LIPUTAN KHUSUS:
Raffi Ahmad Niat Mundur dari Gunung Kidul, Koalisi: Lainnya Juga!
Penulis : Aryo Bhawono
Koalisi Gunungkidul Melawan menyambut baik sikap Raffi Ahmad dan meminta investor lain untuk mundur dari rencana pembangunan proyek di kawasan bentang alam karst Gunungkidul dan Gunung Sewu.
Ekosistem
Sabtu, 15 Juni 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Raffi Ahmad menyatakan akan mundur dari proyek pembangunan Beach Club di Gunungkidul. Koalisi Gunungkidul Melawan menyambut baik sikap ini dan meminta investor lain untuk mundur dari rencana pembangunan proyek di kawasan bentang alam karst Gunungkidul dan Gunung Sewu.
Pernyataan ini diungkap Raffi melalui akun instagramnya pada Kamis lalu (12/6/2024). Ia menyatakan sebagai warga negara yang baik akan mematuhi peraturan dalam menjalankan bisnisnya, termasuk proyek pembangunan Beach Club di Desa Ngestirejo, Kepanewon Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
“Jika memang belum memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan saya akan menarik diri dari proyek ini,” ucap dia.
View this post on Instagram
Sebelumnya, rencana pembangunan resort yang bernama “Bekizart” itu dipublikasikan Raffi Ahmad di Instagramnya pada tanggal 16 Desember 2023.
Koalisi Gunungkidul Melawan menanggapi pernyataan ini dengan baik. Mereka menunggu realisasi dari pernyataan Raffi Ahmad dan mendesak agar investor lainnya segera membatalkan rencana pembangunan resort dan beach club di kawasan bentang alam karst Gunungkidul dan Gunung Sewu.
Koalisi ini terdiri dari berbagai organisasi seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta, anak-anak muda di komunitas Gunungkidul Melawan, Climate Rangers Jogja, LBH Yogyakarta, WeSpeakUp.org, dan 350.org.
Kajian awal WALHI Yogya menemukan adanya dugaan pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DIY oleh Bekizart. Kajian pola ruang dan struktur ruang, menunjukkan lokasi Bekizart berada di kawasan peruntukan pertanian, dan bukan peruntukan pariwisata.
Deputi Direktur WALHI Yogyakarta, Dimas R. Perdana menyatakan meski Raffi sudah menyatakan akan keluar dari proyek tersebut, bukan berarti proyeknya akan berhenti. Ia berharap Raffi bisa menggunakan pengaruhnya untuk mengajak investor lain untuk batalkan proyek yang berpotensi merusak lingkungan ini.
“Kami juga meminta komitmen Bupati Gunungkidul untuk menolak pemberian izin pembangunan di kawasan lindung nasional tersebut dan lebih transparan dalam tata kelola perizinan di kawasan itu. Hal ini karena rusaknya kawasan akan sangat berdampak pada daya tampung dan daya dukung air warga yang rentan alami kekeringan,” kata dia.
Kajian WALHI juga menunjukkan bahwa rencana pembangunan resort tersebut bertentangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 17 Tahun 2012 Tentang KBAK yang menyatakan bahwa KBAK adalah kawasan lindung nasional, sehingga pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan tersebut.
Penolakan terhadap rencana pembangunan resort ini ramai diperbincangkan setelah munculnya petisi di situs change.org berjudul ‘Tolak Pembangunan Resort Raffi Ahmad di Gunungkidul!’.
Sejak dirilis pada 21 Maret 2024, petisi ini sudah didukung lebih dari 62 ribu orang. Penolakan juga bergema di media sosial ketika ratusan ribu orang mengunggah Instagram Story untuk mendukung petisi ini, dan mendesak agar pembangunan resort dan beach club tersebut dibatalkan.
Aktivis Climate Rangers Jogja, Langit Gemintang, mengatakan sebagai bagian dari komunitas orang muda, ia mengapresiasi dukungan dan solidaritas dari pengguna media sosial yang aktif menyuarakan penolakan terhadap proyek ini. Maraknya penolakan warganet terhadap proyek yang eksploitatif berbentuk proyek resort dan beach club di Gunungkidul ini menunjukan bahwa kekuatan kolektif dan solidaritas masyarakat, khususnya dari kalangan muda, dapat berdampak dan membuat perubahan besar untuk memperjuangkan keadilan iklim.
“Jangan sampai pengembangan proyek-proyek wisata hanya menguntungkan pemilik modal dan dinikmati oleh sekelompok elit, sementara masyarakat lokal hanya dapat dampak negatifnya saja.” kata dia.
Pembangunan ugal-ugalan di kawasan karst bukan hanya memperparah masalah kekeringan di Gunungkidul tetapi juga berpotensi besar membikin warga lokal merasa terasing di tanah leluhurnya sendiri. Janji-janji meningkatkan taraf ekonomi memang selalu dikumandangkan pemangku wilayah, tapi faktanya warga hanya jadi penonton.
“Kalau masuk kawasan wisata tetap harus bayar biaya retribusi. Yang dibutuhkan warga Gunungkidul bukan resort atau beach club tapi air bersih yang mengalir sampai ke rumah-rumah warga,” kata Langit.