LIPUTAN KHUSUS:

Power Wheeling akan Percepat Bauran Energi Terbarukan


Penulis : Gilang Helindro

Banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PLN.

Energi

Jumat, 12 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Skema power wheeling pemanfaatan bersama jaringan listrik dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan, sepatutnya para pembuat kebijakan mendukung aturan power wheeling untuk energi terbarukan dalam RUU EBT di Indonesia.

Fabby bilang, aturan tersebut dapat meningkatkan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, mendorong perluasan jaringan listrik, serta kerja sama antara wilayah usaha. Power wheeling juga memungkinkan aplikasi teknologi energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung dekarbonisasi sektor industri dan transportasi, serta dapat mengurangi beban PLN untuk membeli listrik dari pengembang. 

"Skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik bukan hal baru karena sudah diatur sebelumnya dalam UU Ketenagalistrikan namun tidak dijalankan," kata Fabby, dalam keterangan yang dikutip Kamis, 11 Juli 2024.

Fabby menyebut, power wheeling merupakan keniscayaan dengan struktur pasar kelistrikan Indonesia saat ini yaitu regulated vertical integrated atau dioperasikan oleh perusahaan tunggal dan di bawah pengawasan pemerintah. Dalam hal ini, PLN sebagai pemegang wilayah usaha terintegrasi mendapatkan hak membangun dan mengoperasikan sistem transmisi, sementara pelaku usaha lain tidak mendapatkan hak tersebut.

Ilustrasi jaringan listrik

Meski begitu, menurut Fabby, pengaturan renewable power wheeling harus dilakukan secara ketat sehingga dapat menjaga keandalan dan keamanan pasokan listrik (security of supply) bagi konsumen. Selain itu, power wheeling juga harus diawasi sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem. 

Pengaturan power wheeling tersebut menyangkut perhitungan tarif wheeling (wheeling charge) yang harus memasukan komponen biaya system losses (kerugian sistem), biaya kehandalan, ancillary services (layanan tambahan) dan biaya contingency (cadangan), serta pengembangan sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.

“Untuk itu, pemerintah perlu menyusun panduan aturan yang jelas tentang metode perhitungan tarif wheeling sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem,” ungkap fabby. 

Manajer Program Transformasi Energi, IESR, Deon Arinaldo mengungkapkan, keberadaan power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia. Hal itu terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030. 

Kepastian akses ke listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan ini memenuhi target dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasoknya. Di sisi lain, peningkatan permintaan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik. 

Deon mengusulkan agar pemerintah menyiapkan aturan yang mendorong pembangunan dan penguatan jaringan listrik lebih optimal melalui perencanaan jaringan yang berorientasi pada penyerapan listrik energi terbarukan. “Adanya power wheeling akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan, utamanya kelompok industri, sehingga menarik pengembangan proyek energi terbarukan dan integrasi ke jaringan PLN," ungkap Deon.

Deon menyebut, banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PLN. 

"Power wheeling membuat konsumen industri dapat membeli listrik energi terbarukan untuk dimanfaatkan dalam mendukung proses industri rendah karbon atau hijau,” kata Deon.