LIPUTAN KHUSUS:

Tak Jelasnya Tindak Lanjut Pembekuan Izin Usaha Pertambangan


Penulis : Redaksi Betahita

Kebijakan pemerintah membekukan ribuan izin tambang pada akhir 2017 lalu menyisakan polemik. Lantaran kebijakan yang menyasar kepada badan usaha pertambangan yang masih non-clear and clean (CnC) atau belum bersertifikasi CnC tersebut dianggap tidak berdasar dan menyebabkan munculnya gelombang protes dari para pengusaha. Terdapat sedikitnya 99 pengusaha tambang yang melapor ke Ombudsmen baru-baru ini.

Energi

Selasa, 06 Maret 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kebijakan pemerintah membekukan ribuan izin tambang pada akhir 2017 lalu menyisakan polemik. Lantaran kebijakan yang menyasar kepada badan usaha pertambangan yang masih non-clear and clean (CnC) atau belum bersertifikasi CnC tersebut dianggap tidak berdasar dan menyebabkan munculnya gelombang protes dari para pengusaha. Terdapat sedikitnya 99 pengusaha tambang yang melapor ke Ombudsmen baru-baru ini. Semenetara hingga kini belum ada kejelasan apa dan bagaimana bentuk tindak lanjut pemerintah atas kebijakan yang telah dan akan diambil oleh pemerintah.

Iqbal Damanik, salah seorang peneliti Auriga mengatakan, pembekuan izin usaha pertambangan terhadap kurang lebih 2.509 usaha pertambangan se-Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, penguhujung tahun lalu, hingga saat ini belum ada kabar perkembangan yang jelas. Bahkan hingga kini pemerintah belum juga mempublikasikan daftar nama perusahaan mana saja yang dibekukan izin usahanya.

“Kita tidak tahu tindak lanjutnya bagaimana. Pemerintah hanya mengumumkan bahwa ada ribuan usaha tambang yang dibekukan, tapi setelahnya tidak ada informasi lebih lanjut. Bahkan kita sampai sekarang tidak tahu, perusahaan apa saja yang dibekukan. Sudah sejauh mana perkembangannya dan lain sebagainya,” ujar Iqbal Damanik, Senin (5/3/18).

Lebih lanjut Iqbal juga menyebut banyaknya protes laporan yang masuk dari para pengusaha tambang ke Ombudsman, seperti yang banyak diberitakan di beberapa media massa, menandakan bahwa pembekuan izin oleh pemerintah yang didasarkan atas ada tidaknya sertifikat CnC itu, tidak cukup kuat. Bahkan terbilang hanya berupa gertak sambal saja. Menurutnya, akan lebih rasional bila usaha pertambangan yang dibekukan adalah badan usaha yang masa berlaku IUP-nya sudah habis, atau kadaluarsa.

“Itu (kewajiban CnC) juga yang kami pikirkan. Kenapa pemerintah menggunakan aturan soal kewajiban CnC sebagai dasar untuk melakukan pemblokiran usaha pertambangan. Itu terlalu lemah. Kenapa kebijakan tersebut dikenakan kepada IUP yang sudah kadaluarsa. Data menyebut ada kurang lebih 6.507 IUP yang sudah kadaluarsa. Kenapa bukan itu yang digunakan?” heran Iqbal.

Sebelumnya, berdasarkan data dari Kementerian ESDM, terdapat kurang lebih 6.565 Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah memperoleh sertifikat CnC. Kemudian, dari hasil koordinasi dan supervisi yang dilakukan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat sekitar 2.595 IUP yang dicabut oleh pemerintah daerah pada periode 2015-2017.

Mengutip tirto.id, Komisioner Ombudsman La Ode Ida menyebut, saat ini baru ada puluhan aduan yang masuk dan telah diterima oleh instansinya. “Yang akan mengajukan komplain itu banyak sekali dan yang terdata itu yang tidak bermasalah (izin usahanya) hanya belum mendapat (sertifikat) clean and clear itu hanya ada 99. Belum lagi yang lain-lain,” ungkapnya La Ode Ida di gedung Ombudsman, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).

Di kesempatan lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono menyebut sebanyak 2.509 izin usaha pertambangan milik badan usaha yang statusnya masih non-clear and clean (non-CnC) akan diblokir pemerintah melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Pemblokiran dimaksud berlaku hingga masing-masing perusahaan telah memperbaiki diri.

“Ada sekitar 2.509, datanya ada tadi. Nah ini 2.509 sekarang diblokir dulu, nanti dalam perjalanannya harus diperbaiki kemudian dicabut,” kata Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12/17) lalu.

Di kesempatan yang sama, Bambang juga mengatakan, hingga September 2017 lalu, tercatat masih terdapat adanya tunggakan penyelesaian piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekitar Rp3,83 triliun. Oleh karenanya, pemblokiran akan dilakukan pertanggal 31 Desember 2017.

“Mulai sekarang (31 Desember 2017), nanti kan (Ditjen Administrasi Hukum Umum) melihat, memproses, enggak mungkin kaya masukan uang di celengan. Jadi dia kan proses dulu,” ujar dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris menyebut pemblokiran mulai efektif berjalan terhitung sejak Januari 2018. Pihaknya mendukung kebijakan pemblokiran demi mendapatkan kewajiban pemegang IUP yang menjadi hak negara. Freddy mengungkapkan selama diblokir perusahaan tidak bisa melakukan sejumlah aktivitas semisal rapat umum pemegang saham (RUPS) sampai jual beli. Bahkan, sebelum adanya rekomendasi dari Ditjen Minerba, pihaknya tidak bisa membuka blokir.

Menurut data per November 2017 yang disampaikan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, dari rekapitulasi perprovinsi, 2.509 IUP yang akan diblokir tersebar hampir di seluruh provinsi Indonesia. Yang terbanyak ada di Kalimantan Selatan dengan 343 IUP, Jawa Barat 289 IUP, Kalimantan Timur 244 IUP, Jawa Timur 230 IUP, Bangka Belitung 211 IUP, dan Sulawesi Selatan 203 IUP.