LIPUTAN KHUSUS:

Pulau Kecil Terancam Lenyap Karena Tambang


Penulis : Aryo Bhawono

Ancaman lain: lebih dari 200 pulau yang sudah diprivatisasi dan diperjualbelikan di seluruh Indonesia.

Tambang

Rabu, 17 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengkhawatirkan eksistensi pulau kecil dari dampak negatif industri ekstraktif. Pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan besar-besaran memiliki dampak buruk bagi masyarakat pulau-pulau kecil dan pesisir di Indonesia. Kepala Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, menyebutkan eksistensi pulau-pulau kecil sudah ada yang mulai lenyap, bahkan tenggelam.

“Ini menunjukkan terjadinya kerentanan di pesisir yang sifatnya tidak hanya ekologis, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya. Hal itu tidak hanya karena perubahan iklim, tetapi juga aktivitas industri ekstraktif," kata dia di Jakarta, seperti dikutip dari Antara.

Ia menyebut beberapa tahun terakhir lembaganya mencermati kebijakan hilirisasi dan masifnya kegiatan pertambangan dan perluasan industri ekstraktif. Kegiatan industrialisasi antara lain adalah proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, juga pertambangan biji besi dan tambang emas di Sulawesi Utara.

Semuanya berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir laut dan pulau-pulau kecil.

Infografis Tambang di Pulau Kecil. Sumber Data: FWI

"Dampak lingkungannya jelas, bahwa terjadi pencemaran logam berat, misalnya di sungai-sungai di sekitar pabrik di wilayah tersebut. Khususnya di pertambangan nikel yang tidak hanya pencemaran air, tapi juga pencemaran udara, hancurnya hutan, serta penggusuran kebutuhan petani akibat ekspansi tambang nikel," ujarnya.

Dampak lain yang tidak kalah penting adalah privatisasi wilayah pesisir. Data dari sejumlah organisasi nirlaba, kata dia, tercatat lebih dari 200 pulau yang sudah diprivatisasi dan diperjualbelikan di seluruh Indonesia. DKI Jakarta dan Maluku Utara merupakan daerah dengan catatan paling banyak hingga 2023 lalu.

Aktivitas industri ekstraktif tersebut pun berdampak kepada masyarakat setempat. Ruang hidup mereka seolah terampas, ditandai dengan semakin terbatasnya akses masyarakat untuk melaut.

Ia menekankan kepada pemangku kepentingan untuk kembali menerapkan berbagai peraturan yang ada, seperti regulasi terkait pengelolaan pulau-pulau kecil sesuai UU No 1 Tahun 2014 Perubahan UU Atas UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebelum memutuskan sebuah tindakan, seperti yang belum lama ini terjadi di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

"Aturan itu menyebutkan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia mestinya bertujuan untuk melindungi konservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya alam, serta sistem ekologi secara berkelanjutan," kata dia.