LIPUTAN KHUSUS:

Bagi Anakan Muda, Pantai Lebih Baik Gelap


Penulis : Kennial Laia

Cahaya buatan di sekitar perairan menjadi ancaman keberlangsungan bagi stok ikan di masa depan.

Konservasi

Sabtu, 06 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Penelitian terbaru menemukan bahwa cahaya buatan di malam hari atau artificial light at night (ALAN) menarik larva ikan menjauh dari habitat alaminya dan secara drastis menurunkan peluang mereka untuk bertahan hidup, yang mempunyai konsekuensi serius bagi konservasi ikan dan pengelolaan stok ikan di masa depan.

“Polusi cahaya adalah topik besar yang sedang berlangsung dan banyak aspeknya masih belum dipahami dengan baik oleh para ilmuwan,” kata Jules Schligler, mahasiswa Ph.D di Laboratorium Centre de Recherches Insulares et Observatoire de l'Environnement (CRIOBE) di Moorea, Polinesia Prancis, Rabu, 3 Juli 2024.

ALAN adalah produk aktivitas manusia seperti penggunaan lampu listrik di sepanjang jalan, pabrik, tempat tinggal, dan resor di dekat perairan. “ALAN ada di mana-mana dan satwa liar laut pun tidak terkecuali dari dampaknya,” kata Schligler. “Seperempat garis pantai dunia terkena dampaknya dan tingkat ini terus meningkat setiap tahunnya.”

Schligler dan timnya mulai menyelidiki dampak ALAN pada perekrutan larva pada ikan tropis. Rekrutmen larva adalah jumlah ikan yang menetap di habitatnya dan bertahan hidup pada masa remajanya sebelum menjadi dewasa.

Polusi cahaya yang terpancar di habitat akuatik di perairan Polinesia Prancis. Dok. Jules Schligler

“Perekrutan larva adalah ciri utama sejarah hidup ikan yang berdampak pada penambahan stok dan kebugaran ikan dewasa,” katanya. “Larva ikan juga sangat bergantung pada siklus cahaya alami.”

Untuk menyelidiki efek ini, Schligler menggunakan 48 karang yang dibagi menjadi dua perlakuan: karang kontrol yang hanya terkena paparan cahaya alami, dan karang ALAN yang terkena polusi cahaya di malam hari dengan intensitas yang sama dengan yang dihasilkan oleh resor pantai dan lampu jalan. Schligler fokus pada dua ikan damselfish dominan yang berasal dari Polinesia Prancis, yaitu ekor kuning dascyllus (Dascyllus flavicaudus) dan chromis biru-hijau (Chromis viridis).

“Pertama, kami memantau pemukiman ikan di karang untuk melihat apakah mereka lebih menyukai kondisi cahaya alami atau buatan,” kata Schligler. “Ikan-ikan tersebut kemudian menjalani serangkaian percobaan untuk lebih memahami dampak ALAN setelah mereka menetap.” 

Schligler mengatakan, eksperimen ini mengukur berbagai aspek perkembangan dan kelangsungan hidup seperti pertumbuhan, laju metabolisme, dan risiko pemangsaan.

Penelitian ini menemukan bahwa banyak ikan muda sebenarnya lebih menyukai lingkungan dengan cahaya buatan, yang menarik perhatian ikan dua-tiga kali lebih banyak daripada lingkungan dengan pencahayaan alami.

Studi ini juga mengungkap efek berbahaya ALAN terhadap pertumbuhan ikan, laju metabolisme, dan kelangsungan hidup ikan secara keseluruhan.

“ALAN telah menghasilkan perangkap ekologis di mana ikan-ikan ini, yang disesatkan oleh aktivitas manusia, kini lebih memilih habitat yang kebugarannya lebih rendah,” kata Schligler. 

“Dengan kata lain, ALAN berpotensi menarik organisme ke lingkungan yang kurang sesuai, sehingga menimbulkan stres antropogenik yang aneh.”

Schliger mengatakan, temuan ini mempunyai implikasi terhadap kebijakan konservasi dan pemanenan ikan. “Kawasan perlindungan laut baru mulai mempertimbangkan polusi cahaya dalam kebijakan pengelolaannya baru-baru ini,” ujarnya.

“Untuk lebih memahami pengisian dan konservasi stok ikan, penting untuk mempertimbangkan sebanyak mungkin faktor, seperti dampak polusi cahaya yang jarang dipertimbangkan,” kata Schliger.