LIPUTAN KHUSUS:

Bapak Adat Sorbatua Lawan PT Toba Pulp di Sidang Bertangan Kosong


Penulis : Aryo Bhawono

Penasihat hukum tokoh kunci dalam melawan PT Toba Pulp Lestari itu dipingpong Pengadilan Negeri Simalungun saat meminta Berita Acara Pemeriksaan.

Hukum

Minggu, 26 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ketua Adat Ompu Siallagan, Sorbatua Siallagan, disidang di Pengadilan Negeri Simalungun tanpa memegang Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kuasa hukum menganggap persidangan ini cacat.

Saorbatua Siallagan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Simalungun pada Rabu (22/5/2024). Namun lelaki berusia 65 tahun itu menjalani sidang tanpa BAP. Penasihat Hukum Sorbatua, Audo Sinaga, mengungkapkan pihaknya telah mengajukan surat permohonan BAP kepada majelis hakim. Namun mereka menyuruh penasihat hukum mengajukan permohonan itu melalui bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Simalungun. 

Namun petugas di sana menyampaikan permintaan salinan BAP harus melalui disposisi Ketua Pengadilan terlebih dahulu.

“Tindakan Majelis Hakim maupun Pengadilan Negeri Simalungun yang tidak memberikan BAP lengkap tersebut telah melanggar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena Pasal 72 KUHAP telah mengatur hak terdakwa untuk mendapatkan BAP guna kepentingan pembelaannya,” ucap dia kepada redaksi Betahita. 

Sejumlah komunitas yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi solidaritas di depan gedung PN Simalungun. Foto: AMAN Tano Batak

Menurutnya penolakan PN Simalungun dengan alasan prosedur internal tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran hak terdakwa.

Pada persidangan ini Sorbatua didakwa dengan pasal pembakaran hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. Dakwaan jaksa penuntut umum menyebutkan tindakan pembakaran kawasan hutan tersebut melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. 

Selanjutnya tindakan menduduki kawasan hutan tanpa izin melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Menurut Audo, Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat mereka sejak tahun 1700-an jauh sebelum Republik Indonesia merdeka tahun 1945. Pemerintah menetapkan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan pada tahun 1982 padahal wilayah tersebut adalah wilayah adat Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. Pada tahun 1993 Pemerintah memberikan izin konsesi hutan kepada PT Toba Pulp Lestari (TPL). Akan tetapi, dalam Surat Dakwaan JPU malah mendakwa Sorbatua Siallagan membakar hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. JPU sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah berdiam di wilayah itu jauh sebelum izin konsesi PT. TPL diberikan negara. 

Pada persidangan ini tim penasihat hukum menyampaikan surat permohonan penangguhan penahanan dengan 22 orang penjamin yang terdiri dari akademisi, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. 

Sementara di luar gedung persidangan, sejumlah komunitas yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi solidaritas. Mereka menuntut pembebasan Sorbatua, menghentikan kriminalisasi masyarakat adat yang memperjuangkan hak-hak mereka, dan mengesahkan Perda Masyarakat Adat di Sumatera Utara.