LIPUTAN KHUSUS:

Walhi Gelar Ekonomi Nusantara Lewat Wilayah Kelola Rakyat


Penulis : Gilang Helindro

Walhi Nasional mengatakan, urgensi peralihan ekonomi eksploitatif berprinsip kapitalisme pada ekonomi yang membawa perbaikan pada alam dan masyarakat.

Lingkungan

Rabu, 01 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional mengungkapkan program penerapan Ekonomi Nusantara dengan membangun jejaring promosi dan pemasaran hasil-hasil bumi di lebih dari 1,3 juta lahan. Lahan tersebut tersebar di 28 provinsi dengan melibatkan lebih dari 199.767 kepala keluarga. 

Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, langkah ini adalah hal penting dari peralihan ekonomi eksploitatif berprinsip kapitalisme ke ekonomi yang membawa perbaikan pada alam dan masyarakat.

“Skema Ekonomi Nusantara mendukung praktik-praktik ekonomi lokal yang berkelanjutan dan menyatukan nilai-nilai ekologi, sosial, dan ekonomi secara seimbang. Secara alami, Ekonomi Nusantara menumbuhkan ekosistem baru yang di dalamnya merupakan jaringan ekonomi komoditas yang dihasilkan oleh komunitas dari wilayahnya, dengan tujuan untuk memulihkan hak-hak rakyat, ekosistem, dan ekonomi,” kata Zenzi, Selasa, 30 April 2024. 

Zenzi dalam paparannya mengatakan, roda penggerak dari Ekonomi Nusantara terletak pada pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat (WKR). WKR merupakan mekanisme pengelolaan wilayah tertentu yang integratif dan partisipatif, baik dalam aspek kepemilikan, konsumsi, tata kelola, dan produksi. Dengan demikian, WKR mampu menguatkan kedaulatan wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) atas pengelolaan sumber daya alam. 

Ilustrasi Pegembangan Wilayah Kelola Rakyat. Foto: Walhi Eknas

“WKR menjadi pondasi sekaligus kunci bagi WALHI dalam menciptakan ekosistem Ekonomi Nusantara sebagai upaya mendorong kemandirian ekonomi komunitas sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan dan energi dengan mengurangi emisi dan menyerap karbon,” ungkap Zenzi. 

Farah Sofa, Program Officer Natural Resources and Climate Change Ford Foundation Indonesia, menyatakan dukungannya terhadap Ekonomi Nusantara yang digagas oleh Walhi. Farah mengatakan hal ini sejalan dengan visi Ford Foundation sebagai lembaga filantropi untuk memperjuangkan keadilan sosial di tingkat tapak dengan memperhatikan mitigasi terhadap krisis iklim. 

“Salah satu isu yang menjadi perhatian Ford Foundation adalah Ekonomi Restoratif yang berfokus pada mekanisme ekonomi yang holistik, berkelanjutan, dan selaras dengan alam. Ekonomi Nusantara sebagai salah satu bentuk dari Ekonomi Restoratif menjadi contoh atas praktik ekonomi yang berkelanjutan dan selaras alam, serta mengutamakan kemandirian ekonomi masyarakat akar rumput,” kata Farah. 

Dalam laporan Walhi Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia” pada 2019-2021 yang dilakukan di 5 lanskap ekologis, yakni gambut, hutan dataran tinggi, perbukitan hutan dataran rendah dan pesisir yang dilakukan di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Jawa Timur dan Kalimantan Timur menunjukkan, praktek ekonomi nusantara tetap eksis dan menopang kehidupan rakyat.

“Di tingkat tapak, praktik ekonomi nusantara hanya mungkin dilakukan dengan baik jika ada pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat. Sampai saat ini WALHI mendampingi 1,3 juta lahan yang dikelola oleh komunitas. Dari pendampingan tersebut WALHI berhasil mengidentifikasi 77 jenis sumber pangan dan komoditas potensial sebagai sumber kesejahteraan komunitas, basis pembangunan ekonomi nasional, dan pangan global,” ungkap Zenzi. 

Sri Hartati, perwakilan dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bayang Bungo Sumatera Barat, menjelaskan praktek ekonomi nusantara dalam menghasilkan produk turunan hasil tanaman hutan, yakni sirup pala. Produk ini menjadi unggulan pemerintah Nagari Kapujan dan berhasil menjuarai Kompetisi Produk UMKM tingkat Kabupaten Pesisir Selatan. 

Roni Usman, Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) menambahkan, bahwa pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat terbukti efektif memulihkan lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal itu setidaknya bisa dibuktikan di Desa Ibun, Jawa barat. 

“Izin pengelolaan Perhutanan Sosial yang dikeluarkan KLHK pada tahun 2017 telah dikelola secara bertanggungjawab oleh komunitas Desa Ibun. Kawasan hutan yang dulunya hanya ditumbuhi ilalang dan rentan kebakaran kini dikelola warga dengan memadukan kopi dengan tanaman hutan. Saat ini, lebih dari 60% kawasan hutan yang dulunya terbuka telah hijau kembali, Di saat bersamaan, kopi yang ditanam menjadi sumber pendapatan baru,” ungkap Roni. 

Roni bilang, pengakuan dan perlindungan terhadap Wilayah Kelola Rakyat (WKR) menjadi pondasi yang krusial dalam mewujudkan visi Ekonomi Nusantara yang berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal. Hal ini terbukti dari pulihnya lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan warga ketika warga mendapat hak pengelolaan. 

“Oleh karena itu, pengakuan dan perlindungan terhadap WKR perlu diprioritaskan sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekonomi, ekologi, dan sosial di Indonesia. Inilah cara Indonesia menjadi pemimpin iklim, memberikan contoh kepada negara-negara lain tentang cara mengembangkan ekonomi yang adil dan merata,” kata Roni.