LIPUTAN KHUSUS:

4 Bulan Pertama 2024, 40 Ribu Hektare Hutan dan Lahan Terbakar


Penulis : aryo Bhawono

Luas hutan dan lahan terbakar naik tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kalimantan Timur paling luas.

Karhutla

Rabu, 19 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Indikasi kebakaran hutan menunjukkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia pada rentang Januari hingga April 2024 mencapai 40 ribu hektare. Kalimantan Timur menjadi wilayah terdampak terbesar dengan 18,4 ribu ha atau 46 persen dari total luas yang terbakar.

Luas kebakaran pada rentang Januari tersebut merupakan  hasil data analisis Area Indikatif Terbakar (AIT) Madani Berkelanjutan. Luas  area yang terindikasi terbakar pada periode Januari hingga April tahun ini meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Padahal, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebanyak 78% wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan hingga 14 Maret 2024 lalu.

Sekitar 92 persen dari total luas lahan yang terbakar, 38,5 ribu hektare merupakan area baru atau bukan area yang terbakar berulang. Hal ini menunjukkan bahwa karhutla terus meluas selama periode tersebut, memperparah kerusakan hutan dan lahan.

Provinsi Kalimantan Timur mencatat luas indikatif kebakaran hutan dan lahan terbesar pada periode Januari sampai April 2024 dengan 18.451 ha, disusul oleh Riau dengan 4.560 ha, Aceh dengan 3.017 ha, dan Kalimantan Barat dengan 1.767 ha.

Sebuah ekskavator sedang membuat kanal di salah satu wilayah terbakar di Provinsi Riau pada karhutla 2015. Foto: Ulet Ifansasti/Greenpeace Indonesia

Provinsi Sulawesi Tengah berada di posisi kelima dengan luas indikatif terbakar 1.656 ha, Nusa Tenggara Timur (NTT) di posisi keenam dengan 1.149 ha. Kepulauan Riau di posisi ketujuh dengan 1.065 ha, diikuti oleh Sumatera Utara dengan 1.510 ha. Sedangkan Sumatera Barat dan Kalimantan Utara melengkapi sepuluh besar dengan masing-masing 1.020 ha dan 906 ha.

Pada bulan Maret, karhutla di Riau sempat naik ke posisi tertinggi, namun turun drastis pada bulan April. Sementara itu, luas karhutla di Kaltim meroket dari bulan Maret ke April.

Jika dilihat luas akumulatif dari bulan ke bulan, peringkat beberapa provinsi sempat berubah dari Januari hingga April, kecuali Kalimantan Timur yang terus berada di posisi puncak dari Januari hingga April.

Area Indikatif Terbakar (AIT) sendiri merupakan model analisis  memanfaatkan pola hotspot (titik panas) dengan ciri khas tertentu untuk mengidentifikasi area yang patut diduga terbakar. Metode ini dikembangkan oleh Madani Berkelanjutan sejak 2019. Kelebihan AIT adalah kemampuannya memilah hotspot karhutla dan yang bukan, sehingga informasi yang dihasilkan lebih akurat.

Hasil pemantauan model AIT MADANI Berkelanjutan di empat bulan pertama 2024 memiliki koefisien korelasi sebesar 97,37 persen serta nilai R2 mencapai 94,81 persen dengan data SIPONGI KLHK. Ini menunjukkan kesesuaian signifikan antara kedua metode dalam mengidentifikasi area indikatif terbakar. 

Meskipun metode AIT dan SIPONGI berbeda, perhitungan area indikatif terbakar menunjukkan tren dan lokasi yang relatif sama.

Peneliti Madani Berkelanjutan, Sadam Afian, menyebutkan 70 persen indikasi karhutla berada di area konsesi perkebunan dan sekitarnya. 

“Sekitar konsesi perkebunan yang dimaksud adalah radius 1-2 km dari konsesi,” kata dia. 

Ia menyebutkan selama ini pemerintah selalu beralasan karhutla dipicu oleh el nino. Namun sejak maret setidaknya el nino terus menurun sedangkan persebaran karhutla masih terus meningkat. 

Menurutnya sejak Januari hingga Maret 2024, angka karhutla meningkat hingga mencapai 20 kali lipat. Sepanjang April peningkatan tidak sebesar sebelumnya namun terus terjadi.

“Angka ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan menguatkan lagi pencegahan dan mitigasi,” ucapnya melalui telepon pada Selasa (18/6/2024).

Pencegahan emisi Gas Rumah Kaca akibat kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu kunci dalam mencapai komitmen iklim Indonesia. Kesiapsiagaan dan pencegahan dini kebakaran hutan dan lahan sangat penting, termasuk melibatkan berbagai pihak dalam pemantauan dan pengawasan. Terlebih, pemerintah telah berkomitmen untuk menekan karhutla hingga nol untuk mencapai target FOLU Net Sink 2030 dan komitmen iklim dalam Enhanced NDC.

Dalam momentum pembaharuan komitmen iklim Indonesia dalam Second NDC (SNDC), penting bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan semua pihak terkait untuk mengantisipasi meluasnya area hutan dan lahan yang terbakar agar kebakaran hutan dan lahan tidak semakin parah di tahun 2024.