LIPUTAN KHUSUS:
Di Kaltim: Lubang Tambang Ada, Korban Sudah 3, Lalu Hukum ke Mana
Penulis : Aryo Bhawono
Lubang tambang yang merenggut dua nyawa anak-anak pada Ahad lalu itu sebelumnya telah merenggut nyawa anak berusia 12 tahun pada 2015.
Tambang
Rabu, 08 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Lubang bekas tambang kembali memakan korban di Samarinda, Kalimantan Timur, pada Minggu (5/5/2024). Namun, meski lubang tambangnya ada, korbannya benar-benar ada, malah dua orang yang meninggal, tapi tak ada pihak yang bertanggung jawab atas tragedi ini.
Korban itu adalah dua orang bocah kakak beradik berinisial MRS (9 tahun, laki-laki) dan RPS (12 tahun, perempuan). Keduanya tewas tenggelam di danau bekas tambang batu bara di kawasan Jl. Lobang 3 Kelurahan Loa Buah, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Keduanya adalah korban kesekian kali atas lubang tambang yang ditinggal begitu saja tanpa reklamasi.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mareta Sari mengungkap kasus kecelakaan hingga mengakibatkan kematian di lubang bekas tambang seperti didiamkan begitu saja oleh pemerintah. Penelusuran Jatam Kaltim menemukan, lubang tambang yang merenggut dua nyawa anak-anak itu sebelumnya pernah merenggut nyawa anak berusia 12 tahun, Aprilia Wulandari, pada 2015.
“Dari hasil pengecekan tim, kami menduga lubang yang ditinggalkan itu merupakan bekas galian dari PT. Transisi Energy Satunama,” jelasnya.
Penelusuran informasi tentang perusahaan ini di situs AHU online Kementerian Hukum dan HAM menemukan, yang didaftarkan sebagai pemilik manfaat perusahaan ini adalah Eko Priyatno, dengan alamat korespondensi di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Mareta, TES sudah selesai masa izin operasinya di lubang itu, namun lubang tambangnya dibiarkan menganga dan hanya diisi air. Padahal kawasan itu dekat dengan pemukiman maupun fasilitas publik.
Kasus lubang tambang semacam ini, kata Mareta, marak di Kaltim. Karena itu, sudah sejak 2011, pihaknya menyarankan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur untuk menutup lubang tambang yang ada di Kalimantan Timur. Namun pemerintah justru menjawab bahwa dana reklamasi tidak cukup.
“Tahun 2011 kami menyarankan kepada Dinas Lingkungan Hidup untuk menutup bekas lubang tambang. Namun mereka bilang bahwa dana reklamasi tidak cukup. Jika memang begitu, harusnya pemerintah tutup bekas lubang yang ada di sekitar area pemukiman,” kata dia.
Padahal pada saat itu, penyelesaian kawasan bekas tambang, termasuk lubang tambang, seharusnya mengacu pada UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa perusahaan tambang harus melakukan reklamasi dan pemulihan di kawasan bekas tambang.
Mereka pun harus menyerahkan jaminan reklamasi (jamrek) kepada pemerintah daerah selaku pemberi izin. Namun sayangnya pelaksanaan jaminan ini tak terbuka. Penyelesaian reklamasi dan pemulihan lingkungan yang tak dilakukan pun tanpa sanksi. Sedangkan pemerintah sendiri angkat tangan.
“Parahnya kini dengan UU Minerba baru, UU No 3 tahun 2020, kewajiban ini tidak ada atau tidak ketat. Ini kan menunjukkan secara sengaja bahwa pemerintah sekedar menjerumuskan keselamatan warga di area bekas tambang,” kata dia.
Meski begitu, Mareta berharap pemerintah melakukan tindakan tegas. Perusahaan pemilik bekas lubang tambang yang tidak direklamasi dan dipulihkan seharusnya diumumkan dan diproses secara hukum.
Penelitian hukum mahasiswa UNS, Agrona Renantera Prasetyo, berjudul ‘Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Hilangnya Nyawa di Lubang Bekas Galian Tambang’ yang diterbitkan Jurnal Recidive Volume 10 menyebutkan sebenarnya pemerintah maupun pengusaha dapat menerapkan pidana terhadap perusahaan-perusahaan itu.
Pasal 112 UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat diterapkan terhadap pejabat yang melakukan pembiaran lubang tambang. Pasal 71 dan 72 perundangan yang sama juga dapat menjerat pengusaha.
Selain itu Pasal 259 KUH Pidana dapat diterapkan terhadap kesalahan atau yang menyebabkan orang lain mati.