LIPUTAN KHUSUS:

Rempang Eco-City Lanjut, Hak Masyarakat Diabaikan


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Rencana melanjutkan proyek Rempang Eco-City menjadi pertanda pengabaian aspirasi masyarakat, yang hingga saat ini masih tetap bertahan di kampung mereka dan menolak untuk direlokasi.

Agraria

Minggu, 28 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pemerintah berencana tetap melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menilai pemerintah dan Badan Pengusahaan (BP) Batam sama sekali tidak mempedulikan aspirasi masyarakat, yang hingga saat ini masih tetap bertahan di kampung mereka dan menolak untuk direlokasi.

Manajer Akselerasi WKR dan Pengorganisasian Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Eko Yunanda, berpendapat pemerintah seharusnya tidak memaksakan kehendaknya untuk tetap melanjutkan investasi Rempang Eco-City, karena sampai saat ini mayoritas warga Rempang tetap menolak untuk direlokasi. Masyarakat Rempang masih tetap ingin hidup dan menjaga tanah adat leluhur yang mereka tempati sejak dulu.

"Data yang kami himpun dan baru-baru ini kami publikasikan melalui kajian berjudul Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang, hanya 20% masyarakat di lima kampung tua yang jadi prioritas pembangunan (Sembulang Pasir Merah, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Pasir Panjang, dan Belongkeng) yang menerima relokasi, sedangkan sisanya bertahan di kampung masing-masing,” ujar Eko, dalam sebuah rilis, Kamis (24/7/2024).

Eko melanjutkan, ambisi pemerintah untuk tetap melanjutkan pengembangan Rempang Eco-City tidak hanya akan mengusir dan merampas hak masyarakat adat dan tempatan Pulau Rempang namun juga berpotensi menghancurkan sumber penghidupan masyarakat yang mayoritas bergantung pada laut dan kebun. 

Lebih dari seribu warga melayu Rempang dan Galang menggelar acara silaturahmi dan menyatakan penolakan terhadap rencana relokasi untuk PSN Rempang Eco City, 11 Oktober 2023 kemarin. Foto: Walhi Riau.

Pemerintah, imbuhnya, juga harus berpikir ulang untuk menjadikan Rempang sebagai kawasan industri dan perdagangan. Sebab selama ini hasil pertanian dan laut masyarakat Rempang telah berkontribusi besar untuk kebutuhan pangan di Kota Batam.

"Jangan sampai keberadaan proyek ini justru akan mengurangi sumber pangan yang ada hingga menimbulkan krisis pangan di masa yang akan datang,” tuturnya.

Eko juga mempertanyakan sumber dana untuk melanjutkan pembangunan Rempang Eco-City. Xinyi Group yang dikabarkan akan menyumbang investasi sebesar Rp175 triliun, lanjutnya, ternyata belum memulai kerja sama apapun dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) dan BP Batam. Bahkan kerja sama yang telah mereka miliki di Gresik dan Bangka Belitung Selatan, hingga saat ini belum dimulai.

"Lalu untuk apa pemerintah ngotot melanjutkan proyek ini ketika investasinya masih belum jelas?” ucap Eko.

Sebelumnya, pada 17 Juli 2024, BP Batam bersama Pemerintah Kota Batam dan PT MEG menggelar rapat koordinasi pengembangan Rempang Eco-City terkait realisasi serta beberapa rencana aksi untuk mendukung investasi di Rempang, salah satunya pemenuhan kebutuhan infratruktur dasar. Dalam pernyataannya, Kepala BP Batam sekaligus Walikota Batam, Muhammad Rudi, Muhammad Rudi, menyatakan tetap berkomitmen penuh untuk menuntaskan rencana investasi Rempang Eco-City.

Rapat koordinasi berlangsung setelah ada kunjungan dan konferensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto di Kota Batam terkait Investasi Rempang Eco-City pada 12 Juli 2024. Kunjungan itu dilakukan untuk memastikan kesiapan pembangunan rumah dan infrastruktur bagi warga yang terdampak dari pengembangan Rempang Eco-City. Kedua agenda pemerintah ini, menurut Walhi Riau, menunjukkan seolah penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PSN Rempang Eco-City tidak berarti apapun.