
LIPUTAN KHUSUS:
Penghargaan Proper Biru Untuk PT IMIP Cs Dipertanyakan
Penulis : Aryo Bhawono
Yayasan Tanah Merdeka menilai 20 perusahaan penyandang proper biru itu justru punya catatan buruk terhadap lingkungan di Morowali.
Tambang
Jumat, 16 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Yayasan Tanah Merah (YTM) mempertanyakan pemberian penghargaan proper biru oleh Kementerian Lingkungan Hidup kepada PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan 19 perusahaan tenant yang beroperasi di kawasan industri itu. Mereka menilai 20 perusahaan penyandang proper biru itu justru punya catatan buruk tentang eksploitasi lingkungan di Morowali.
Penyerahan penghargaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) periode 2023-2024 ini diberikan kepada 67 perusahaan di Sulawesi Tengah. Sebanyak 20 perusahaan, termasuk PT IMIP, yang beroperasi di kawasan industri nikel mendapatkan kriteria proper biru.
Kriteria ini menunjukkan perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Penilaian tersebut adalah tata kelola air, kerusakan lahan, pengendalian pencemaran laut, pengelolaan limbah B3, pengendalian pencemaran udara, pengendalian pencemaran air, implementasi AMDAL.
Perusahaan tenant di IMIP penerima proper biru KLH berdasarkan Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 129 Tahun 2025.

Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menyebutkan penghargaan ini bukan hanya simbol apresiasi, tetapi juga bentuk dorongan agar dunia usaha terus meningkatkan komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
“Kita ingin membangun Sulawesi Tengah yang tidak hanya maju, tetapi juga hijau dan berkelanjutan,” tegas Anwar Hafid, Kamis malam (24/4/2025), di Hotel Santika Palu.
Namun Direktur Eksekutif YTM, Richard F Labiro, mengatakan proper biru KLH kepada PT IMIP bertentangan dengan fakta sebenarnya. Ia menyebutkan 20 perusahaan yang beroperasi di kawasan industri IMIP, termasuk PT IMIP sendiri, justru punya catatan buruk terhadap eksploitasi lingkungan di Morowali,” kata Richard.
Pada 2024, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegur beberapa tenant PT IMIP karena tidak mengintegrasikan Monitoring Emisi Sumber Tidak Bergerak (Continuous Emission Monitoring System/ CEMS) ke dalam Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK) untuk mengontrol pencemaran udara atau emisi.
“Perusahaan itu di antaranya PT Bukit Smelter Indonesia, PT Cahaya Smelter Indonesia, PT Hengjaya Nickel Indonesia, PT GCNS, PT ITSS, PT Lestari Smelter Indonesia, PT Ranger Nickel Industry, PT Tshingshan Steel Indonesia, PT Ocean Sky Metal Industry, PT Walshin Nickel Industrial Indonesia, dan PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy,” ucap dia pada Senin (5/5/2025).
Ia menyebutkan jika PT IMIP dan perusahaan tenant-nya diganjar Proper Biru, artinya mereka taat terhadap semua regulasi minimum terkait standar emisi, limbah [B3], dan lain-lain. Faktanya kerusakan lingkungan di Bahodopi, Morowali, terus memburuk sejak 2023 hingga 2025.
Pada April 2023, banjir di kawasan PT IMIP disebabkan aktivitas tambang di hulu. Warga dan pekerja terdampak saat melintasi area kerja. Menjelang akhir 2024, banjir kembali terjadi di Bahodopi dan kawasan industri, diperparah oleh hujan dan ekspansi industri.
Lingkungan pun, kata dia, kehilangan daya dukung dan tampung karena operasi perusahaan-perusahaan itu.
Pada Maret 2025, dua bencana terjadi, yakni banjir dan longsor menimpa Desa Labota dan kawasan PT IMIP, berdampak pada 341 KK (1.092 jiwa) pada 16 Maret. Sedangkan pada 22 Maret, longsor di fasilitas tailing PT QMB menewaskan tiga pekerja.
Manajemen limbah PT IMIP pun patut dikritisi. Asap PLTU captive dan limbah tailing mengancam warga, termasuk pekerja. Pasca kejadian longsor, belum ada uji kualitas air dan tanah.
“Pemberian Proper Biru kepada PT IMIP oleh KLH dipertanyakan. Berdasarkan Permen LHK No. 1/2021, Proper dinilai oleh Dewan Pertimbangan dan Tim Teknis, tetapi transparansi anggota Dewan tidak jelas,” katanya.
Ia menambahkan, penilaian meliputi pengendalian air, udara, B3, dan sampah pun turut diragukannya. Fakta lapangan dan surat teguran Dirjen PPU mencerminkan ketidaksesuaian dengan kriteria.
“Belum ada kajian risiko dan standar mitigasi bencana di kawasan industri. Maka, klaim bahwa PT IMIP ramah lingkungan dan berkelanjutan belum terbukti,” katanya.