LIPUTAN KHUSUS:

Target Pertumbuhan Prabowo Tinggi, Emisi juga Ditinggikan: KEN


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu tinggi, tapi lebih bersih secara emisi, kata Bappenas.

Energi

Kamis, 07 November 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Hingga saat ini draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) masih memuat penurunan target bauran energi terbarukan (EBT) dari 23 persen pada 2025 menjadi 17-19 persen, dan menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 70-72 persen pada 2060. Padahal, penetapan target bauran energi terbarukan yang tinggi, disertai dengan strategi yang jelas, seharusnya bisa diakomodasi dalam KEN.

Hal tersebut, dapat menjadi upaya signifikan dalam mewujudkan komitmen pencapaian Net Zero Emission (NZE), yang ditargetkan pada 2060 atau lebih, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi mencapai delapan persen, sesuai visi kepemimpinan Prabowo Subianto. Demikian menurut Institute for Essential Services Reform (IESR).

Manajer Program Transformasi Sistem Energi, IESR, Deon Arinaldo, mengatakan seharusnya KEN juga menetapkan target NZE di sektor energi pada 2060 atau lebih cepat. Tapi, target Kebijakan Energi Nasional (KEN) masih menyisakan emisi yang signifikan, jika 28-30 persen bauran energinya tetap bergantung pada energi fosil.

Strategi KEN mengandalkan pemakaian teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) untuk mitigasi emisi di pembangkitan. Padahal, menurut Deon, persentase penangkapan karbon (capture rate) CCS belum terbukti dapat mencapai 100 persen mitigasi emisi sesuai desain, ditambah lagi biaya yang masih mahal. Sedangkan peningkatan bauran biofuel masih menyisakan kebutuhan untuk konsumsi BBM di transportasi sebagai sumber emisi dan peningkatan skalanya sangat bergantung pada industri kelapa sawit.

Capaian bauran energi terbarukan di Indonesia masih rendah. Foto: Bidakara

“Investasi transisi energi secara global tumbuh 17 persen dalam setahun terakhir mencapai USD1,8 triliun, dan perlu ditingkatkan sekitar tiga kalinya di 2030 untuk mengejar komitmen menggandakan efisiensi energi (double down) dan meningkatkan tiga kali lipat (triple up) pada 2030 yang disetujui pada COP28 tahun lalu," kata Deon, di acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), Senin (4/11/2024).

Investasi terbesar, lanjut Deon, mengalir ke pengembangan energi terbarukan terutama PLTS dan PLTB serta kendaraan listrik, masing-masing mencapai lebih dari USD600 miliar. Indonesia, katanya, punya potensi dan modalitas untuk mengembangkan sektor tersebut, dan seharusnya melihat ini jadi peluang menarik investasi.

Di acara itu, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas), Vivi Yulaswati, menyebut bahwa pencapaian target NZE berkorelasi dengan upaya Indonesia untuk keluar dari jeratan pendapatan negara menengah (middle income trap). Sebab Indonesia sudah sekitar 30 tahun menyandang status negara berpendapatan menengah.

"Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu tinggi, tapi lebih bersih (secara emisi-red). Secara kerangka kebijakan energinya juga perlu bertransformasi ke energi terbarukan,” ujar Vivi.

Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan, Dewan Energi Nasional (DEN), Yunus Saefulhak, mengatakan pemutakhiran KEN mempertimbangkan beberapa hal, seperti target NDC dan komitmen global untuk mitigasi krisis iklim, serta pertumbuhan ekonomi yang disusun oleh Bappenas. Sehingga, ia berpendapat, Indonesia membutuhkan permintaan energi yang tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sambil memastikan ketahanan energi.

"Oleh karena itu kita secara bertahap mengurangi ketergantungan pada PLTU batu bara (phase down) dan mencapai puncak emisi pada 2035 sehingga mencapai NZE pada 2060. Di RPP KEN saat ini, emisi di sektor energi akan turun mencapai 129 juta ton setara karbon dioksida di tahun 2060,” ucap Yunus.