LIPUTAN KHUSUS:
Diteliti: Interaksi Kera Hitam Sulawesi dengan Plastik
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Proyek ini merupakan yang pertama di dunia dalam meneliti interaksi antara kera dan polusi plastik.
Biodiversitas
Selasa, 28 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Sebuah proyek penelitian baru telah dimulai untuk menyelidiki dampak polusi plastik terhadap kera hitam sulawesi (Macaca maura), spesies kera yang terancam punah dan dilindungi di Indonesia. Penelitian ini dihela tim peneliti dari Universitas Hasanuddin dan University of Portsmouth.
Dalam sebuah rilis disebutkan, penelitian ini bertujuan untuk memahami sejauh mana interaksi kera dengan sampah plastik dan bagaimana masyarakat lokal memandang hal tersebut.
Karena, meskipun banyak perhatian yang diberikan pada polusi plastik di laut, hanya sedikit yang diketahui tentang dampaknya terhadap satwa liar di darat, terutama di wilayah seperti Indonesia yang merupakan penghasil sampah plastik dan pusat keanekaragaman hayati. Proyek ini merupakan yang pertama di dunia dalam meneliti hubungan antara kera dan polusi plastik.
"Kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang distribusi plastik di lingkungan darat dan dampaknya terhadap satwa liar. Proyek ini berusaha mengisi kesenjangan tersebut dengan meneliti bagaimana kera berinteraksi dengan polusi plastik," kata Dr Teresa Romero, dari Departemen Psikologi di University of Portsmouth, 20 Mei 2024.
Penelitian ini akan melibatkan pengamatan langsung, pemantauan langsung, dan penggunaan kamera untuk mempelajari perilaku kera di sekitar sampah plastik. Data yang dikumpulkan akan membantu mendokumentasikan sejauh mana interaksi antara satwa liar dan sampah dan menilai tingkat polusi plastik di wilayah jelajah kera.
"Proyek ini akan membantu kita memahami dampak polusi plastik terhadap satwa liar, yang diperlukan untuk mengembangkan rencana konservasi yang efektif untuk melindungi satwa liar dan lingkungan," ujar Dr Risma Maulany, dari Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Fase selanjutnya dari proyek ini akan melibatkan kerja sama dengan komunitas lokal untuk mengembangkan metode berbasis seni interdisipliner yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang polusi plastik dan mempromosikan upaya konservasi. Intervensi ini akan dirancang bersama dengan organisasi lokal yang terpercaya dan disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat yang terlibat.
Wakil Direktur Revolution Plastics Institute di University of Portsmouth, Dr Cressida Bowyer, mengatakan, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam diskusi adalah hal yang sangat penting untuk mendorong solusi yang berkelanjutan terhadap polusi plastik. Dengan memahami persepsi lokal dan meningkatkan keterlibatan masyarakat, kita dapat bekerja menuju kebijakan pengelolaan sampah yang efektif dan inisiatif konservasi.
"Tujuan kami bukan hanya untuk memahami dampak polusi plastik terhadap kera, tetapi juga bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk mengambil tindakan. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan perubahan yang berarti dan melindungi satwa liar dan kesejahteraan manusia," ucapnya.
Menurutnya, dengan Indonesia yang menghadapi tantangan pengelolaan sampah yang kritis, terutama di daerah pesisir seperti Sulawesi, penelitian ini memiliki potensi untuk menginformasikan keputusan kebijakan dan mendorong perubahan di tingkat lokal dan nasional. Dengan bekerja sama lintas disiplin ilmu dan lintas batas negara, para peneliti membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan bagi satwa liar dan masyarakat.
Hanya tersebar di Sulawesi Selatan
Di International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List, Macaca maura, menyandang status spesies endangered (terancam), berdasarkan assessment 2015 lalu. Populasi jenis kera ini hanya tersebar di Sulawesi Selatan.
Sejauh ini belum ada angka terbaru jumlah populasi Macaca maura. Menurut IUCN, MacKinnon (1983) memperkirakan jumlah populasi Macaca maura sebanyak 56.000 individu, dan Bynum dkk. (1999) memperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000. Populasinya kemungkinan besar masih menurun, dan penelitian yang lebih cermat mungkin menunjukkan bahwa spesies ini mungkin sangat terancam punah.
Namun, James Burton (pers. comm.) mencatat bahwa metode survei yang digunakan dalam kedua perkiraan populasi ini berbeda, dan tingkat penurunan selama periode penilaian sebelumnya (kira-kira 1975-2008) kemungkinan besar berkisar antara 50% dan 80%, bukan lebih besar dari 80%. Jumlah populasi saat ini tidak diketahui. Pada 1990-an, perkiraan kepadatan Macaca maura berkisar antara 6,3-63,2 individu/km² (Supriatna dkk. 1992).
Populasi yang berada di Cagar Alam Karaenta, bagian Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TNBABUL) seluas 1.000 hektare, mencapai kepadatan 70 individu/km² pada 1998 (Okamoto dkk . 2000). Di luar kawasan konservasi itu, perkiraan kepadatan populasi berkisar antara 16 dan 98 individu/km² (Achmad 2009, Labahi 2010).
Ancaman utama terhadap kera hitam sulawesi dan jenis kera sulawesi lainnya, adalah gangguan dan fragmentasi habitat serta hilangnya habitat secara keseluruhan (Evans dkk. 2001). Spesies ini diracun dan dijebak oleh petani lokal karena dianggap sebagai perampok tanaman.
Primata-primata ini sering dipelihara sebagai hewan peliharaan oleh masyarakat setempat. Meningkatnya pemukiman manusia telah meminggirkan sebagian besar penduduk ke kawasan karst yang tidak dapat dikembangkan.
Namun, penambangan semen menghancurkan sebagian dari kawasan ini, dan hal ini dikombinasikan dengan rencana pembangunan jalan provinsi dapat menjadi ancaman serius bagi semua spesies yang hidup di karst dalam waktu dekat.