LIPUTAN KHUSUS:

Padi Ditanam, Sawit yang Tumbuh: Food Estate Kalteng


Penulis : Aryo Bhawono

Lahan perluasan proyek food estate di Kapuas, Kalimantan Tengah, dibiarkan terbengkalai. Padi di sebagian besar proyek itu tak terawat, sebagian ditumbuhi ilalang, bahkan ada yang tiba-tiba jadi kebun sawit perusahaan.

SOROT

Jumat, 18 Oktober 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Lahan ekstensifikasi proyek food estate di Kapuas, Kalimantan Tengah, dibiarkan terbengkalai. Padi di sebagian besar proyek itu tak terawat, sebagian ditumbuhi ilalang, dan bahkan tiba-tiba ada perkebunan sawit milik perusahaan. 

Nasib keberlanjutan ekstensifikasi food estate di dua kabupaten, Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, menunjukkan nasib buruk. Pemantauan yang dilakukan oleh Pantau Gambut mendapati kondisi proyek dukungan food estate terbengkalai. Bahkan hamparan lahan siap tanam perkebunan sawit milik PT Wira Usahatama Lestari (WUL) membentang di tengah kawasan tersebut seluas 274,67 hektare. 

Lahan siap pakai ini berupa hamparan tanah berseling parit yang berjajar rapi. Pesawat nirawak merekam kondisi ini ketika bertandang ke Desa Tajepan, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada medio April. 

“Temuan adanya perkebunan sawit ini kami dapati kondisinya sudah seperti itu ketika datang ke sana pada medio April 2024 lalu,” ucap GIS Officer Pantau Gambut, Juma Maulana, ketika konferensi pers di kantor Pantau Gambut di Jakarta pada Kamis (7/10/2024).

Lahan siap tanam sawit PT WUL di kawasan ekstensifikasi food estate Desa Tajepan, Kapuas, Kalteng. Foto: Pantau Gambut

Temuan kebun sawit ini menjadi bagian dari laporan Pantau Gambut berjudul ‘Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional’. 

Ekstensifikasi itu sendiri merupakan dukungan proyek food estate yang dilakukan pemerintah di lahan seluas 16.643,6 ha. Pantau Gambut menelusuri perkembangan proyek ini dalam Peta Survei Investigasi Desain (SID) Ekstensifikasi Food Estate 2021. 

Mereka memantau 30 titik area SID di dalam proyek itu. Titik lokasi tersebut tersebar di 19 desa dalam 5 kecamatan di Kabupaten Kapuas dan 1 kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau.

Hasilnya sebanyak 12 titik lahan bersemak belukar belum dibuka pada lokasi pemantauan tersebut. Sebanyak 18 titik sampel telah dibuka, 15 titik di antaranya dibiarkan terbuka dan terbengkalai dengan luas 4.159,62 ha.

Bukaan lahan untuk kebun sawit PT WUL di kawasan ekstensifikasi Food Estate. Foto: Pantau Gambut

Area bukaan untuk perkebunan sawit sendiri berada di tiga titik dengan luas 274,67 ha.  

Lapisan gambut hilang di beberapa titik pemantauan. Padahal seharusnya titik tersebut masih memiliki kedalaman gambut di atas 20 cm. Namun, dari 30 titik sampel area yang masuk ke dalam rencana cetak sawah baru, hanya 5 titik yang masih dilapisi oleh gambut dengan ketebalan gambut 5 cm. Uji laboratorium menunjukkan titik- titik yang dipantau didominasi sebagai tanah mineral dengan tingkat keasaman yang tinggi.

Kebun sawit perusahaan di lahan ekstensifikasi food estate 

Sawit milik PT WUL teridentifikasi di dua desa dalam kawasan ekstensifikasi food estate, yakni titik 19, 24, dan 27 Peta Kerja SID. Lokasi ini berada di Desa Tajepan dan Palingkau Asri, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas. 

“Ini jelas sekali tumpang tindihnya. Dokumen Peta Kerja SID di desa tersebut sudah ditetapkan blok persil hingga menyebutkan pemilik dan penunjukan kelompok taninya,” kata Juma. 

Kebun sawit milik PT WUL ini juga berada di luar desa, namun berbatasan dengan ekstensifikasi food estate, yakni desa Penda Katapi, Kecamatan Kapuas Barat.

Operasi perkebunan sawit korporasi ini diduga melanggar Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 24 Tahun 2020. Perusahaan dengan izin HGU hanya diperbolehkan untuk beroperasi di atas Area Penggunaan Lain (APL). Pasal 6 Permen LHK No. 24 Tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate, sudah mengatur penggunaan area ini. 

Peta Kebakaran Hutan & Lahan Eks-PLG 2023 dan (Kanan) Asap kebakaran yang terpotret di area ekstensifikasi Desa Palingkau Asri. Data: Pantau Gambut

Karhutla di lahan ekstensifikasi food estate

Data pemberitaan betahita sendiri mencatat lahan milik PT Wira Usahatama Lestari seluas 2.658 ha termasuk dalam daftar 194 perusahaan pembakar hutan yang dilaporkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kepada Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK pada Oktober 2023 lalu. 

Kala itu Walhi mencatat sejak Januari hingga September 2023 terdapat 184.223 titik panas di Indonesia dengan luasan terbakar mencapai 642.009,73 ha. 

Lebih lanjut, Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu A Perdana, menyebutkan karhutla di dalam dan sekitar konsesi PT WUL dalam kawasan ekstensifikasi food estate ini berimbas pada desa berdekatan dengan perusahaan itu. 

Desa Tajepan menjadi desa terparah karena 713 ha areanya terbakar pada tahun 2023. Sementara, seluas 100,18 ha area Desa Palingkau Asri dan Tajepan yang bertumpang tindih dengan area PT WUL juga terbakar di tahun yang sama. 

“Kejadian ini menunjukkan betapa rawannya wilayah ini terhadap kebakaran, terutama di lahan yang sudah mengalami degradasi akibat pembukaan lahan yang tidak terkendali,” kata Wahyu. 

Bukan hanya dalam konsesi PT WUL saja, kawasan ekstensifikasi food estate juga menorehkan data kebakaran seluas 249.346 ha pada karhutla besar 2015. Sedangkan pada karhutla 2019 kebakaran kembali melanda dengan luas lahan terbakar mencapai 153.193 ha. Luasan ini diolah dari data milik KLHK. 

Angka kebakaran ini memperparah karhutla di kawasan bekas pembukaan sejuta hektar lahan gambut (PLG) di masa orde baru yang mencapai 434.277 hektare sepanjang 2015 hingga 2020 akibat kerusakan lahan gambut di area itu. 

Lahan bekas PLG sendiri hingga kini menjadi area rentan karhutla akibat pembukaan. Pada 2023, hasil analisis Pantau Gambut mencatat adanya kebakaran pada 91.352 hektare area eks-PLG. Ironisnya, kebakaran hutan dan lahan terjadi di Blok C eks-PLG yang menjadi area Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG). Kawasan yang seharusnya sama sekali tidak boleh terbakar ini justru dihabisi oleh api hingga seluas 48.955 hektare. Sementara, 42.334 hektare sisanya membakar kawasan fungsi ekosistem budidaya.

Nampak ekskavator sedang beraktivitas di kawasan ektensi food estate Desa Palingkau Jaya, Kapuas, Kalteng. Foto: Pantau Gambut

Hilangnya tutupan pohon seluas 4.207 lapangan bola

Aktivitas pembukaan lahan di kawasan ekstensifikasi food estate sendiri telah membabat tutupan pohon. Analisis data dari citra satelit, Pantau Gambut menemukan kehilangan tutupan pohon terjadi di area yang dijadikan target ekstensifikasi proyek tersebut. 

Sepanjang tahun 2022, tutupan pohon seluas 2.945,26 ha telah hilang. Wahyu menyebutkan jika dikonversi menjadi lapangan sepak bola, luasan tersebut mampu menampung hingga 4.207 lapangan dalam satu hamparan. Kehilangan tutupan pohon ini tersebar di 12 desa yang terdampak. 

“Kehilangan tutupan pohon terjadi juga di area kawasan fungsi lindung ekosistem gambut yakni sebesar 13 ha dari total keseluruhan area yang terbuka. Desa Pantai dan Mandomai menjadi kedua wilayah dengan luas kehilangan tutupan pohon yang terbesar,” kata dia. 

Peta Kesesuaian Lahan Pertanian Area Pemantauan Ekstensifikasi Food Estate Kalimantan Tengah Sumber: Pantau Gambut

Banyak lahan tak layak tanam padi

Wahyu menyebutkan pembukaan lahan untuk ekstensifikasi food estate ini pun lebih banyak sia-sia. Pada 30 titik sampel yang tersebar ke dalam 19 desa ekstensifikasi food estate, hanya 10 persen luas area yang memiliki kesesuaian tinggi untuk ditanami komoditas padi. Sisanya hanya memiliki kesesuaian sedang dan rendah.

Lahan gambut yang dibuka di kawasan itu tidak memenuhi tingkat keasaman (pH) yang dibutuhkan untuk menumbuhkan padi, tanaman pangan pokok itu butuh tingkat keasaman netral di kisaran 5-6. Namun tanah gambut berkarakter asam dan miskin hara. Penebaran kapur untuk menetralkan asam juga sangat besar karena area yang sangat luas. 

Kegagalan di ekstensifikasi food estate ini menggenapi kegagalan food estate di bekas PLG. Pantau gambut mengambil sampel tiga blok di kawasan itu dengan luas 243.216 ha. Hasilnya, hanya 1 persen lahan yang benar-benar sesuai sebagai lahan pertanian. 

Sebanyak 63 persen total lahan masuk kategori sedang dan 36 persen berkategori rendah. 

“Jika diakumulasi, 99 persen lahan eks-PLG kurang dan bahkan tidak layak dijadikan area pertanian produktif skala besar,” kata Wahyu.

Tingkat Kesesuaian Lahan pada Area Ekstensifikasi. Data: Pantau Gambut

Pantau Gambut pun mendesak pemerintah menghentikan proyek food estate dan eksploitasi lahan gambut. Kerusakan akibat pembukaan proyek ini seharusnya direhabilitasi karena pengeringan gambut telah memperparah dampak lingkungan. 

Selain itu kebijakan PSN secara luas harus ditinjau ulang karena memberikan kemudahan perusakan lingkungan dan berdampak ekologis.