LIPUTAN KHUSUS:

Pembukaan Kebun PT Sawit Panen Terus Cemari Sungai Singgersing


Penulis : Gilang Helindro

Tim GIS Walhi Aceh menemukan pembukaan lahan di sekitar sungai Singgersing oleh PT Sawit Panen Terus berlangsung Januari - April 2024. Hutan lindung ikut dirambah.

Sawit

Senin, 27 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mengabarkan sungai Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kabupaten Subulussalam, Provinsi Aceh tercemar dengan potongan kayu yang hanyut dari hulu. Air sungai itu pun menjadi keruh karena bercampur dengan lumpur. 

Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin mengatakan pencemaran ini diduga akibat ada aktivitas proses pembersihan dan penyiapan lahan oleh perusahaan sawit PT Sawit Panen Terus. "Informasi yang kami peroleh, kejadiannya baru dalam dua bulan terakhir akibat adanya land clearing perusahaan sawit yang sedang membuka lahan di sana," kata Shalihin, dikutip Jumat 24 Mei 2024.

Shalihin mengatakan, selain mengancam keselamatan warga yang bermukim di bantaran sungai tersebut, aktivitas land clearing ini berdampak pada nelayan. 

“Mereka tidak dapat lagi memasang bubu atau jaring untuk menangkap ikan, karena adanya bongkahan kayu yang hanyut dari hulu,” ungkap Shalihin. “Tak hanya itu, dampak lain yang dirasakan warga selama proses land clearing ini, air sungai sering meluap yang membuat rumah terendam air. Termasuk banyak lumpur yang menimbun kebun warga yang menyebabkan gagal panen,” Shalihin menambahkan.

Warga selama proses land clearing ini, air sungai sering meluap yang membuat rumah terendam air. Foto: Walhi Aceh

Menurut pantauan tim Geographic Information System (GIS) Walhi Aceh, pembukaan lahan di sekitar bantaran sungai sekitar rentang waktu Januari - April 2024. Luasan kehilangan tutupan hutan mencapai 1.767,35 hektare, dan sekitar 26 hektare di antaranya merambah Hutan Lindung. 

“Temuan kami sangat jelas, tercemarnya sungai Singgersing itu selama proses pembukaan lahan perkebunan sawit, karena sebelumnya tidak ada temuan seperti itu di sana,” kata Shalihin. "Pada 2023 lalu kondisi tutupan hutan masih bagus," kata dia. 

Sebelumnya perangkat Gampong Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, berkirim surat soal pencemaran sungai tersebut kepada Pj Walikota dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLKH) Subulussalam. Laporan tersebut disampaikan pada 8 Mei 2024 lalu.

Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa Singgersing, Kepala Mukim Batu-Batu, dan sejumlah tokoh masyarakat. Surat ditembuskan kepada Camat Sultan Daulat, KPH VI Kota Subulussalam, Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK), Kejaksaan Negeri (Kejari), Kapolres, Dinas Perkebunan Kota Subulussalam, termasuk ditembuskan ke BKSDA Aceh.

“Sepengetahuan kami hingga sekarang belum ada tindak lanjut penyelesaiannya. Pencemaran sungai tersebut masih saja terjadi,” ungkap Shalihin.

Dampak land clearing perusahaan sawit di Kecamatan Sultan Daulat tidak hanya berpengaruh pada kualitas sungai, tetapi juga mengancam areal objek wisata Silangit-Langit. Sebelumnya setiap hari libur tempat ini dipenuhi dengan pengunjung, namun sekarang turun drastis. Padahal itu merupakan objek wisata andalan di Kota Subulussalam yang dapat mendongkrak perekonomian warga.

Walhi Aceh meminta Aparat Penegak Hukum (APH), pemerintah Kota Subulussalam mengusut praktek ilegal PT Sawit Panen Terus (SPT) yang membuka lahan perkebunan sawit di sekitar sungai tersebut

Berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLKH) Kota Subulussalam, menurut Walhi Aceh, PT SPT belum mengantongi izin apapun, sehingga dapat dikatakan perusahaan sawit itu beroperasi secara ilegal dan ini masuk ranah pidana.

“Kami minta PT SPT hentikan kegiatannya dan APH harus mengusut tuntas praktek ilegal tersebut. Ini bentuk dari perambahan dan sudah masuk unsur pidana,” kata Shalihin

Shalihin bilang, desa yang terdampak sudah menyurati pemerintah Kota Subulussalam, bahwa ada pencemaran sungai karena ada praktek land clearing perusahaan sawit. “Jangan demi pengusaha sawit, ekosistem dirusak dan juga mengorbankan perekonomian warga,” kata Shalihin.

Menurut Walhi Aceh, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, menempati daerah paling tinggi kehilangan tutupan hutan dibandingkan kecamatan lain, selama 2015-2022, dengan 3.763 hektare lebih pembukaan lahan. Artinya 47 persen dari total kehilangan tutupan hutan di Subulussalam seluas 7.046 hektare berasal dari Kecamatan Sultan Daulat. 

Selanjutnya, Kecamatan Simpang Kiri kehilangan tutupan hutan selama 8 tahun terakhir seluas 1.174 hektare, Rundeng 859 hektare, Penanggalan 649 hektar dan Longkib seluas 601 hektare. “Data ini belum memasukkan kerusakan pada 2023. Diperkirakan kalau dimasukkan hingga April 2024 luasannya lebih besar,” kata Salihin.

Walhi Aceh menilai, kerusakan sungai ini harus segera diatasi sebelum terlambat, karena dapat berdampak terhadap berbagai ekosistem yang ada di sana. Selain itu juga kegiatan ini berpotensi meninmbulkan konflik sosial antara warga dengan perusahaan sawit yang sedang melakukan pembersihan lahan.