LIPUTAN KHUSUS:

Di INC-4, Negara Maju Diminta Hentikan Ekspor Sampah Plastik


Penulis : Gilang Helindro

Manusia dan Planet Bumi sebagai prioritas utama.

Sampah

Senin, 29 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Dalam proses negosiasi perjanjian plastik global di Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat di Ottawa, Kanada, negara-negara maju diminta untuk berhenti mengekspor sampah plastik ke negara berkembang.

Aeshnina Azzahra Aqilani, Koordinator River Warrior Indonesia (Riverin) di pertemuan ini, mengatakan ekspor sampah bagaikan bencana bagi negara di ASEAN. Nina mengungkapkan, cukup sudah kerusakan lingkungan akibat sampah plastik impor di Indonesia. 

“Saya ingin Indonesia bebas dari sampah plastik impor. Di INC-4 Ottawa, Kanada, saya ingin menyampaikan uneg-uneg saya pada delegasi negara-negara maju pengekspor sampah untuk berhenti kirim sampah plastik ke Indonesia,” kata Nina, Minggu 28 April 2024.

Dalam pawai untuk mengakhiri era plastik di Kanada, Nina menggendong tumpukan sampah impor setinggi lima meter. 

Aeshnina, negara maju stop kirim sampah plastik ke Indonesia. Foto: Istimewa/Ecoton

Dalam orasinya, ia menyatakan keresahannya soal keberadaan sampah impor di Indonesia. Nina menyebut sampah yang dibawa ini adalah sampah-sampah plastik impor dari negara maju, yang mereka buang ke desa-desa dekat pabrik kertas daur ulang. 

“Sampah ini menjadi beban lingkungan dan ancaman kesehatan. Saya ingin menunjukkan bahwa pencemaran sampah plastik membebani generasi saat ini,” ungkap Nina.

Nina bersama ratusan aktivis lingkungan dari seluruh dunia yang turut hadir di INC-4 merasakan kegelisahan serupa selama bertahun-tahun, yakni soal polusi plastik. 

Menurut mereka, plastik telah mendatangkan malapetaka pada komunitas dan lingkungan global, yang pemicunya adalah kepentingan perusahaan bahan bakar fosil.

Nina mengatakan ekspor sampah plastik dari negara maju ke negara ASEAN harus berhenti. Sebab, akan menimbulkan kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.

“Jika produksi plastik dan ekspor sampah ke negara-negara berkembang terus berlanjut, akan menciptakan bencana jangka panjang bagi lingkungan. Lebih buruk lagi, orang tua saya mengatakan bahwa bahan kimia berbahaya dalam plastik mengancam kesehatan dan hormon saya,” ungkap Nina.

Koalisi organisasi masyarakat sipil juga menyoroti bagaimana ASEAN dapat membuka jalan bagi perjanjian yang efektif.

Salisa Traipipitsiriwat, Senior Campaigner and Southeast Asia Plastic Project Manager of The Environmental Justice Foundation, mengatakan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya solusi yang dipimpin oleh masyarakat di Asia Tenggara dan upaya pemerintah di seluruh kawasan, untuk menerapkan kebijakan demi menekan polusi plastik.

“ASEAN sangat penting dalam menerapkan solusi kreatif dan praktis untuk memerangi pencemaran plastik. Namun, sudah terlalu lama kawasan ini mengalami kelebihan pasokan kemasan plastik yang bermasalah, sekali pakai, dan tidak perlu, yang seringkali mengandung bahan kimia beracun yang tidak teregulasi,” kata Salisa. 

Di sisi lain, Salisa menambahkan bahwa perjanjian plastik global mewakili peluang unik bagi para pemimpin ASEAN. Khususnya, untuk menunjukkan kemampuan, komitmen, dan kesiapan mereka dalam mengatasi pencemaran plastik.

“INC-4 dan INC-5 adalah momen penting bagi para pemimpin ASEAN untuk menuntut perjanjian yang kuat dan ambisius yang menempatkan manusia dan planet bumi sebagai prioritas utama,” ungkapnya.