LIPUTAN KHUSUS:
Bank ADB Diminta Setop Danai Solusi Iklim Palsu
Penulis : Gilang Helindro
Koalisi masyarakat sipil meminta ADB memperkuat kebijakan perlindungan.
Lingkungan
Rabu, 15 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Koalisi masyarakat sipil mendesak Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk menghentikan pendanaan proyek-proyek solusi palsu yang memperparah krisis iklim.
ADB baru saja menggelar pertemuan awal Mei 2024 lalu di Tbilisi, Georgia. Representasi masyarakat sipil dari berbagai negara, terutama Asia dan Pasifik hadir untuk mendesak ADB. Koalisi masyarakat sipil meminta ADB memperkuat kebijakan perlindungan (safeguard policy). Selain itu, menghentikan pendanaan proyek-proyek skala besar yang menimbulkan kerusakan lingkungan, memperburuk krisis iklim, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Solidaritas Perempuan, dan Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice menilai pertemuan tahunan ADB 2024 sama sekali tidak memperlihatkan komitmen pada perlindungan. Terutama, bagi perlindungan lingkungan, hak asasi manusia, serta hak asasi perempuan.
Abdul Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Walhi mengatakan, ADB terbukti tidak memperlihatkan komitmen dari gelontoran uang yang masih akan terus diberikan untuk proyek-proyek solusi iklim palsu, yaitu proyek yang mendahulukan investasi untuk energi dan transportasi yang tidak berkelanjutan secara lingkungan dan sosial.
“Itu justru menimbulkan ketidakadilan iklim dan ketidakadilan gender,” kata Gofar, dikutip Selasa, 14 Mei 2024.
Menurut Gofar, kegagalan proyek geothermal di Indonesia pun sudah terlihat nyata. Di antaranya di Geothermal/PLTP Muara Laboh di Sumatera Barat, PLTP Ulumbu Poco Leok di Nusa Tenggara Timur, dan PLTP lainnya. Proyek tersebut telah berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Seperti pengambilalihan lahan secara paksa, perusakan sungai yang menyebabkan gagal panen, dan ancaman kesehatan dari gas.
Bagi perempuan, kehadiran proyek geothermal berdampak berbeda karena peran gendernya. Kehancuran sumber penghidupannya dapat meningkatkan beban perempuan dan gangguan kesehatan reproduksi.
“Bahkan, pendekatan militeristik yang dilakukan negara berdampak pada trauma dan gangguan mental dalam jangka panjang bagi perempuan dan anak-anak,” ungkap Ghofar.
Safeguard ADB belum berjalan secara maksimal. Namun, saat ini ADB justru memperlemah aturan perlindungan (safeguard) baru atau Environmental and Social Framework (ESF) 2024. ADB mengklaim sebagai bank yang mempromosikan perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia, termasuk perlindungan hak perempuan. Namun, draft ESF ini justru tidak sejalan dengan komitmen tersebut.
“Lemahnya ESF menguntungkan korporasi dan justru akan memperluas kerusakan lingkungan, memperparah krisis iklim, perampasan lahan, penggusuran, dan memperkuat ketidakadilan gender. Draft ESF tidak mengakomodasi tuntutan masyarakat sipil. Khususnya, soal penguatan aturan perlindungan yang mampu melindungi lingkungan dan masyarakat dari proyek ADB,” kata Ghofar.
Koalisi masyarakat sipil mendesak ADB merevisi draft ESF dengan substansi yang memperkuat perlindungan lingkungan hidup sejalan dengan konvensi internasional. Gofar menambahkan, substansi juga harus menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mengakui hak masyarakat untuk menolak proyek ADB.