LIPUTAN KHUSUS:
World Water Forum: Pemerintah Dorong Manajemen Air di Pulau Kecil
Penulis : Gilang Helindro
Di pulau-pulau kecil kita tahu airnya bermasalah, kata Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas.
Konservasi
Jumat, 17 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - World Water Forum (WWF) akan berlangsung 18-25 Mei 2024 di Bali. Indonesia bersama Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) membahas solusi pemberdayaan konservasi air dan ancaman krisis air seperti fenomena water stress di sejumlah wilayah di Indonesia.
Water stress merupakan fenomena saat kebutuhan akan air jauh melebihi jumlah yang tersedia selama periode tertentu. Kualitas air yang tersedia juga jadi memburuk akibat water stress lantaran pemanfaatan yang terlalu besar.
Forum WWF menjadi penting bagi Indonesia. Terlebih, Indonesia sebagai negara kepulauan sangat mengandalkan pemanfaatan air untuk kehidupan sehari-hari dan menjadi salah satu cadangan air bersih yang melimpah di dunia.
Medrilzam, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, pentingnya konservasi air dalam WWF ke-10. Konservasi air perlu diutamakan, kata Medrilzam, Kamis, 16 Mei 2024, "Karena sebagian besar sumber mata air yang ada di Indonesia jumlahnya semakin berkurang, berdasarkan data dari sejumlah penelitian."
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan, 40,64 persen rumah tangga Indonesia menjadikan air kemasan bermerek atau air isi ulang sebagai sumber air minum mereka. Selanjutnya, 17,07 persen rumah tangga memperoleh air minum dari sumur bor atau pompa, 15,26 persen dari sumur terlindungi, dan 12,17 persen dari mata air yang terlindungi maupun tidak.
Rumah tangga yang sumber minum utamanya berasal dari air ledeng atau tap water, air permukaan atau air hujan, serta sumur tak terlindungi proporsinya kurang dari 10 persen.
BPS juga mencatat, setidaknya ada 91,72 persen rumah tangga Indonesia yang telah memiliki akses sumber air minum layak pada Maret 2023.
Berdasarkan wilayahnya, DKI Jakarta jadi provinsi yang paling banyak memiliki akses sumber air minum layak, yaitu 99,42 persen.
Di bawahnya ada Bali dengan proporsi akses sumber air minum layak 98,31 persen, DI Yogyakarta 96,69 persen, dan NTB 96,03 persen.
Medrilzam mengatakan, kondisi tersebut mendorong Bappenas untuk tidak lagi sekedar membangun sarana guna meningkatkan kapasitas air, tetapi juga mengupayakan integrasi dari semua upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan upaya konservasi air.
"Saya tahu selama ini kita sudah melakukan berbagai langkah, ada dari KLHK, Kementerian PUPR, Pemda, dan sebagainya. Untuk itu, mungkin kita perlu duduk lagi sama-sama untuk lebih efektif lagi, agar program-program ini bisa kita integrasikan," ungkap Medrilzam.
Medrilzam juga menyampaikan beberapa target yang ingin dicapai pemerintah, salah satunya, pemerintah ingin mengarusutamakan isu manajemen air, terutama untuk perkembangan manajemen air di pulau-pulau kecil.
"Di pulau-pulau kecil kita tahu airnya bermasalah, dan kita tahu betul persoalan di negara-negara yang punya pulau-pulau kecil, terluar dan sebagainya. Oleh karena itu, ini tetap mendapat prioritas," kata Medrilzam.
Selain itu, ada pengembangan pusat pengetahuan tentang air dan ketahanan air terhadap perubahan iklim, termasuk pengembangan berbagai inovasi dan teknologi sehingga krisis air dan dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air dapat diatasi.
“Pemerintah juga ingin ada penetapan Hari Danau Sedunia sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya peran air bagi kehidupan manusia,” kata Medrilzam.
Sementara itu, melalui forum tersebut, pemerintah juga ingin mengumpulkan hasil dan tindakan nyata yang telah dan dapat dilakukan di masa mendatang untuk mengatasi permasalahan air.