LIPUTAN KHUSUS:

Restorasi Gambut dengan Agrosilvofishery


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Model agrosilvofishery dapat diimplementasikan untuk restorasi ekosistem gambut yang terintegrasi berbasis masyarakat.

Gambut

Senin, 22 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan model agrosilvofishery dalam merestorasi fungsi budidaya ekosistem gambut. Agrosilvofishery ini berupa sinergitas dan kolaborasi pada sektor pertanian, kehutanan, serta perikanan.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), BRIN, Bastoni mengatakan, model agrosilvofishery dapat diimplementasikan untuk restorasi ekosistem gambut yang terintegrasi berbasis masyarakat. Selain itu juga sejalan dengan Program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).

Implementasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut, menurutnya, perlu dilakukan secara selektif, yaitu pada fungsi budidaya ekosistem gambut. Dengan tipologi lahan rawa mineral, lahan rawa mineral bergambut, sampai lahan gambut sedang yaitu kedalaman sekitar 150 cm.

"Dengan kedalaman dan durasi genangan air ekstrim dalam dan lama, pada fungsi budidaya ekosistem gambut,” kata Bastoni, pada Jamming Session seri ke-3, secara daring, Kamis (18/4/2024).

Pasca kebakaran 2015, 2,6 juta hektar lahan dan hutan terbakar dengan kerugian RP 221 triliun, Pemerintah Indonesia prioritaskan pemulihan dan perlindungan ekosistem gambut. foto/RAN

Berdasarkan hasil penelitiannya, Bastoni optimistis implementasi model agrosilvofishery pada beberapa lokasi di Sumatra Selatan dapat meningkatkan diversifikasi komoditas. Kemudian dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, serta mencegah kebakaran lahan gambut.

“Implementasi model agrosilvofishery terbukti membuka peluang untuk menumbuhkan dan membangun sinergi, kolaborasi multi sektor serta multi pihak. Dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia,” ujarnya.

Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi menyampaikan, Indonesia adalah pemilik hutan rawa gambut tropis terluas di dunia yang mencapai 13,4 juta hektare. Ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu ini, faktanya memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global.

“Restorasi ekosistem gambut merupakan salah satu program pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Untuk itu, perlu kita dukung melalui aksi nyata berbasis riset dan inovasi, salah satunya yaitu restorasi ekosistem gambut yang melibatkan masyarakat bersama mitra,” katanya.

Sementara itu, Lelawaty Simamora dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PPKL KLHK), menjelaskan Program DMPG yang dilakukan KLHK sejak 2021. Ia menyebut ada empat tujuan DMPG. Pertama, meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam perlindungan serta pengelolaan Ekosistem Gambut (EG).

Kedua, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan dalam perlindungan serta pengelolaan EG. Ketiga, menumbuh-kembangkan budaya dan kearifan lokal untuk pelestarian fungsi EG, dan keempat, meningkatkan perekonomian masyarakat selaras dengan pelestarian EG.

“Sampai 2023, DMPG sudah terbentuk di Sumatra, Kalimantan, dan Papua yang melibatkan perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan mitra lainnya. Salah satu strategi keberlanjutan program yaitu melalui integrasi teknologi dan inovasi, serta pelibatan pemangku kepentingan termasuk lembaga riset seperti BRIN,” kata Bastoni.