LIPUTAN KHUSUS:
Dua PLTU Captive Morosi Mangkir di Sidang Gugatan Lingkungan
Penulis : Aryo Bhawono
Data Puskesmas Morosi dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang tinggi dari penyakit ISPA, kata Direktur Walhi Sultra.
Hukum
Kamis, 26 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pengadilan Negeri Unaaha Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, menggelar sidang perdana gugatan lingkungan terhadap dua perusahaan PLTU industri untuk smelter milik PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) pada Senin (23/12/2024). Keberadaan PLTU Captive milik PT OSS dan VDNI diadukan karena telah sejak lama merusak kehidupan dan kesehatan masyarakat sekitar perusahaan. Namun kedua perusahaan mangkir dari persidangan.
Persidangan ini teregister dengan nomor perkara 28 Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh atas dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan yang diajukan sejumlah warga terdampak di lingkar industri Morosi bersama Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Tim Advokasi Rakyat Morosi, terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, dan LBH Makassar.
Andi Rahman, Direktur Walhi Sultra, menyayangkan absennya para tergugat. Menurutnya, ini menunjukkan keduanya tidak kooperatif dan tidak punya itikad baik dalam menghadapi proses hukum. "Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran kedua perusahaan itu, padahal surat panggilan telah diberikan dari pihak pengadilan,” ucapnya melalui rilis pers yang diterima redaksi.
PLTU Captive milik perusahaan ini menggunakan energi fosil batu bara sebagai bahan bakar utama dalam pengoperasiannya. Diagnosa yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil menemukan polusi udara dan limbah industri mengakibatkan warga terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan tambak ikan/udang warga tercemar. Kasusnya terus bertambah setiap tahun sejak 2018 lalu. "Data Puskesmas Morosi dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang tinggi dari penyakit ISPA atau penyakit pernapasan” ujar Andi.
Hasil riset Walhi Sultra menunjukkan, mayoritas masyarakat Morosi yang bermata pencaharian sebagai petani tambak mengalami kerugian ekonomi akibat beroperasinya PLTU captive tersebut. Menurutnya, selain telah terjadi kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi dan gangguan kesehatan warga, mereka juga menemukan dugaan terjadi pelanggaran HAM.
Koalisi pun meminta pemulihan lingkungan dan penghentian operasi PLTU yang masih menggunakan batu bara. Warga yang mengajukan gugatan juga menuntut proses ganti rugi materil dan immateril kepada PT OSS dan VDNI atas aktivitas PLTU.
Mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.