LIPUTAN KHUSUS:

Peningkatan Emisi Dinitrogen Oksida Percepat Perubahan Iklim


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Emisi dinitrogen oksida (N2O)--gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) atau metana (CH4)--terus meningkat antara 1980 dan 2020. Peningkatan emisi N2O ini jadi salah satu biang semakin cepatnya perubahan iklim terjadi

Perubahan Iklim

Jumat, 14 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Emisi dinitrogen oksida (N2O)--gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) atau metana (CH4)--terus meningkat antara 1980 dan 2020. Periode di mana lebih dari 10 juta metrik ton dilepaskan ke atmosfer, terutama melalui praktik-praktik pertanian. Peningkatan emisi N2O ini jadi salah satu biang semakin cepatnya perubahan iklim terjadi. Demikian menurut sebuah laporan baru dari Global Carbon Project.

Antara 1980 hingga 2020, lebih dari 10 juta metrik ton dinitrogen oksida (N2O)--gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) atau metana (CH4)--dilepaskan ke atmosfer, terutama melalui praktik-praktik pertanian.

Dilansir dari Phys, dalam laporan "Global Nitrous Oxide Budget 2024", yang dipimpin oleh para peneliti dari Boston College dan diterbitkan dalam jurnal Earth System Science Data itu, disebutkan produksi pertanian menyumbang 74% dari emisi N2O yang disebabkan oleh manusia pada 2010-an, terutama disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia dan kotoran hewan di lahan pertanian.

Laporan itu menyebut, di era ketika emisi gas rumah kaca harus menurun untuk mengurangi pemanasan global, pada 2020 dan 2021, N2O mengalir ke atmosfer dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada waktu lain dalam sejarah. Di Bumi, kelebihan nitrogen berkontribusi terhadap polusi tanah, air, dan udara. Di atmosfer, nitrogen menipiskan lapisan ozon dan memperburuk perubahan iklim.

Indonesia semakin sering mengalami bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Foto udara menunjukkan situasi usai banjir bandang melanda Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada September 2020. Dok Teguh Pratama/Tim Reaksi Cepat BNPB

Disebutkan dalam laporan itu, emisi pertanian mencapai 8 juta metrik ton pada 2020, meningkat 67% dari 4,8 juta metrik ton yang dikeluarkan pada 1980. Studi ini dinilai paling komprehensif tentang emisi dan penyerap nitrogen oksida global yang dihasilkan oleh sebuah tim yang terdiri dari 58 peneliti dari 55 organisasi di 15 negara.

Penulis utama laporan tersebut, Hanqin Tian, Profesor Keberlanjutan Global Schiller Institute di Boston College, mengatakan emisi N2O dari aktivitas manusia harus menurun untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 2°C seperti yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.

"Mengurangi emisi N2O adalah satu-satunya solusi karena pada saat ini belum ada teknologi yang dapat menghilangkan N2O dari atmosfer," katanya.

Tian menuturkan, konsentrasi N2O di atmosfer mencapai 336 bagian per miliar pada 2022, meningkat 25% dari tingkat pra-industri yang jauh melampaui prediksi yang sebelumnya dikembangkan oleh Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim.

"Peningkatan emisi ini terjadi ketika gas rumah kaca global seharusnya menurun dengan cepat menuju emisi nol bersih jika kita memiliki kesempatan untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim," ujar Tian.

Petani di dunia menggunakan 60 juta metrik ton pupuk nitrogen komersial pada 1980. Pada 2020, sektor ini menggunakan 107 juta metrik ton. Pada tahun yang sama, kotoran hewan menyumbang 101 juta metrik ton untuk total penggunaan 2020 sebesar 208 juta metrik ton. Peningkatan gas rumah kaca yang tidak terkendali dengan potensi pemanasan global sekitar 300 kali lebih besar daripada karbon dioksida, menghadirkan konsekuensi yang mengerikan bagi planet ini.

Berdasarkan jutaan pengukuran N2O yang dilakukan selama empat dekade terakhir di daratan dan di atmosfer, sistem air tawar, dan lautan, Tian melanjutkan, para peneliti telah menghasilkan penilaian paling komprehensif tentang N2O global hingga saat ini.

Para peneliti memeriksa data yang dikumpulkan di seluruh dunia untuk semua kegiatan ekonomi utama yang menyebabkan emisi N2O dan melaporkan 18 sumber antropogenik dan sumber alami serta tiga penyerap N2O global. Ada sepuluh negara penghasil emisi N2O teratas yang para peneliti temukan, yakni Cina, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Pakistan, Australia, Indonesia, Turki, dan Kanada.

Menurut laporan itu, beberapa negara telah berhasil menerapkan kebijakan dan praktik-praktik untuk mengurangi emisi N2O, menurut laporan tersebut. Emisi di Cina telah melambat sejak pertengahan 2010-an, demikian pula emisi di Eropa selama beberapa dekade terakhir.

Di Amerika Serikat, emisi pertanian terus merangkak naik sementara emisi industri sedikit menurun, sehingga secara keseluruhan emisi agak datar. Sumber alami emisi N2O dari tanah, air tawar dan air asin tetap stabil

Didirikan pada 2001, The Global Carbon Project menganalisis dampak aktivitas manusia terhadap emisi gas rumah kaca dan sistem bumi, menghasilkan anggaran global untuk tiga gas rumah kaca yang dominan--karbon dioksida, metana, dan N2O--yang menilai emisi dan penyerapnya sebagai bahan penelitian, kebijakan, dan tindakan internasional lebih lanjut.