LIPUTAN KHUSUS:

Prabowo Diminta Moratorium Tambang, Sawit, dan PLTU di Sulawesi


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Aliansi Sulawesi meminta Presiden Prabowo menerapkan moratorium tambang nikel, menghentikan perluasan kebun sawit, dan operasi PLTU captive di Pulau Sulawesi.

Tambang

Selasa, 22 Oktober 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Presiden Prabowo Subianto diharapkan memberlakukan moratorium pertambangan nikel, perluasan kebun sawit satu juta hektare dan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive/industri di Sulawesi. Sebab Pulau Sulawesi saat ini tengah mengalami krisis ekologi.

Harapan tersebut disuarakan Aliansi Sulawesi atau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) se-Sulawesi sebagai tanggapan atas pidato Presiden Prabowo, yang salah satu isinya adalah meminta seluruh pejabat di Indonesia mengeluarkan rakyat dari ketakutan, kebodohan, kemiskinan, penindasan.

Dalam sebuah pernyataan tertulisnya, Aliansi Sulawesi menguraikan, saat ini, akibat kebijakan Jokowi selama 10 tahun, krisis ekologi yang disebabkan oleh penghancuran lingkungan terjadi sangat masif di Pulau Sulawesi. Hutan hujan dihancurkan, sungai-sungai tercemar lumpur dan logam berat, udara dicemari polusi, hingga pesisir laut juga tercemar limbah pabrik dan lumpur tambang.

Selain itu, kota-kota di Pulau Sulawesi juga dikotori oleh sampah. Kondisi-kondisi tersebut atau penghancuran lingkungan ini terjadi karena selama lima tahun terakhir, Joko Widodo memberikan kemudahan izin bagi pengusaha untuk membangun dan mengembangkan bisnis ekstraktif di Pulau Sulawesi, sementara sistem perlindungan lingkungan dan sosial negara terus diturunkan.

Dari ketinggian tampak sebagian lahan wilayah Desa Torobulu, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang telah penuh lubang tambang nikel. Foto: Walhi Sultra.

"Bagi kami, kebijakan Jokowi Ini sama halnya dengan menghancurkan ekologi Pulau Sulawesi secara perlahan-lahan," kata Aliansi Sulawesi, dalam sebuah rilis, Senin (21/10/2024).

Lebih lanjut Aliansi Sulawesi menjelaskan, perusakan lingkungan hidup di Pulau Sulawesi akibat kebijakan pembangunan yang ekstraktif ditambah lemahnya sistem perlindungan sosial lingkungan negara, tidak hanya menghancurkan ekosistem penting di Sulawesi, namun secara langsung ikut menghancurkan mata pencaharian masyarakat Sulawesi.

"Dan kami juga percaya bahwa penghancuran lingkungan yang terjadi di Pulau Sulawesi ini juga terjadi di semua pulau, provinsi di Indonesia," tulis Aliansi Sulawesi.

Buktinya, lanjut Aliansi, selama 5 tahun terakhir indeks ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan, contohnya, tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Yang terjadi jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi justru malah terus meningkat dan terus mengalami kenaikan.

Hal tersebut, menurut Aliansi, berarti ekonomi ekstraktif yang dibangga-banggakan oleh pemerintahan Jokowi secara nyata hanya memberi manfaat dan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha. Sementara petani, nelayan, pedagang kecil dan perempuan hanya mendapat polusi, lumpur dan dampak negatif lainnya.

"Kami perlu menunjukkan beberapa penyebab kerusakan lingkungan dan potensi kerusakan lingkungan yang lebih signifikan di masa depan bila Prabowo Subianto tidak melakukan aksi penyelamatan lingkungan dan kehidupan rakyat," kata Aliansi.

Yang pertama, Aliansi menuturkan, ekspansi tambang mineral yang terus menghancurkan ekosistem hutan hujan Sulawesi dan menghilangkan mata pencaharian petani, nelayan hingga perempuan di Sulawesi. Tambang nikel di Sulawesi telah berlangsung lama di Pulau Sulawesi. Namun tidak semasif saat ini.

Aliansi menerangkan, sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo menjalankan program hilirisasi nikel lalu memberikan kemudahan izin pembangunan pabrik pengolahan nikel di Sulawesi, izin-izin dan aktivitas tambang nikel di Sulawesi meningkat drastis. Tambang-tambang nikel semakin masif yang berakibat pada penghancuran ekosistem hutan, pencemaran sungai dan pesisir-laut hingga banjir lumpur di pemukiman-pemukiman warga.

Di sisi lain, sumber-sumber penghidupan masyarakat juga hilang akibat penghancuran ekosistem hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahkan ke depan akan semakin banyak petani dan perempuan tani yang kehilangan mata pencariannya karena lahan-lahan mereka digusur oleh perusahaan.

Sekarang, tidak hanya hutan Sulawesi dihancurkan. Sungai, pesisir dan laut Sulawesi dicemari lumpur, limbah dan logam berat. Tidak hanya kebun-kebun masyarakat yang akan gusur. Tetapi keselamatan dan kebebasan para pejuang hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan yang melakukan pembelaan juga terancam.

"Semua orang, baik masyarakat biasa ataupun aktivis yang melakukan protes dan demonstrasi akan diserang dan dikriminalisasi," ujar Aliansi.

Yang kedua, PLTU captive/industri semakin memperburuk kualitas lingkungan, khususnya udara di Sulawesi, dan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat lokal dan pekerja di kawasan industri mineral.

Aliansi menjelaskan, sejak Presiden Jokowi mengumumkan untuk menjalankan dan mengembangkan program hilirisasi mineral, khususnya hilirisasi nikel, kawasan-kawasan industri terus dibangun di beberapa kabupaten di Sulawesi. Setidaknya ada lima kawasan industri yang telah dibangun dan beroperasi di Sulawesi. Kemudian, ada empat kawasan industri yang akan dan sementara dibangun di Sulawesi.

Banyaknya kawasan industri pengolahan nikel di Sulawesi tidak hanya memasifkan pertambangan nikel, tetapi juga memperbanyak PLTU kawasan industri atau PLTU captive untuk menggerakan pabrik-pabrik pengolahan nikel. Tentu saja, imbuh Aliansi, dengan banyaknya PLTU kawasan industri yang terbangun, telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius berupa polusi udara yang sangat berbahaya.

"Dampaknya, kualitas kesehatan masyarakat, khususnya para pekerja menurun," kata Aliansi.

Masyarakat lokal yang hidup, bermukim dan beraktivitas di area kawasan industri, imbuh Aliansi, setiap hari menghirup udara yang dicemari oleh asap dari hasil pembakaran batu bara yang keluar dari cerobong PLTU captive. Begitu juga dengan para pekerja, baik pria apalagi perempuan. Setiap hari mereka harus bekerja di pabrik yang udaranya kotor, juga hidup di pemukiman yang udaranya terpapar asap PLTU.

Sementara, lanjut Aliansi, perusahaan yang mempekerjakan para buruh tidak memberikan para pekerja gaji yang besar beserta tunjangan kesehatan sebagai kompensasi bekerja di lingkungan udara kotor. Begitu pun masyarakat lokal, mereka tidak mendapat kompensasi biaya kesehatan karena setiap pagi, siang, sore hingga malam menghirup udara yang kotor.

Yang ketiga, perluasan satu juta hektar kebun sawit akan mempercepat penghancuran Pulau Sulawesi. Aliansi mengatakan, setelah sebagian ekosistem hutan di Sulawesi dihancurkan oleh tambang nikel, ekosistem hutan lainnya di Sulawesi, khususnya yang tidak memiliki kandungan mineral juga sedang terancam dihancurkan oleh ekspansi perkebunan sawit.

Aliansi mengungkapkan, baru-baru ini muncul lagi rencana pengembangan perkebunan dan industri sawit di Pulau Sulawesi, yang akan membentang dari Provinsi Sulawesi Selatan hingga Provinsi Sulawesi Utara. Megaproyek bernama Sulawesi Palm Oil Belt ini kabarnya akan gunakan lahan seluas satu juta hektare.

Aliansi menemukan informasi bahwa lahan-lahan potensial untuk perkebunan sawit masih sangat luas tersebar di Sulawesi. Di Sulawesi Selatan seluas 100.000 hektare, Sulawesi Tenggara 290.000 hektare, Sulawesi Barat 120.000 hektare, dan Sulawesi Tengah 300.000 hektare. Lalu, Gorontalo 95.000 hektare, dan Sulawesi Utara 70.000 hektare. Sisanya, masih dalam proses identifikasi,

Bila rencana ini dijalankan, maka area-area hutan di Sulawesi juga akan dialih fungsikan untuk perkebunan sawit. Kondisi ini tentu semakin diperparah dengan melihat fakta bahwa Pulau Sulawesi telah kehilangan 906.100 hektare hutan primer basah selama periode 2002-2023 dan ada sekitar 2,2 Juta hektare tutupan pohon yang hilang pada periode yang sama (Global Forest Watch). Dengan demikian sumber-sumber kehidupan masyarakat, ruang hidup perempuan akan hilang.

"Atas persoalan-persoalan yang kami jelaskan di atas, tentu kami berharap agar pemerintah Presiden Prabowo Subianto menjadi antitesa pemerintahan Joko Widodo, walaupun Prabowo selama 5 tahun terakhir bekerja sebagai pembantu Presiden Joko Widodo. Namun hari ini, Prabowo Subianto harus menjadi presiden yang bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Presiden yang berpihak pada rakyat dan lingkungan, khususnya di Pulau Sulawesi," tutur Aliansi.

Aliansi bilang, pihaknya percaya bahwa Prabowo Subianto mengetahui persoalan yang terjadi di Sulawesi dan memahami akar masalah atas perusakan lingkungan dan pemiskinan masyarakat di Pulau Sulawesi. Oleh karenanya, Aliansi mendesak kepada Prabowo Subianto untuk berani menjadi solusi dari persoalan yang terjadi di Sulawesi dan konsisten terhadap pernyataannya.

"Kami akan terus mengawal pemerintah Prabowo Subianto dan akan terus mengkritik kebijakannya, terutama bila berpotensi menambah kerusakan lingkungan dan memiskinkan masyarakat di Pulau Sulawesi," kata Aliansi.

Rekomendasi Walhi se-Sulawesi, yang terdiri dari Walhi Sulawesi Tengah, Walhi Sulawesi Barat, Walhi Sulawesi Tenggara dan Walhi Sulawesi Selatan untuk Prabowo Subianto:

  1. Selamatkan Pulau Sulawesi. lindungi segenap kehidupan bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia di Pulau Sulawesi.
  2. Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja. Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah penurunan standar dan sistem perlindungan lingkungan sosial di Indonesia.
  3. Moratorium penerbitan izin tambang mineral dan batuan di Pulau Sulawesi, secara khusus tambang nikel. Review atau tinjau ulang perizinan dan aktivitas tambang di Pulau Sulawesi. Lakukan audit lingkungan dan sosial di semua izin tambang yang beroperasi di Sulawesi, khususnya yang menimbulkan dampak lingkungan dan berkonflik dengan masyarakat adat dan lokal.
  4. Batalkan proyek Sulawesi Palm Oil Belt.
  5. Moratorium penerbitan izin dan pembangunan PLTU captive (PLTU kawasan industri).
  6. Cabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Ekspor Pasir Laut dan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ekspor Pasir Laut.

Sebelumnya, dalam pidato pelantikannya, Presiden Prabowo menjanjikan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia. "Pemimpin yang baik, akan terpanggil untuk menghadapi yang tidak mungkin dan mencari jalan agar yang tidak mungkin, kita atasi,” kata Presiden Prabowo, Minggu (20/10/2024).

Selain itu, pada pidato pertamanya sebagai Presiden RI ke-8, Prabowo secara menggebu-gebu menyampaikan bahwa pemimpin harus bekerja untuk rakyat. Pemimpin harus bekerja keras untuk mewujudkan kemerdekaan dan kesejahteraan bagi rakyat. Bahkan yang saat ini viral, Prabowo meminta seluruh pejabat di Indonesia untuk mengeluarkan rakyat dari ketakutan, kebodohan, kemiskinan, penindasan. Karena makna kemerdekaan adalah kehidupan rakyat yang sejahtera tanpa kemiskinan.