LIPUTAN KHUSUS:

Investigasi: Kanal Sirotol Mustaqim di Kebun Kayu Mayawana


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Titik penebangan hutan alam yang menjadi habitat orangutan dalam konsensi PT Mayawana Persada terkonfirmasi dalam penelusuran lapangan Betahita pada 16 Maret 2024.

SOROT

Selasa, 14 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Murni memandang nanar sungai buatan di depannya. Kanal itu--satu dari 17 kanal yang terlihat oleh satelit--membelah hutan lebat tak jauh dari Hutan Desa Padu Banjar, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Sungainya lurus, rapi, seperti luka sayat yang dibuat pisau tajam.

Bagi Murni, melihat kanal itu perasaannya juga seperti disayat-sayat. Betapa tidak, sejak muda warga Desa Padu Banjar itu telah menjelajah hutan ini untuk mencari makan. Ia bahkan pernah punya pondok di pinggir anak sungai kecil yang terhubung dengan kanal tersebut. Hutan ini supermarket-nya, tempat ia mencari lauk, buah, dan makanan pokok. Lalu, pada 2010, hutan itu mendadak menjadi bagian dari konsesi PT Mayawana Persada.

Yang akan terjadi kepada hutan itu selanjutnya tinggal menunggu waktu: pohon besar kecil harus dibabat habis, lalu ditanami akasia (untuk di lahan bergambut) dan eukaliptus (untuk di lahan bermineral), karena Mayawana merupakan perusahaan perkebunan kayu, yang diberi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk hutan tanaman oleh pemerintah. Tapi sebelum itu terjadi, kanal-kanal harus dibuat dulu, untuk mengeringkan air yang menggenangi lahan gambut.

Berdasarkan analisis Yayasan Auriga Nusantara, per Mei 2024 sudah dibuat 17 kanal di bagian selatan konsesi kebun kayu PT Mayawana Persada, seperti terlihat dari citra Planet pada Mei 2024. Tigabelas kanal membujur dari utara ke selatan dengan total panjang 72,35 km, dan 4 kanal melintang dari barat ke timur dengan panjang 6,83 km. Luas hutan alam tersisa di dalam 29 petak dalam kanal baru tersebut sekitar 7.315 hektare--sekitar 7 ribuan lapangan sepak bola.

Sarang orangutan yang berada tak jauh dari kanal yang dibuat PT Mayawana Persada di dalam areal yang disebut sebagai Kawasan Lindung dalam RKUPHHK-HTI Tahun 2012-2021 PT Mayawana Persada. Foto: Betahita.

Hutan alam tersisa itu merupakan habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) yang dilindungi. Kanal membuat "orangutan jelas enggak bisa menyeberang," kata Murni. "Lumayan ini 6 meteran lebarnya. Dalamnya mungkin sekitar 2 meteran," ujar Murni lagi.

Walhasil, kanal itu sudah pasti akan membuat orangutan di kedua sisi kanal terpisah, kemungkinan untuk selama-lamanya. Di antara mereka mungkin ada ibu-bapak dengan anaknya, paman yang terpisah dengan keponakannya, atau calon pasangan yang ideal untuk meneruskan keturunan. Lagi pula, setelah ditanami akasia atau eukaliptus, mereka bakal dilarang masuk ke sana. Buah dan daun pohon itu juga tak bisa mereka makan. Jadi, kanal ini mirip tembok yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan sekarang, yang tidak hanya membagi dua wilayah tetapi juga memisahkan banyak keluarga; atau tembok yang menjadi pembatas wilayah antara si kaya dan si miskin di Kota Lima, Peru; atau seperti kanal yang diseberangi Jembatan Sirotol Mustaqim.

Dari tempat Murni berdiri, sebuah rumah yang dibangun satwa dilindungi itu terlihat. Sarang itu berada di ketinggian pohon, jaraknya sekitar 5 meter dari bibir kanal. Ketika Betahita mengunjungi tempat itu pada 16 Maret 2024 lalu, di sekitar kanal ada 7 sarang yang berjarak sekitar 30 meter dari kanal PT Mayawana Persada.

Santo, warga Desa Padu Banjar lainnya, memperkirakan ada banyak populasi orangutan di hutan di konsesi PT Mayawana Persada. "Karena pada dasarnya hutan desa dan konsesi ini satu hamparan, jadi kemungkinan jenis satwa yang ada di hutan desa dan di konsesi itu ya kurang lebih sama, demikian pula populasinya," ujarnya.

Perkiraan Santo didukung hasil studi Yayasan Palung. Yayasan ini menemukan, di Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan, yang berbatasan dengan PT Mayawana di sebelah selatan, terdapat populasi orangutan sekitar 61 individu (Yayasan Palung, 2022). Dalam studi yang melihat peta sebaran Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) orangutan ini, Yayasan Palung sampai pada perkiraan bahwa orangutan di konsesi PT Mayawana Persada populasinya cukup banyak.

Manager Program Perlindungan dan Penyelamatan Satwa Yayasan Palung, Sulidra Fredrik Kurniawan, menjelaskan, Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan dan areal konsesi PT Mayawana Persada, merupakan bagian dari Bentang Alam Mendawak, yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Bahkan, berdasarkan PHVA orangutan 2016, hutan alam di konsesi PT Mayawana Persada merupakan salah satu metapopulasi orangutan di luar kawasan taman nasional.

Fredrik berpendapat, bila hutan alam di konsesi PT Mayawana Persada ini dibabat, maka migrasi satwa, termasuk orangutan ke wilayah sekitar konsesi tak terelakkan. Termasuk migrasi ke Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan--yang mencakup Hutan Desa Padu Banjar, Hutan Desa Pulau Kumbang, Hutan Desa Pemangkat dan Hutan Desa Nipah Kuning, seluas 6.788 hektare. Namun, dengan catatan, mereka sebelumnya harus menyeberangi sungai Sirotol Mustaqim dengan selamat.

Peta yang memperlihatkan terhubungnya areal konsesi PT Mayawana Persada dengan Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan, yang terdiri dari 4 hutan desa. Sumber: Yayasan Palung.

"Saya pikir, kalau semua area (hutan di konsesi PT Mayawana Persada) sudah terbuka dan terfragmentasi, maka itu (hutan lindung) akan menjadi satu-satunya, atau menjadi area yang menjadi tempat perlindungan terakhir spesies orangutan ini," kata Fredrik pada 17 Maret 2024 lalu.

Buntutnya, kata Fredrik, kepadatan populasi orangutan di hutan lindung akan meningkat. Tidak menutup kemungkinan, populasi yang meningkat juga menyebabkan terjadinya interaksi negatif antar-orangutan, khususnya orangutan jantan dominan, karena perebutan wilayah. Walhasil, akan ada orangutan yang akan terusir dari hutan lindung, dan masuk ke wilayah pemukiman warga. Dengan kata lain, akan ada orangutan yang menjadi gelandangan.

"Proses migrasi itu sangat mungkin. Kalau bicara tentang orangutan, kita tidak hanya bicara tentang suatu yang habitat kecil. Orangutan akan bergerak ke mana pun, tidak mengenal batas administrasi. Artinya ketika sudah terdesak, akan menjadi konflik kepentingan antara masyarakat, perusahaan dengan orangutan," kata Fredrik.

Menurut Fredrik, insiden itu bahkan sudah terjadi sekarang, meskipun ia tidak bisa memastikan apakah masuknya orangutan ke pemukiman warga itu merupakan dampak dari pembukaan lahan PT Mayawana Persada. Sampai dengan Maret 2024, ujarnya, sudah ada 3 orangutan yang dilaporkan masuk ke pemukiman warga. Dua individu di Desa Nipah Kuning, dan satu di Desa Padu Banjar. 

"Kelangsungan populasi orangutan juga jelas-jelas terancam," dia melanjutkan. Berdasarkan kajian kelangsungan hidup populasi (Population Viability Analysis/PVA), ujarnya, angka minimum populasi orangutan kalimantan yang dapat bertahan dalam suatu habitat adalah 200 individu, dengan kemungkinan kepunahan kurang dari 1 persen dalam 100 tahun, kurang dari 10 persen dalam kurun waktu 500 tahun. Adapun angka idealnya, kata dia, 500 individu. Ini agar kualitas dan variasi genetika terjaga.

Untuk mencapai angka ideal ini tidak gampang, ketika hutan terfragmentasi seperti yang sedang dilakukan Mayawana. Dari segi habitat, metapopulasi orangutan kalimantan yang terfragmentasi membutuhkan koridor agar terhubung dengan metapopulasi lainnya.

Sebenarnya, dalam Peta Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) Periode Tahun 2012-2021, PT Mayawana Persada menyatakan areal bagian paling selatan konsesi yang diwarnai merah sebagai Kawasan Lindung. Namun, berdasarkan pantauan citra satelit dan pengamatan lapangan, areal tersebut sudah mulai digarap. Itu tadi, di sana sudah dibikin kanal.

Peta RKUPHHK-HTI Tahun 2012-2021 PT Mayawana Persada. Sumber: Istimewa

Dari citra satelit Sentinel 4 April 2024, tampak sejumlah kanal terbangun di areal tersebut, dan di beberapa titik terlihat adanya hutan alam yang telah terbuka, dengan total luas sekitar 660 hektare. Areal terbuka di areal yang disebut sebagai Kawasan Lindung ini terpantau mulai terjadi pada Maret 2024. Salah satu titik penebangan hutan alam itu telah terkonfirmasi dalam kunjungan Betahita lapangan pada 16 Maret 2024 lalu.

Berdasarkan data terbaru, itu tadi, pada bagian selatan konsesi kebun kayu PT Mayawana Persada teridentifikasi 13 kanal vertikal dengan total panjang 72,35 km dan 4 kanal horizontal dengan panjang 6,83 km. 

Citra Planet terbaru menunjukkan adanya pembukaan hutan alam di areal yang disebut sebagai Kawasan Lindung berdasarkan RKUPHHK-HTI Tahun 2012-2021 PT Mayawana Persada. Sumber: Auriga Nusantara.

Berdasarkan pantauan melalui kamera pesawat tanpa awak (drone) yang diterbangkan Betahita pada 16 Maret 2024, sedikitnya 8 unit ekskavator terlihat sedang beroperasi di atas lahan yang sedang di-land clearing. Beberapa unit ekskavator tampak menumbangkan pepohonan dan menata kayu-kayu pohon yang telah roboh ke titik kumpul.

Tampak dari ketinggian beberapa alat berat beroperasi di konsesi PT Mayawana Persada, 16 Maret 2024. Lokasi pembukaan lahan ini berada di dalam areal Kawasan Lindung berdasarkan RKUPHHK-HTI Tahun 2012-2021 PT Mayawana Persada. Foto: Auriga Nusantara.

Hingga artikel ini selesai ditulis, tidak ada jawaban yang diberikan PT Mayawana Persada atas beberapa pertanyaan yang disampaikan Betahita. Namun pada 18 Maret 2024 lalu, PT Mayawana Persada diketahui menyampaikan sebuah surat yang ditujukan kepada Environmental Paper Network (EPN)--salah satu organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam publikasi laporan berjudul Pembalak Anonim, yang membahas aktivitas deforestasi dan kepemilikan PT Mayawana Persada yang misterius. 

Dalam surat itu PT Mayawana Persada mengklaim telah menerapkan praktik-praktik pengelolaan hutan lestari seperti yang direkomendasikan oleh konsultan independen terkemuka terkait aspek lingkungan, kawasan konservasi flora dan fauna, dan studi sosial. 

Konsultan terkemuka itu antara lain Hatfield Indonesia yang melakukan Studi HCV (high conservation value) pada 2014, IDEAS Consultancy yang membuat Rencana Pengelolaan dan Pemantauan NKT (RPP), dan Pusat Ekologi dan Konservasi untuk Studi Tropis (Ecositrop),  yang melakukan Survei Populasi Orangutan dan Implementasi Rencana Aksi Konservasi Orangutan.

"Terkait konservasi orangutan, kami telah meminta bantuan Ecositrop, sebuah organisasi terkemuka dalam konservasi orangutan. Ecositrop telah mengkonfirmasi bahwa area konservasi orangutan yang telah dialokasikan oleh perusahaan telah sesuai dengan ukuran yang diperlukan untuk populasi orangutan lokal di area tersebut," kata PT Mayawana Persada dalam surat yang ditandatangani Direkturnya, Fathrah Dikusumah.

23.500 hektare konsesi PT Mayawana Persada jadi areal konservasi orangutan

Saat dimintai keterangan perihal konservasi orangutan di konsesi PT Mayawana Persada, Yaya Rayadin dari Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop) menjelaskan, survei populasi orangutan pertama kali dilakukan di PT Mayawana Persada pada 2014. Saat itu pihaknya diminta bantuan PT Alas Kusuma--pemilik PT Mayawana Persada sebelumnya--dan World Wildlife Fund (WWF) untuk mengetahui keberadaan dan distribusi populasi orangutan.

"Survei kemudian dilanjutkan pada 2022, 2023, dan rencananya 2024. Tujuan utama untuk montoring areal konservasi di dalam konsesi dan keberadaan orangutan di dalamnya," kata Yaya Rayadin, Selasa (2/4/2024).

Yaya menuturkan, di dalam konsesinya PT Mayawana Persada telah ditetapkan areal seluas sekitar 23.544,35 hektare, khusus untuk konservasi orangutan yang sekaligus menjadi kawasan bernilai konservasi tinggi (NKT) atau high conservation value (HCV). Kawasan konservasi tersebut berada di tengah-tengah konsesi PT Mayawana Persada, dan didesain menjadi areal yang kompak dan utuh atau satu kesatuan.

"Dari luasan sekitar 23.500-an hektare tersebut terdapat sekitar 200-an individu orangutan. Dari kami, kami merekomedasikan kawasan yang 23.500 hektare tersebut tidak boleh dibuka untuk kegiatan HTI," katanya.

"Areal sebesar 23.500-an hektare itu juga telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai kawasan bernilai konservasi dan tidak boleh diganggu maupun dikonversi untuk HTI," ujarnya lagi.

Menurut Yaya, konservasi orangutan terbaik adalah di dalam habitatnya, atau melindungi habitatnya. Kawasan yang diusulkan Ecositrop merupakan kawasan dengan tutupan hutan terbaik dan populasi terpadat. 

Kawasan yang didesain Ecositrop, Yaya melanjutkan, juga terkoneksi dengan kawasan bernilai konservasi di lansekap sekitarnya. Sehingga apabila dikoneksikan dan ditambahkan dengan areal bernilai Konservasi di luar areal izin PT Mayawana Persada, maka terdapat hampir 35.000 hektare hutan bernilai konservasi untuk perlindungan orangutan dan konservasi.

Untuk itu, Ecositrop juga menyarankan untuk "Melakukan land clearing secara bertahap dan sistematis, sehingga dapat menghindari orangutan terjebak di hutan terfragmentasi," ujarnya.

Yaya mengakui, kegiatan pembukaan lahan pasti akan mengganggu populasi orangutan. Untuk itu, pembukaan lahan perlu dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan perilaku orangutan, kualitas habitat, manajemen lansekap, serta penguatan sumber daya manusia, karyawan, dan kontraktor.

"Buat saya pribadi selaku expert tidak mudah juga untuk mengawal dan menjaga komitmen perusahaan. Namun setidaknya sampai saat ini poligon kawasan habitat orangutan yang kami desain masih utuh," ucap Yaya.

Yaya mengatakan, banyak pertimbangan yang menjadi alasan pemilihan lokasi areal konservasi orangutan di dalam konsesi PT Mayawana Persada. Salah satunya karena areal tersebut adalah areal terbaik dan populasinya padat. Karena lokasi areal konservasi orangutan itu statusnya hutan produksi, kata Yaya, maka perspektifnya harus mempertimbangkan banyak hal.

"Sepengetahuan saya mungkin ini areal habitat orangutan terluas di Indonesia yang ada dalam konsesi di perusahaan di Indonesia," ujarnya.

Yaya mengatakan, areal konservasi orangutan yang diajukan Ecositrop ini sudah masuk dalam peta Rencana Kerja Umum (RKU) PT Mayawana Persada. Namun ia mengakui, saat mendesain kawasan konservasi itu, pihaknya tidak melihat RKU yang dibuat perusahaan, "Agar kami berpikir murni ke konservasi tanpa dipengaruhi oleh RKU. Barusan dapat info. Kalau poligon (area konservasi orangutan) itu sudah masuk dalam RKU mereka (PT Mayawana Persada)," kata Yaya.

Peta Alokasi Areal Konservasi Orangutan. Sumber: Istimewa 

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang mewajibkan seluruh pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH), tentunya termasuk PT Mayawana Persada, untuk melindungi dan melestarikan satwa dilindungi yang ada di dalam wilayah konsesinya. Kewajiban tersebut tertuang dalam Surat Edaran No: SE.7/PHL/PUPH/HK.1/10/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar yang Dilindungi di Dalam Areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan, yang dikeluarkan Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), pada 14 Oktober 2022.

Dalam edaran itu disebutkan, aktivitas PBPH dapat mempengaruhi keberadaan spesies atau sub-spesies satwa liar yang dilindungi, sehingga diperlukan upaya pengelolaan areal agar masing-masing individu spesies dapat bertahan hidup.

Berdasarkan hasil analisis Direktorat Jenderal KSDAE diketahui bahwa sebaran habitat orangutan dan satwa liar lainnya yang dilindungi seperti gajah sumatra dan harimau sumatra memang ada yang terdapat pada areal hutan produksi yang telah dibebani PBPH. Melalui SE itu ditegaskan bahwa orangutan dan satwa dilindungi lainnya yang berada di wilayah konsesi merupakan aset negara, sehingga merupakan kewajiban pemegang PBPH untuk melindungi dan melestarikannya.

Terhadap areal lindung yang berada di areal konsesi, menurut Surat Edaran tersebut, perlu dilakukan inventarisasi dan verifikasi terhadap kondisi areal ruang gerak (jelajah), terutama terhadap ketersediaan areal konservasi dan lindung dengan peruntukan sebagai daerah perlindungan satwa liar atau kawasan perlindungan satwa liar yang merupakan kewajiban dari pemegang PBPH. "Pembinaan habitat satwa liar yang dilindungi dengan penyediaan tanaman pakan pada areal PBPH," kata Agus Justianto, Plt. Dirjen PHL, dalam surat tersebut.

Penilaian HCV 2014 PT Mayawana Persada dianggap rancu

Seperti disampaikan PT Mayawana Persada dalam suratnya, pada 2014 lalu Hatfield Indonesia pernah dibayar untuk melakukan penilaian HCV di dalam areal konsesi PT Mayawana Persada. Namun, High Conservation Value Resource Network (HCVRN) yang melakukan tinjauan sejawat atas penilaian HCV Hatfield Indonesia menemukan adanya kerancuan.

Kerancuan itu terkait ketidakpastian perlakuan terhadap areal HCV yang telah di-delineasi yang luasnya mencapai 66.900 hektare, atau hampir separuh dari total area konsesi seluas 136.710 hektare. Hal tersebut pernah dibahas Greenomics Indonesia dalam laporannya.

Menurut Greenomics, HCVRN cukup beralasan dalam menyoroti kerancuan atas laporan penilaian HCV oleh Hatfield Indonesia. Karena, laporan tersebut, tidak hanya menyatakan bahwa konsesi tersebut memiliki kawasan HCV seluas 66.900 hektare, tetapi juga menyatakan bahwa hanya 20.700 hektare dari total kawasan HCV yang tidak dapat dikembangkan untuk tujuan hutan tanaman industri (HTI). 

Padahal menurut data International Union for Conservation of Nature (IUCN), 46.200 hektare areal HCV lainnya itu juga didominasi oleh habitat orangutan. Greenomics berpendapat, kebingungan tersebut tidak perlu muncul jika Hatfield Indonesia secara eksplisit menyatakan bahwa seluruh kawasan HCV (yang mencakup area seluas 66.900 hektare) harus dilindungi oleh PT Mayawana Persada. 

"Hatfield Indonesia tidak perlu lagi mengklasifikasikan areal HCV yang boleh ditebang untuk pengembangan perkebunan kayu pulp dan yang tidak boleh ditebang," kata Greenomics, dalam laporannya.

Ada pula potensi pelanggaran oleh Mayawana atas areal HCV tersebut. Greenomics mengungkapkan, saat HCVRN melakukan tinjauan sejawat terhadap laporan penilaian HCV di konsesi tersebut, PT Mayawana Persada justru sedang membuka kawasan HCV untuk pembangunan infrastruktur dasar untuk keperluan pembukaan lahan dan transportasi kayu.

“Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa PT Mayawana Persada–sebuah konsesi HTI di Kalimantan Barat yang salah satu pemegang sahamnya adalah PT SJM, pemegang sertifikat FSC–memilih untuk membangun infrastruktur dasar, seperti jalan dan pelabuhan sungai, yang melibatkan pembukaan areal berhutan, di saat laporan penilaian HCV di konsesi tersebut sedang dalam proses peer review oleh HCVRN?” ujar Greenomics Indonesia.

“Faktanya, kawasan berhutan yang telah dibuka tersebut merupakan bagian dari blok-blok besar kawasan berhutan yang telah diidentifikasi mengandung kawasan HCV,” kata Greenomics.

Walhasil, rencana rumah orangutan di Mayawana diduga hanya ada di atas kertas. Jika begitu, betul-betul maya.