natusch mengatakan, ular sanca dapat berpuasa lebih dari empat bulan tanpa kehilangan banyak berat badan, dan dengan cepat melanjutkan pertumbuhan segera setelah pemberian pakan dimulai kembali, sehingga produksi yang konsisten dapat terus berlanjut bahkan ketika makanan langka.
“Kami juga menemukan beberapa peternakan melakukan outsourcing bayi ular piton ke penduduk desa setempat, yang sering kali merupakan pensiunan yang mendapatkan penghasilan tambahan dengan memberi mereka makan hewan pengerat dan sisa makanan setempat, kemudian menjualnya kembali ke peternakan dalam setahun.”
Shine mengatakan penelitian ini menunjukkan efisiensi luar biasa dari reptil dalam mengubah limbah menjadi produk yang dapat digunakan, serta menyoroti peluang besar di negara-negara yang sudah memiliki preseden budaya terhadap daging ular.
Namun, kecil kemungkinannya Australia atau Eropa akan mengadopsi budidaya ular piton, katanya.
"Saya pikir akan memakan waktu lama sebelum Anda melihat burger piton disajikan di restoran lokal favorit Anda di sini,” kata Shine.