LIPUTAN KHUSUS:

Permukaan Laut Dunia Melonjak pada 2023, Dipicu El Nino


Penulis : Kennial Laia

Laju kenaikan permukaan laut semakin cepat. Sejak 1993, rata-rata permukaan laut global meningkat sekitar 4 9,4 sentimeter.

Perubahan Iklim

Sabtu, 23 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Kumpulan data permukaan laut jangka panjang menunjukkan ketinggian permukaan laut terus meningkat dengan kecepatan yang semakin tinggi dari pengamatan selama beberapa dekade.

Rata-rata permukaan air laut global naik sekitar 0,76 sentimeter dari tahun 2022 hingga 2023, sebuah lompatan yang relatif besar yang sebagian besar disebabkan oleh pemanasan iklim dan perkembangan El Niño yang kuat. Kenaikan total tersebut setara dengan mengeringkan seperempat Lake Superior, Amerika Utara, ke laut selama setahun. Danau tersebut merupakan danau air tawar terbesar di dunia, dengan volume 12,100 kilometer persegi.

Analisis yang dipimpin NASA ini didasarkan pada kumpulan data permukaan laut yang menampilkan pengamatan satelit selama lebih dari 30 tahun, dimulai dengan misi TOPEX/Poseidon AS-Prancis, yang diluncurkan pada 1992. Misi Sentinel-6 Michael Freilich, yang diluncurkan pada November 2020 merupakan rangkaian satelit terbaru yang berkontribusi terhadap rekor permukaan laut ini.

Data menunjukkan bahwa rata-rata permukaan laut global telah meningkat sekitar 4 9,4 sentimeter sejak 1993. Laju kenaikan ini juga semakin cepat, lebih dari dua kali lipat dari 0,18 sentimeter per tahun pada 1993 dan saat ini menjadi sebesar 0,42 sentimeter per tahun. 

Ilustrasi kenaikan permukaan air laut yang membanjiri kota pesisir. Foto: Dave/Creative Commons

“Tingkat percepatan yang terjadi saat ini berarti bahwa kita berada di jalur yang tepat untuk menambah 20 sentimeter rata-rata permukaan laut global pada 2050, menggandakan jumlah perubahan dalam tiga dekade mendatang dibandingkan dengan 100 tahun sebelumnya dan meningkatkan frekuensi dan dampak banjir di seluruh dunia,” kata Nadya Vinogradova Shiffer, direktur tim perubahan permukaan laut NASA dan program fisika kelautan di Washington, Jumat, 22 Maret 2024. 

Efek musiman 

Permukaan laut global mengalami lonjakan signifikan dari tahun 2022 ke 2023 terutama disebabkan oleh peralihan antara kondisi La Niña dan El Niño. La Niña ringan pada 2021 hingga 2022 mengakibatkan kenaikan permukaan laut yang lebih rendah dari perkiraan pada tahun tersebut. Namun El Niño kuat yang terjadi pada 2023 telah mendorong meningkatkan rata-rata kenaikan tinggi permukaan laut.

La Niña ditandai dengan suhu laut yang lebih dingin dari biasanya di Samudra Pasifik. Sementara El Niño melibatkan suhu lautan yang lebih hangat dari rata-rata di Pasifik khatulistiwa. Kedua fenomena iklim periodik ini memengaruhi pola curah hujan dan salju serta permukaan laut di seluruh dunia.

“Selama La Niña, hujan yang biasanya turun di lautan justru turun ke daratan, sehingga mengambil air dari lautan untuk sementara dan menurunkan permukaan laut,” kata Josh Willis, peneliti permukaan laut di Jet Propulsion Laboratory NASA di California Selatan.

“Pada tahun-tahun El Niño, banyak hujan yang biasanya turun di daratan berakhir di lautan, sehingga menaikkan permukaan laut untuk sementara waktu,” ujarnya. 

Jejak manusia 

Meski begitu fenomena iklim musiman atau periodik dapat memengaruhi rata-rata tinggi permukaan laut global dari tahun ke tahun. Namun tren yang mendasari selama lebih dari tiga dekade adalah peningkatan ketinggian laut sebagai respons langsung terhadap pemanasan global akibat panas berlebihan yang terperangkap oleh gas rumah kaca di atmosfer bumi.

“Data jangka panjang seperti rekaman satelit selama 30 tahun ini memungkinkan kita membedakan antara dampak jangka pendek terhadap permukaan laut, seperti El Niño, dan tren yang memungkinkan kita mengetahui ke mana arah permukaan laut,” kata Ben Hamlington, yang memimpin tim pengamatan perubahan permukaan laut NASA. 

Secara khusus, penelitian tersebut menggunakan teknologi radar altimeter yang membantu menghasilkan pengukuran permukaan laut yang lebih tepat di seluruh dunia. Untuk menghitung ketinggian laut, instrumen ini memantulkan sinyal gelombang mikro dari permukaan laut, mencatat waktu yang dibutuhkan sinyal untuk melakukan perjalanan dari satelit ke Bumi dan kembali lagi, serta kekuatan sinyal baliknya.

Para peneliti juga secara berkala memeriksa ulang pengukuran permukaan laut tersebut dengan data dari sumber lain. Ini termasuk pengukur pasang surut air laut, serta pengukuran satelit terhadap faktor-faktor seperti uap air di atmosfer dan medan gravitasi bumi yang dapat mempengaruhi keakuratan pengukuran permukaan laut. 

Dengan menggunakan informasi tersebut, para peneliti mengkalibrasi ulang kumpulan data 30 tahun, sehingga menghasilkan pembaruan permukaan laut pada beberapa tahun sebelumnya. Ini termasuk kenaikan permukaan laut sebesar 0,21 sentimeter dari tahun 2021 hingga 2022.

Ketika para peneliti menggabungkan data altimetri lautan berbasis ruang angkasa dengan pengamatan lebih dari satu abad dari sumber berbasis permukaan, seperti alat pengukur pasang surut, informasi tersebut secara dramatis meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana ketinggian permukaan laut berubah dalam skala global. Ketika pengukuran permukaan laut ini digabungkan dengan informasi lain, termasuk suhu laut, hilangnya es, dan pergerakan daratan, para ilmuwan dapat menguraikan mengapa dan bagaimana permukaan air laut naik.