LIPUTAN KHUSUS:

Yth. Hakim MK, Ini Kajian Muhammadiyah Soal Bahaya Tambang Ormas


Penulis : Aryo Bhawono

Setidaknya ada tiga kajian yang dilakukan lembaga itu soal dampak buruk tambang, termasuk soal kerentanan korupsi. 

Tambang

Rabu, 11 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Dua hakim konstitusi, Guntur Hamzah dan Arsul Sani, meminta kajian atau diskursus pro kontra tambang oleh Muhammadiyah. Setidaknya ada tiga  kajian yang dilakukan lembaga itu soal dampak buruk tambang, termasuk soal kerentanan korupsi. 

Permintaan Guntur dan Arsul ini diucapkan ketika Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pleno uji materiil UU No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara pada Senin lalu (9/12/2024). Persidangan ini merupakan agenda ketujuh untuk Perkara Nomor 77/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Rega Felix atas pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan, yakni mendengarkan keterangan PP Muhammadiyah. 


Redaksi Betahita, setidaknya menyimpan beberapa kajian yang dilakukan beberapa lembaga struktural Muhammadiyah:

1. Legal Opinion MHH PP Muhammadiyah

Gedung Mahkamah Konstitusi Foto: Pushep

2. Kertas Kebijakan LHKP PP Muhammadiyah

3. Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah


Pada sidang itu, Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata (MEBP) PP Muhammadiyah, Arif Budimanta, selaku kuasa hukum PP Muhammadiyah, berargumentasi lembaganya menerima pemberian prioritas izin usaha pertambangan kepada badan usaha milik organisasi masyarakat keagamaan, seperti Muhammadiyah. Menurutnya seluruh amal usaha milik Muhammadiyah terbuka untuk diakses, termasuk dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang akan diberikan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki Muhammadiyah. Pada izin tersebut juga terdapat syarat dan kewajiban yang sama dengan pihak yang mendapatkan WIUPK yang diberikan kepada korporasi. 

“Sehingga keuntungan yang didapatkan badan usaha milik ormas keagamaan ini sejatinya akan digunakan untuk memperluas akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi melalui pembangunan sekolah dan perguruan tinggi dan rumah sakit Muhammadiyah di seluruh wilayah Indonesia guna melayani lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras dan antargolongan,” ucap dia.

Foto udara areal tambang batu bara PT Kaltim Global yang berada di seberang areal pertambangan PT In

Setelah argumentasi Arif inilah, dua hakim konstitusi meminta kajian atau diskursus pro kontra tambang oleh Muhammadiyah. Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengaku selama ini mengikuti pro kontra mengenai tawaran izin tambang pemerintah untuk ormas keagamaan. 

“Kalau misalnya ada risalah di PP Muhammadiyah terkait dengan diskursus itu, pro/kontra itu. Nah, bolehlah kami juga diberikan salinan kopi,” pintanya.

Hakim Konstitusi Arsul Sani berucap permintaan yang sama. Menurutnya Muhammadiyah sudah melakukan penelaahan aspek potensi cadangan hingga aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul atas pertambangan untuk ormas keagamaan. 

“PP Muhammadiyah melakukan penelaahan dan kajian mendalam mengenai potensi cadangan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mungkin timbul di wilayah wilayah prioritas yang ditawarkan oleh Pemerintah. Nah, apakah ini kira kira yang perlu kami di-share itu,” katanya. 

Redaksi betahita, setidaknya menyimpan beberapa kajian yang dilakukan beberapa lembaga struktural Muhammadiyah, yaitu:

A. Legal Opinion MHH PP Muhammadiyah

Pertama adalah Legal Opinion Izin Pertambangan Bagi Organisasi Masyarakat yang disusun oleh Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) PP Muhammadiyah. 

Majelis itu memberikan empat rekomendasi kepada PP Muhammadiyah untuk menyikapi tawaran pemberian IUP tambang untuk ormas keagamaan yang diatur dalam Perpres No 70 Tahun 2023 Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Isi rekomendasi itu adalah: 

Pertama, Menteri Investasi/ Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tidak mempunyai kewenangan melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh Ormas.

Kedua, pemberian WIUP mineral logam dan batubara secara langsung tanpa melalui proses lelang merupakan pelanggaran terhadap UU Minerba dan merupakan penyalahgunaan kewenangan yang dapat berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.

Ketiga, Perpres 70 Tahun 2023 bertentangan dengan UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan.

Keempat, PP Muhammadiyah perlu mempertimbangkan dengan hati-hati berkenaan dengan tawaran pengelolaan tambang mengingat Perpres 70 Tahun 2023 bertentangan dengan UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan. 

B. Kertas Kebijakan LHKP PP Muhammadiyah

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah juga mengeluarkan Kertas Kebijakan bertajuk ‘Pemberian Izin Usaha Pertambangan Bagi Ormas Keagamaan: Problem Regulasi, Risiko Ekonomi, Ham, Dan Krisis Sosio-Ekologis’. Kertas Kebijakan ini memberikan lima rekomendasi persyarikatan, yakni 

  1. Konsistensi sikap organisasi terhadap nilai-nilai keberpihakan terhadap lingkungan. Muhammadiyah telah memiliki Fiqih Lingkungan, Fikih Kebencanaan, Fikih Air, Teologi Lingkungan, Fikih Agraria, Risalah islam berkemajuan (RIB) serta berbagai Fatwa dan atau keputusan tarjih dan tanfidz yang tegas dalam Muktamar ke-48 terkait masalah penyelamatan lingkungan. Komitmen Muhammadiyah terhadap nilai-nilai keberpihakan lingkungan ditunjukan dalam Risalah Islam Berkemajuan: “Muhammadiyah berupaya secara sungguh-sungguh mengajak masyarakat dunia untuk menyerukan dan mengawal berbagai regulasi yang dapat membahayakan lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim.
  2. Terdapat risiko hukum atau regulasi yang signifikan terhadap organisasi dan para pemimpin jika menerima IUP tambang. Sebagaimana diuraikan dalam Bab "3. Analisa Kebijakan; Kompleksitas dan Dampaknya", kebijakan pemberian IUP kepada organisasi masyarakat keagamaan tidak diatur dalam UU Minerba 3/2020 dan dapat menimbulkan implikasi hukum yang rumit dan berisiko tinggi.
  3. Risiko kerusakan lingkungan, konflik dengan warga, dan pelanggaran hak asasi manusia harus dipertimbangkan. Pertambangan dikenal sebagai industri yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak bisa dipulihkan sepenuhnya (irreversible) sehingga hak-hak generasi mendatang akan terancam.
  4. Risiko ekonomi jangka panjang juga menjadi alasan penting. Data statistik menunjukkan bahwa sektor pertambangan tidak pernah menjadi penyumbang utama ekonomi Indonesia. Ketidakpastian pasar komoditas tambang, yang sepenuhnya dikontrol oleh pasar global, menambah risiko keuangan bagi organisasi. Sebaliknya, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang fokus pada bidang sosial, kesehatan, pendidikan, dan UMKM telah terbukti sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
  5. Bertentangan dengan Teologi al-Maun Hijau yang dikembangkan di dalam tubuh Muhammadiyah, dimana alam harus dijaga dan diselamatkan. Jika alam hancur maka akan banyak kemiskinan struktural serta anak-anak bangsa yang yatim secara sosial ekologis. Lebih dari itu, Teologi al-Maun Hijau bertentangan dengan pandangan ekstraktivisme yang ada dalam pertambangan dimana bumi dilihat sebagai ruang penaklukan. Dalam hal ini, Teologi al-Maun Hijau memedomani pesan surat al-A’raf ayat 157 dengan menerapkan prinsip menghindari keburukan dan kerusakan harus diutamakan daripada mengambil manfaat serta keuntungan (Dar’ul Mafasid Muqaddamun ala Jalbil Masalih).

C. Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah jugas telah mengeluarkan Fatwa tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan. Penjelasan majelis ini  menyebutkan problem aktivitas dan pengelolaan pertambangan menjadi persoalan serius yang dihadapi dunia, tidak terkecuali Indonesia. 

Menurut mereka tambang telah menjadi biang empat masalah pokok, yakni kerusakan lingkungan dengan tingkat yang cukup parah, regulasi yang tidak berasaskan keadilan dan kemaslahatan, tidak memperhatikan hak-hak masyarakat, dan menjadi alat politik.

Fatwa ini pun memberikan enam kesimpulan, yakni 

  1. Pertambangan (at-ta’dīn) sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi (istikhrāj al-ma’ādin min baṭn al-arḍ) masuk dalam kategori muamalah atau al-umūr al-dunyā (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh (al-ibāḥah) sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram (al-aṣl fi al-mu’āmalah al-ibāḥah ḥatta yadulla ad-dalīl ‘alā taḥrīmih).
  2. Berbagai aktivitas pertambangan yang berlebihan, eksploitatif dan tidak mengindahkan hak lingkungan dan masyarakat, dilarang dan bertentangan dengan ajaran Islam yang luhur, sehingga perlu ditindak secara tegas. 
  3. Perlu tindakan serius dari pemerintah untuk memperbaiki regulasi yang berkaitan dengan tambang. Aturan-aturan itu harus sejalan dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan, termasuk menindak tegas pihak yang telah memanfaatkan pertambangan sebagai alat politik dan kepentingan sepihak.
  4. Jika dalam pengawasan, ternyata hal-hal buruk ini masih dilakukan, maka yang berwenang wajib untuk mencabut izin dan menghentikan aktivitas pertambangannya.
  5. Pemerintah harus memiliki political will yang baik dalam rangka merancang strategi-strategi untuk segera melakukan dan mewujudkan transisi energi yang berkeadilan.
  6. Seluruh lapisan masyarakat perlu menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi sebagai bentuk ikhtiar untuk terbebas dari penggunaan energi fosil, menuju energi yang lebih ramah lingkungan.