LIPUTAN KHUSUS:

Kebisingan Lalu Lintas Bikin Bayi Burung Kena Stunting


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Efek kebisingan yang sama mungkin mungkin terjadi pada spesies lain, termasuk manusia.

Biodiversitas

Kamis, 02 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sebuah penelitian terbaru yang dipimpin oleh Deakin University di Australia mengungkap efek negatif yang signifikan dari kebisingan lalu lintas tingkat sedang terhadap telur dan bayi burung yang sedang bersarang, yang menunjukkan bahwa paparan kebisingan semacam itu dapat memiliki dampak merugikan yang bertahan lama pada perkembangan dan kebugaran mereka.

Dilansir dari Earth, penelitian yang diterbitkan di jurnal Science ini menambah kekhawatiran yang semakin meningkat tentang polusi suara, yang sekarang diakui sebagai masalah lingkungan yang mempengaruhi bahkan daerah yang paling terpencil di Bumi.

“Kebisingan yang dihasilkan manusia telah menjadi bagian dari lingkungan dunia, dan kebisingan lalu lintas khususnya terus menerus terjadi secara global. Kebisingan tersebut telah terbukti mengubah perilaku pada berbagai hewan, termasuk burung,” kata para peneliti.

Para ilmuwan berfokus pada dampak perkembangan polusi suara pada burung zebra finch liar. Temuan ini menunjukkan bahwa paparan kebisingan lalu lintas--yang umum terjadi di lingkungan perkotaan--secara langsung memengaruhi pertumbuhan dan kebugaran burung, mulai dari saat mereka masih berupa embrio di dalam telur.

Ilustrasi burung kacamata. Foto: Arief Rahman/Wikipedia

Dalam percobaan mereka, para peneliti memapar telur dan bayi burung zebra finch dengan rekaman suara bising lalu lintas yang biasa terjadi, nyanyian spesies mereka, atau keheningan.

“Polusi suara meluas pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan semakin dikaitkan dengan gangguan reproduksi dan perkembangan di seluruh taksa. Namun, apakah gelombang suara bising secara intrinsik berbahaya bagi perkembangan anak burung--atau hanya mengganggu orang tua--dan konsekuensi kebugaran dari paparan dini masih belum diketahui,” tulis para penulis studi.

Hasil penelitian menunjukkan, burung yang terpapar kebisingan lalu lintas sejak tahap telur mengalami pertumbuhan yang terhambat ("stunting", red.), telomere ("sumbu umur", red.) yang lebih pendek, dan berkurangnya kebugaran saat dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa kebisingan tidak hanya mengubah perilaku burung dewasa, tetapi juga memiliki efek biologis langsung pada pertumbuhan anak burung.

“Di sini, dengan hanya memanipulasi keturunannya, kami menunjukkan bahwa paparan tunggal terhadap kebisingan pada awal kehidupan pada burung kutilang zebra memiliki konsekuensi kebugaran dan menyebabkan kematian embrio selama pemaparan,” catat para peneliti.

Para peneliti menyebutkan, paparan kebisingan lalu lintas sebelum dan sesudah kelahiran secara kumulatif mengganggu pertumbuhan dan fisiologi sarang serta memperparah pemendekan telomer di seluruh tahap kehidupan hingga dewasa.

“Konsisten dengan dampak somatik jangka panjang, paparan kebisingan di awal kehidupan, terutama sebelum lahir, menurunkan produksi keturunan individu hingga dewasa. Temuan kami menunjukkan bahwa efek polusi suara lebih luas daripada yang disadari sebelumnya,” tulis para penelit.

Dalam artikel perspektif yang terkait, Hans Slabbekoorn, seorang ahli ekologi dan perilaku akustik menekankan implikasi yang lebih luas dari temuan ini. Ia menjelaskan, studi Meillère dkk. tentang kutilang zebra memperkuat gagasan tentang dampak negatif kebisingan pada anak burung saat mereka berkembang di dalam telur, sebuah efek yang meluas ke paparan prenatal terhadap kebisingan pada spesies lain, termasuk manusia.

“Temuan ini menunjukkan bahwa lingkungan akustik penangkaran burung di kota dan di sepanjang jalan raya harus dikelola dengan lebih baik, dan kenyamanan akustik di lingkungan rumah sakit untuk ibu hamil dan bayi perlu mendapat perhatian khusus,” kata Slabbekoorn.

Bukti dari penelitian ini menyerukan penilaian ulang yang kritis terhadap risiko yang ditimbulkan oleh kebisingan antropogenik dan menyoroti kebutuhan mendesak akan strategi mitigasi kebisingan yang efektif untuk melindungi satwa liar dan kesehatan manusia.

Gangguan yang disebabkan oleh polusi suara terhadap fisiologi, perkembangan, dan reproduksi dapat menyebabkan penurunan kebugaran seumur hidup, menggarisbawahi perlunya para pembuat kebijakan dan konservasionis untuk mengatasi masalah lingkungan ini secara lebih proaktif.

Para peneliti menerangkan, polusi suara secara signifikan mempengaruhi hewan, mempengaruhi perilaku, fisiologi, dan bahkan kelangsungan hidup mereka di berbagai ekosistem. Misalnya, di lingkungan laut, suara bising dari kapal dan aktivitas industri dapat mengganggu komunikasi dan navigasi spesies seperti paus dan lumba-lumba, yang mengandalkan ekolokasi untuk mencari makanan, kawin, dan bermigrasi. Gangguan ini dapat menyebabkan berkurangnya keberhasilan perkawinan dan terkadang tabrakan kapal yang berakibat fatal.

Bahkan di luar dampak langsung terhadap komunikasi dan stres, polusi suara mengubah dinamika mangsa-pemangsa. Sebagai contoh, kebisingan dapat menutupi suara predator yang mendekat, yang menyebabkan tingkat pemangsaan yang lebih tinggi di daerah yang bising. Sebaliknya, beberapa pemangsa memanfaatkan hal ini, menggunakan suara bising buatan manusia untuk menyelinap ke mangsa yang tidak menaruh curiga.

Di darat, burung-burung sangat rentan; polusi suara dapat menutupi nyanyian mereka, yang sangat penting untuk menarik pasangan dan mempertahankan wilayah. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa daerah dengan tingkat kebisingan yang tinggi sering mengalami perubahan komposisi spesies burung, dengan spesies yang peka terhadap kebisingan menurun jumlahnya.

Selain itu, kebisingan kronis dapat memicu respons stres pada satwa liar, yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan gangguan sistem kekebalan tubuh, yang mengurangi kebugaran mereka secara keseluruhan.