LIPUTAN KHUSUS:

Koalisi Adukan Polda Kalteng ke Ombudsman soal Kasus Bangkal


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polda Kalteng dilaporkan karena tidak memberikan informasi yang telah dimohonkan oleh pihak korban dan keluarga korban penembakan warga Desa Bangkal.

Hukum

Kamis, 21 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Koalisi Solidaritas untuk Bangkal mengadukan pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalteng atas dugaan maladministrasi pelayanan publik terkait kasus penembakan warga Desa Bangkal.

Dalam rilisnya, Koalisi menyebut upaya ini ditempuh karena pihak Polda Kalteng tidak memberikan informasi yang telah dimohonkan oleh pihak korban dan keluarga korban penembakan warga Desa Bangkal, melalui kuasa hukumnya tentang perkembangan kasus yang telah berjalan.

Koalisi menjelaskan, secara peraturan perundang-undangan, pihak korban mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus ataupun hasil perkembangan penyidikan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana telah diubah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.

Selain diatur dalam KUHAP, hak ini juga diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Dinyatakan dalam aturan tersebut, seorang saksi dan korban berhak mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.

Sebanyak 20 warga ditahan oleh pihak kepolisian dalam aksi massa warga Desa Bangkal di perkebunan sawit PT HMBP I, Sabtu (7/10/2023). Dalam aksi massa ini, tiga warga dikabarkan tertembak peluru, satu di antaranya meninggal dunia. Foto: Kalteng Today.

"Namun faktanya pihak korban dan keluarga korban tidak pernah mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus dan itu telah dimohon secara resmi melalui penasihat hukum nya sebanyak dua kali," kata Sandi, staf advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya, Selasa (20/3/2024).

Sandi menerangkan, surat pertama masuk ke Polda Kalteng pada 1 Desember 2023, dan surat kedua masuk pada 5 Maret 2024. Pihaknya menilai pihak Polda Kalteng telah melakukan tindakan maladministrasi terhadap korban dan keluarga korban karena tidak memberikan informasi seperti yang sudah dimohonkan.

Sandi menambahkan, sebagai lembaga pelayanan publik, Polda Kalteng seharusnya tidak boleh mengabaikan surat permohonan perkembangan kasus yang telah dimohonkan karena ini masuk wilayah pelayanan yang mesti diberikan oleh pihak Polda. Ketentuan dalam UU 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Pasal 1 angka 3, menyebutkan, maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara.

"Sehingga dalam hal ini langkah untuk melaporkan Polda Kalteng ke Ombudsman kami nilai sudah tepat,” ujar Sandi.

Ombudsman, masih kata Sandi, mempunyai peran menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Koalisi, katanya, berharap pihak Ombudsman sebagai lembaga negara bertindak profesional dan melakukan tugas kewenangannya dengan tidak terpengaruh siapa yang dilaporkan.

"Ombudsman harus memeriksa setiap laporan yang masuk berkenaan dengan dugaan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diduga dilakukan oleh penyelenggara negara dalam hal ini Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah," ucap Sandi.

Sampai artikel ini selesai ditulis, Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, belum memberi tanggapan atas upaya permintaan tanggapan yang diajukan Betahita.