LIPUTAN KHUSUS:

CRI Minta Prabowo Keluar dari Bisnis Bahan Bakar Fosil


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Presiden terpilih diminta melakukan divestasi dari bisnis bahan bakar fosil untuk memastikan kepentingan pribadi tidak mempengaruhi upaya dalam memerangi krisis iklim dan menegakkan hak-hak rakyat.

Tambang

Jumat, 03 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto Djojohadikusumo, dan anggota keluarga dekatnya diminta melepaskan diri dari kepemilikan dan investasi di bidang bahan bakar fosil, termasuk batu bara, minyak, dan gas. Hal ini, menurut Climate Rights International (CRI), dimaksudkan agar Menteri Pertahanan RI tersebut dapat menghindari konflik kepentingan di industri yang merusak lingkungan, meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan melanggar hak asasi manusia.

"Kepentingan finansial Prabowo Subianto di perusahaan bahan bakar fosil menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia," kata Brad Adams, Direktur Eksekutif Climate Rights International, dalam sebuah pernyataan resmi, Kamis pekan lalu. Menurut Brad Adams, Prabowo semestinya melakukan divestasi untuk memastikan bahwa kepentingan pribadinya tidak mempengaruhi upaya Indonesia dalam memerangi krisis iklim dan menegakkan hak-hak rakyat Indonesia.

CRI menyebut, bisnis yang dikaitkan dengan Prabowo di perusahaan batu bara, kelapa sawit, minyak dan gas, serta bubur kertas telah dilaporkan banyak media nasional dan internasional. Demikian pula oleh organisasi masyarakat sipil, seperti dalam penelitian Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

CRI juga meminta wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, untuk mendesak anggota keluarga dekatnya untuk melakukan divestasi dari perusahaan bahan bakar fosil di mana mereka mungkin berinvestasi.

Presiden RI terpilih, sekaligus Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto menerima kunjungan kehormatan Menteri Pertahanan Malaysia Yang Mulia Dato’ Seri Mohamed Khaled Nordin, di ruang kerja Menhan, Jakarta, Selasa (30/4/2024).

CRI menuturkan, saat sebagian besar negara di dunia mengurangi penggunaan batu bara untuk memerangi dampak terburuk dari krisis iklim, konsumsi batu bara Indonesia justru meningkat 33 persen pada 2022 dari tahun sebelumnya, dan Indonesia masih tetap menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia.

Pemanfaatan batu bara yang terus berlanjut di Indonesia, termasuk di kawasan industri nikel yang besar, merupakan bencana bagi iklim dan terjadi di saat para pemimpin dan pakar global menyerukan penghentian semua pengembangan batu bara baru. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara, termasuk Keputusan Presiden pada September 2022 untuk meniadakan pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2050.

Namun, komitmen ini tampaknya mengecualikan pembangkit listrik tenaga batu bara, yang secara langsung memberi daya pada operasi industri. Climate Rights International menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk mempercepat penghapusan semua batu bara dan kepada negara-negara kaya untuk membantu hal ini melalui kontribusi yang sesuai dengan tolok ukur melalui Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan.

Climate Rights International mengatakan, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, mineral penting yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik dan energi terbarukan lainnya. Dalam sebuah laporan pada bulan Januari, Climate Rights International mendokumentasikan bagaimana industri pertambangan dan pengolahan nikel di Indonesia mendorong terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan, serta berkontribusi terhadap krisis iklim.

Selain menyebabkan pencemaran lingkungan yang parah dan berdampak pada masyarakat adat, beberapa anggota masyarakat melaporkan bahwa tanah mereka dirampas oleh perusahaan-perusahaan nikel, sementara yang lain mengatakan kepada Climate Rights International bahwa mereka diintimidasi untuk menjual tanah mereka oleh polisi dan tentara.

Climate Rights International menganggap Indonesia telah gagal untuk sepenuhnya mengakui masyarakat adat dan tanah adat mereka, dan malah mengklaim wilayah-wilayah tersebut sebagai aset milik negara, yang menyebabkan konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan, termasuk perusahaan pertambangan nikel. Kelompok-kelompok hak-hak masyarakat adat mendesak pemerintah Indonesia untuk mengesahkan RUU Hak Masyarakat Adat, yang telah gagal disahkan oleh DPR selama bertahun-tahun, untuk menyederhanakan proses pengakuan masyarakat adat dan tanah adat mereka.

"Sebagai pemimpin negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Prabowo harus memprioritaskan penegakan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan hidup, dan aksi iklim,” ujar Adams.

Ketika Prabowo mulai menjabat pada bulan Oktober, ujar Adams, Prabowo semestinya menghentikan perizinan proyek-proyek bahan bakar fosil baru, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara, mengesahkan RUU Hak-Hak Masyarakat Adat, dan berkomitmen untuk menegakkan dan memperkuat hak asasi manusia dan hukum lingkungan di Indonesia.