LIPUTAN KHUSUS:

Peternakan di Arcamanik Bandung Cemari Sungai Cipamokolan


Penulis : Aryo Bhawono

Walhi Jawa Barat menengarai ada maladministrasi atas penerbitan izin lingkungan peternakan ini.

Polusi

Rabu, 17 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Peternakan dan penggemukan sapi di Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat, diduga mencemari sungai dengan buangan limbah. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyebutkan peternakan ini menggunakan paralon untuk membuang limbah ke Sungai Cirongge. 

Laporan yang dihimpun Walhi Jawa Barat menyatakan peternakan ini dimiliki pribadi dan memiliki Nomor Induk Berusaha yang terdaftar di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung. Aktivitas peternakan yang menghasilkan limbah buangan berupa kotoran dan urine sapi menjadi polusi bau bagi masyarakat dan buangannya mencapai Sungai Cipamokolan.

“Warga sudah lama melaporkan hal ini ke pihak terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung. Dinas malah bersikap usaha itu sudah berizin,” ucap Direktur Walhi Jawa Barat, Wahyudin melalui rilis pers pada Selasa (16/7/2024). 

Meski usaha itu memiliki izin dan melibatkan masyarakat, namun Wahyudin menganggap usaha itu tidak bisa dibenarkan. Ada prosedur perizinan yang wajib ditempuh. Izin merupakan norma pengatur atau pengendali agar masyarakat dalam melakukan sesuatu (bisnis maupun lainnya) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Izin menjadi representative instrument dengan tujuan utama mencegah perilaku menyimpang dari hukum.

Foto udara limbah pabrik yang dibuang di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat./Foto: Antara

Kajian WALHI Jawa Barat menyebutkan ada pemanfaatan tata ruang yang tidak sesuai dan ini tidak dianggap serius oleh pemerintah daerah. "Peternakan itu tidak sesuai dengan dokumen RTRW karena berada di  zona pemukiman. Zona ini termasuk dalam Blok Sukamiskin, Arcamanik," ujarnya. 

Buangan limbah lalu mencapai Sungai Cipamokolan. Padahal sungai ini berfungsi sebagai drainase primer. 

Walhi Jawa Barat menganggap izin yang dikeluarkan pemerintah hanya sekedar melegalkan usaha itu tanpa memperhitungkan dampak lingkungan. Mereka menengarai adanya maladministrasi atas penerbitan izin lingkungan yang diatur dalam UU No. 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).

Izin usaha peternakan sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No 05 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian. Aturan tersebut mensyaratkan rekomendasi kesesuaian dengan RTRW setempat.

Arcamanik masuk ke dalam permukiman dengan kepadatan sedang. RTRW Kota Bandung mengatur persiapan permukiman adalah mengintegrasikannya dengan fasilitas umum yang mudah diakses. Seharusnya usaha tanpa izin lingkungan di kawasan itu tidak boleh diterbitkan.

"Pemerintah Kota Bandung seharusnya mempertimbangkan berbagai faktor seperti perkandangan, pemberian pakan, dan pencegahan penanggulangan penyakit," kata Wahyudin. 

Sapi memiliki kotoran mengandung gas ammonium, hydrogen sulfida, CO2, dan CH4 yang tinggi. Sering kali sapi diserang berbagai penyakit, di antaranya: Coxiella Burnetti, Laptospisoris, dan bahkan Salmonella sp. Pengawasan terhadap 3 faktor di atas adalah untuk mencegah adanya penyakit pada sapi.

Posisinya di tengah kota menunjukkan mitigasi pengolahan limbah yang belum sesuai dengan standar mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 15 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Kotoran yang dibuang ke sungai Cirongge juga mencemari air sungai yang jelas berdampak bagi masyarakat secara makro. 

“Banyak akibat jika pengawasan dan penindakan terhadap peternakan di tengah pemukiman kota tidak dilakukan. Jika penanggulangan penyakit tidak dilakukan dengan baik, kotoran dan urine yang dikeluarkan secara sembarang berpotensi menimbulkan penyakit oleh bakteri seperti demam, diare, kehilangan nafsu makan, gangguan pernafasan, reproduksi, meningitis, hingga pneumonia,” kata dia.