LIPUTAN KHUSUS:

Burung Langka x Narkoba, Begini Peperangannya


Penulis : Aryo Bhawono

Kami terkejut dengan tingginya persentase populasi burung global yang terdampak, kata para peneliti.

Satwa

Minggu, 16 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Peredaran kokain turut mengancam burung tropis langka. Para penyelundup merambah dan merusak habitat burung tropis langka dalam hutan. 

Sebuah studi berjudul Intersection of Narco Trafficking, Enforcement and Bird Conservation in the Americas’ yang diterbitkan oleh Jurnal Nature menyebutkan dua pertiga habitat hutan utama burung-burung di Amerika Tengah berisiko hancur akibat deforestasi yang dipicu oleh narkotika. 

Para peneliti menyebutkan, kebijakan narkotika di Amerika Serikat untuk memburu penyelundup narkotika selama 40 tahun tidak mengurangi skala global jaringan ilegal. Tindakan ini justru mendorong para pengedar masuk lebih jauh ke dalam hutan. Mereka membuat jalur pendaratan dan jalan untuk memindahkan pengiriman, membuka hutan untuk peternakan untuk mencuci uang, dan mengendalikan wilayah itu.

Penulis utama penelitian dari Laboratorium Ornitologi Cornell, Amanda Rodewald, mengatakan pemindahan tersebut menyebabkan mereka pergi ke hutan yang cenderung memiliki nilai konservasi terbesar dan ditempati oleh masyarakat adat. 

Tetraka kehitaman (Xanthomixis tenebrosa). Kredit Foto: John C. Mittermeier.

“Hal ini berdampak pada populasi manusia dan non-manusia yang paling rentan," kata dia seperti dikutip dari The Guardian. 

Jutaan hektar hutan tropis diketahui telah dirusak oleh perdagangan narkotika dan berdampak buruk bagi manusia. Umumnya, ketika daerah-daerah tersebut diserbu oleh geng narkoba, masyarakat adat dipaksa menerima pembayaran untuk tanah mereka dan bekerja sama dalam hal logistik perdagangan.

Nicholas Magliocca rekan penulis dari University of Alabama mengatakan jika masyarakat adat melawan, tanah mereka diambil dengan paksa. Hal ini seringkali terjadi.

“Bagi mereka yang tidak dirampas tanahnya secara paksa, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah bekerja sama atau melarikan diri melintasi perbatasan internasional," kata dia.

Kini, untuk pertama kalinya, para peneliti menghitung dampak hilangnya habitat kritis ini terhadap populasi burung. Mereka menemukan bahwa 67 spesies burung migran yang berkembang biak di AS dan musim dingin di Amerika Tengah berada dalam risiko yang lebih tinggi.

Burung kicau warbler pipi emas (Setophaga chrysoparia) yang berstatus sangat terancam punah dengan 90 persen populasi di hutan terancam oleh perdagangan narkotika. Penelitian menemukan bahwa 70 persen burung ini dan burung kicau Vireo philadelphia juga menghabiskan musim dingin di daerah-daerah ini.

"Kami terkejut dengan tingginya persentase populasi global yang terdampak," kata Rodewald.

Citra satelit menunjukkan bahwa 15-30 persen deforestasi tahunan di Nikaragua, Honduras, dan Guatemala dapat dikaitkan dengan pergerakan kokain. Setengah dari populasi burung yang menetap dan bermigrasi di Amerika Tengah telah menurun sejak tahun 1970 dan deforestasi merupakan penyebab utama penurunan tersebut.

Hutan terbesar yang tersisa di Amerika Tengah, yang dikenal sebagai ‘lima hutan besar’ , banyak dihuni oleh masyarakat adat dan mengalami peningkatan perdagangan kokain. Kartel juga mencari cara untuk mencuci uang ke dalam ekonomi legal, seperti membeli hutan dan menggunakannya untuk peternakan.

Magliocca mengatakan kebijakan narkotika AS di Amerika Tengah berfokus pada sisi pasokan. Tekanan penegakan hukum memainkan peran penting dalam pergerakan rute perdagangan dan lokasi penggundulan hutan.

"Setelah 40 tahun, pendekatan tersebut tidak berhasil. Faktanya, perdagangan kokain semakin meluas dan menjadi jaringan yang mendunia," katanya. "Kita harus melakukan lebih dari sekadar mengejar para pengedar narkoba, yang memiliki uang dan kekuasaan yang hampir tak terbatas di wilayah ini," kata Magliocca.

Para peneliti mengatakan langkah untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menciptakan lapangan kerja dan peluang bagi masyarakat lokal, menyelesaikan konflik kepemilikan lahan, dan meningkatkan pengawasan serta perlindungan hutan. Menurut mereka meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat adat dan petani kecil di pedesaan untuk menegaskan kembali kontrol teritorial dan norma tata kelola sumber daya dapat melindungi mereka dari perdagangan narkotika dan kejahatan lingkungan.