LIPUTAN KHUSUS:

Studi: Polusi Plastik Membunuh Embrio Biota Laut


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polusi plastik secara diam-diam menghancurkan kehidupan laut pada tingkat yang paling mendasar, yakni embrio.

Polusi

Rabu, 24 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kengerian polusi plastik diperkirakan jauh lebih dalam dari apa yang bisa dilihat. Sebuah studi baru dari University of Exeter, yang dipublikasikan di jurnal Chemosphere, mengungkapkan bahwa plastik secara diam-diam menghancurkan kehidupan laut pada tingkat yang paling mendasar, yakni embrio.

Dilansir dari Earth.com diuraikan, embrio adalah cetak biru kecil untuk organisme masa depan, yang memiliki semua instruksi yang diperlukan untuk berkembang menjadi makhluk yang kompleks, baik itu ikan, kepiting, atau bulu babi. Para ilmuwan telah menemukan bahwa tingkat tinggi dari jenis plastik yang umum, PVC, dapat mengganggu proses yang rumit ini.

"Ketika terpapar pelet PVC baru dengan kadar tinggi, spesies yang kami teliti mengalami kegagalan dengan cara yang berbeda," kata Dr. Eva Jimenez-Guri, penulis utama penelitian ini.

"Beberapa gagal membuat cangkang atau notochord, beberapa gagal membentuk fitur kiri-kanan yang tepat, beberapa berhenti berkembang setelah beberapa putaran pembelahan sel. Mereka semua gagal membuat embrio yang layak," imbuhnya.

Kampanye anti-plastik sekali pakai (foto Daniel Muller/Greenpeace)

Pelet PVC, yang juga dikenal sebagai "nurdles", adalah blok bangunan kecil yang menjadi bahan dasar pembuatan produk plastik yang tak terhitung jumlahnya. Masalahnya, mereka sering tumpah ke lingkungan, berakhir di sungai, pantai, dan lautan.

Bahaya polusi plastik jauh melampaui korban yang sudah dikenal seperti ikan dan kerang-kerangan. Studi ini menggarisbawahi kerentanan sebagian besar kehidupan laut, mengungkapkan kerusakan luas yang disebabkan oleh pelet PVC pada konsentrasi tinggi.

Untuk memahami cakupan dampaknya, para ilmuwan dengan hati-hati memilih tujuh spesies yang mewakili sebagian besar kelompok hewan utama (superphyla) yang ada di lautan. Kelompok-kelompok ini meliputi Moluska (siput, kerang, tiram, dll.), Echinodermata (bulu babi, bintang laut, dll.), Cnidaria (ubur-ubur, karang, anemon, dll.), dan Chordata (termasuk ikan, mola-mola, dan semua hewan yang memiliki tulang punggung).

Fakta yang mengkhawatirkan adalah bahwa setiap spesies yang diuji menunjukkan masalah perkembangan ketika terpapar konsentrasi PVC yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa polusi plastik menjadi ancaman bagi keanekaragaman kehidupan laut yang luar biasa, yang berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem laut dan embrionya.

"Jika kita mencapai tingkat polusi plastik yang ekstrem di pantai kita--yang terjadi dalam kasus-kasus yang terisolasi tetapi untungnya jarang terjadi saat ini--banyak spesies yang tidak dapat berkembang biak, dengan dampak yang sangat besar bagi kehidupan laut, lingkungan yang lebih luas, dan manusia," kata Dr Jimenez-Guri.

Bagaimana plastik merusak embrio? Plastik itu sendiri tidak secara inheren beracun bagi kehidupan laut. Namun, masalahnya terletak pada berbagai bahan tambahan dan bahan kimia yang dicampurkan ke dalam plastik selama proses produksi. Zat-zat aditif ini memiliki beberapa tujuan, seperti membuat plastik lebih fleksibel, tahan lama, atau diwarnai.

Salah satu bahan tambahan yang umum digunakan adalah seng. Meskipun seng merupakan nutrisi penting bagi banyak organisme dalam jumlah kecil, namun pada konsentrasi tinggi, seng dapat mengganggu. Dalam konteks penelitian ini, yang dikhawatirkan adalah zat aditif ini terlepas dari plastik saat terurai di lautan.

Bayangkan kapsul kecil yang dilepaskan secara perlahan yang berisi racun - itulah yang pada dasarnya terjadi pada sampah plastik di lautan. Prosesnya dimulai dari fragmentasi, yang mana seiring waktu, plastik terurai menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan lebih kecil lagi karena aksi ombak dan sinar matahari. Fragmen-fragmen ini, terkadang berukuran mikroskopis, dikenal sebagai mikroplastik.

Kemudian pencucian, ketika fragmen-fragmen plastik ini terurai, zat-zat tambahan dan bahan kimia yang dikandungnya mulai larut ke dalam air laut di sekitarnya. Proses ini dipercepat oleh faktor-faktor seperti sinar matahari dan suhu yang lebih hangat.

Selanjutnya bioakumulasi. Organisme laut, mulai dari plankton hingga ikan, dapat menelan mikroplastik ini atau menyerap bahan kimia yang tercuci secara langsung melalui insang atau kulit mereka.

Seng dan bahan kimia yang tercuci lainnya dapat mengganggu berbagai proses seluler dalam mengembangkan embrio. Bahan-bahan tersebut dapat mengganggu fungsi hormon, aktivitas enzim, atau bahkan merusak DNA. Hal ini dapat menyebabkan malformasi dan kegagalan perkembangan yang diamati dalam penelitian ini.

Bahayanya, efek ini dapat merembet ke luar. Bayangkan sebuah embrio ikan yang gagal berkembang dengan baik karena terpapar bahan kimia yang tercemar. Ikan ini tidak akan bertahan hidup untuk menetas, apalagi berkembang biak, yang menyebabkan penurunan populasi ikan. Penurunan ini kemudian dapat memiliki efek berjenjang di seluruh rantai makanan, berdampak pada spesies pemangsa dan pada akhirnya pada perikanan manusia.

Penting untuk dicatat bahwa ini hanyalah salah satu contoh, dan bahan kimia spesifiknya berbeda-beda tergantung pada jenis plastiknya. Namun, secara keseluruhan, polusi plastik bertindak sebagai penampung racun yang secara perlahan meracuni lingkungan laut.