
LIPUTAN KHUSUS:
Aliansi Maba Sangaji Desak Pembebasan 11 Warga Adat
Penulis : Aryo Bhawono
Aliansi Masyarakat Adat Maba Menggugat mendesak pembebasan 11 warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara.
Hukum
Sabtu, 24 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Aliansi Masyarakat Adat Maba Menggugat mendesak pembebasan 11 Warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara. Mereka menyebutkan polisi tidak bertindak profesional dan memfitnah warga sebagai preman.
Sekitar 150 massa dari elemen masyarakat Desa Sangaji, Desa Soagimalaha, Desa Bicoli, dan Desa Mabapura yang tergabung Aliansi Masyarakat Adat Maba Menggugat menggelar aksi desakan ini di Kantor Bupati Halmahera Timur pada Kamis (22/5/2025). Mereka memprotes Kapolda Maluku Utara yang melakukan penangkapan terhadap 27 Warga pada aksi tanggal 19 Mei 2025 di lahan Hutan Adat Maba Sangaji. Hingga kini masih ada 11 warga Maba Sangaji ditahan oleh Polda Malut.
Dalam orasinya, pegiat Salawaku Institut, Said Marsaoly, menyampaikan penangkapan oleh kepolisian itu tidak sesuai dengan standard operation procedure (SOP). Ia menyebutkan video yang beredar menunjukkan sebanyak 11 warga Maba Sangaji membawa senjata tajam (sajam) merupakan manipulasi pihak kepolisian dan PT. Position, perusahaan yang menyerobot kebun warga.
“Mana mungkin sajam yang sudah diletakkan ditempat mereka berteduh (tenda) berada di tangan para pihak kepolisian, padahal sebelum dilakukan penangkapan massa aksi yang ditahan itu bersama-sama menyepakati senjata kepolisian juga diletakkan di tempat aman, begitu juga dengan parang 11 warga tersebut,” ucapnya.

Keberadaan senjata tajam pun merupakan hal lumrah, bukan tindak pidana. “Masak di dalam hutan dan lahannya, warga bawa laptop. Ya kalau bertani bawanya parang lah,” ujarnya.
Menurutnya polisi sengaja melakukan jebakan, bukan aksi penanggulangan terhadap aksi warga Maba Sangaji ketika memprotes perampasan lahan oleh PT Position. Hutan Halmahera Timur ini terdapat banyak orang tak dikenal dan perjalanan menuju titik aksi sangat jauh. Namun polisi sudah bercokol di sana sebelum aksi.
Polisi seharusnya menjadi penengah, bukan alat kriminalisasi. Tanah Adat Masyarakat Maba Sangaji sudah digarap, dicuri dan bahkan sudah dihancurkan sebanyak ratusan hektare oleh pihak PT. Position itu sendiri beserta subkontraktor lainnya.
“Atas reaksi itulah, sudah barang tentu warga Maba Sangaji akan melakukan protes atas hancurnya hutan dan tanah yang sudah diambil tanpa kesepakatan oleh pihak PT. Position," kata dia.
Selain itu warga yang melakukan aksi protes di lahan masyarakat adat mendapat tindakan kekerasan, baik itu pemukulan oleh pihak kepolisian dan juga sekuriti PT. Position.
Mereka juga tidak terima atas pernyataan Humas Polda Malut yang membuat kegaduhan yang dengan seenaknya menganggap aksi protes warga Maba sebagai aksi premanisme.
Massa aksi menyebutkan kegiatan Pertambangan yang dilakukan PT. Position tidak mematuhi kajian dan analisis dampak lingkungan. Kerusakan karena aktivitas pertambangan pertambangan sudah dikecap warga, seperti pencemaran air.
Mereka pun mendesak Gubernur Maluku Utara, Bupati Halmahera Timur, dan DPRD, mengambil sikap tegas untuk melakukan pembebasan terhadap 11 Warga Masyarakat Adat Maba yang sampai saat ini masih ditahan.
Namun aksi ini tak mendapat tanggapan langsung dari Bupati dan Wakil Bupati Halmahera karena tengah di luar kota.
Aksi yang sama juga digelar di Mabes Polri, Jakarta. Massa yang tergabung dalam Solidaritas Lawan Kriminalisasi (SOLASI) mendesak pembebasan 11 masyarakat adat Maba Sangaji yang ditangkap oleh Polda Maluku Utara yang hingga saat ini belum mendapatkan akses hukum.
Sebelumnya serentetan aksi membela lahan dan hutan adat dilakukan warga Maba Sangaji melawan perusahaan pertambangan nikel, PT Position, Grup Harum Energy. Sebanyak 27 warga ditangkap oleh aparat kepolisian saat menghentikan aktivitas pertambangan di kawasan hutan adat. Pada aksi pada Senin (19/5/2025) penangkapan dilakukan dengan pengerahan polisi/Brimob, TNI, satpam, dan karyawan perusahaan yang mengepung warga dengan tuduhan aksi premanisme.
Sebanyak 27 warga yang telah ditangkap berada di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara, di Ternate. Padahal jarak Kecamatan Maba dengan Ternate menempuh perjalanan hingga 6 jam.
Pada Senin (19/5/2025), dari 27 warga yang ditangkap 11 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara. Mereka menyebutkan warga membawa senjata tajam dan melakukan tindakan premanisme.