LIPUTAN KHUSUS:

Masyarakat Sipil Minta Pelemahan SVLK Produk Kayu Disetop


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Berbagai konsekuensi negatif akan diterima Indonesia bila SVLK produk kayu Indonesia dilemahkan.

Hutan

Selasa, 27 Mei 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Rencana pemerintah menderegulasi 441 kode HS di sektor kehutanan, termasuk menjadikan dokumen V-Legal opsional bagi pasar selain Uni Eropa (UE) dan Inggris serta mencabut kewajiban uji tuntas dan deklarasi impor untuk produk kayu, mendapat pertentangan dari puluhan kelompok masyarakat sipil di Indonesia.

Usulan deregulasi yang dibingkai sebagai respons atas kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat dan upaya peningkatan daya saing ekspor ini dianggap bukan langkah yang tepat dan mengandung konsekuensi negatif.

“Kami, organisasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan, akademisi, dan praktisi kehutanan mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan usulan pelemahan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) bagi produk kayu Indonesia," tulis sebuah pernyataan bersama yang dirilis koalisi 52 lembaga masyarakat sipil dan 6 individu aktivis, Sabtu (24/5/2025).

Muhammad Ichwan, Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)--lembaga masyarakat sipil bagian dari koalisi, mengatakan langkah relaksasi kewajiban penjamin legalitas dan kelestarian produk kayu tersebut bukanlah pilihan yang tepat. Koalisi, lanjut Ichwan, meyakini bahwa langkah ini akan memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan.

Tumpukan kayu merbau ilegal berbentuk balok yang ditemukan di pinggir jalan di Papua Barat./Foto: Auriga Nusantara.

Ichwan menguraikan, konsekuensi negatif dimaksud termasuk hilangnya kepercayaan pasar dan peluang ekspor.  Yang mana asar global menjadi semakin selektif, dengan pembeli dan konsumen menuntut jaminan keberlanjutan dan legalitas yang ketat.

Lebih lanjut Ichwan menjelaskan, SVLK yang diterapkan Indonesia secara konsisten sejak 2010 telah berhasil meningkatkan reputasi Indonesia sebagai pemasok terpercaya produk kayu yang bersumber legal dan berkelanjutan dengan nilai ekspor mencapai USD14,51 miliar pada 2022.

“Pelemahan SVLK akan menciptakan keraguan di antara pembeli internasional, membahayakan pangsa pasar Indonesia saat ini dan masa depan,” kata Ichwan.

Ichwan menuturkan, perdagangan kayu global bergerak menuju standar kepatuhan dan keberlanjutan yang lebih ketat. Para pesaing seperti Vietnam dan Malaysia berinvestasi besar-besaran dalam sistem legalitas dan sertifikasi yang kuat. Pelemahan SVLK berisiko menurunkan kayu Indonesia ke pasar bernilai rendah, sehingga menghambat daya saing internasional.

Tak hanya itu, melemahnya komitmen Indonesia terhadap perdagangan kayu legal dan berkelanjutan mengirimkan sinyal yang kontradiktif kepada mitra dagang. Hal ini dapat merusak kredibilitas Indonesia dalam mematuhi perjanjian internasional, seperti Perjanjian Kemitraan Sukarela (VPA) dengan UE dan Inggris, yang berpotensi mengakibatkan sanksi.

Pelemahan SVLK juga memberi dampak negatif pada usaha kecil dan menengah (UKM). Yang mana sistem yang terfragmentasi dengan produk kayu bersertifikat dan tidak bersertifikat akan menciptakan kebingungan dan meningkatkan biaya kepatuhan. Ichwan bilang, UKM akan kesulitan mengakses pasar internasional yang menuntut dokumentasi legalitas, sehingga mengurangi peluang pendapatan mereka.

“Melemahnya sistem SVLK akan membuka pintu bagi peningkatan penebangan liar dan praktik yang tidak berkelanjutan, sehingga menurunkan kemampuan sektor kehutanan untuk mendukung ekonomi nasional dalam jangka panjang,” ujar Ichwan.

Ichwan menjelaskan, SVLK telah berhasil menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam perdagangan produk kayu legal dan berkelanjutan, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekspor yang signifikan, akses ke pasar premium, dan kepercayaan pasar jangka panjang.

Mempertahankan integritas sistem SVLK akan memastikan bahwa Indonesia dapat mempertahankan akses ke pasar yang menguntungkan dan bernilai tinggi memastikan pendapatan ekspor yang stabil dan perluasan pasar lebih lanjut. Tak hanya itu, sistem yang kuat dan transparan menandakan komitmen Indonesia terhadap tata kelola yang baik, meningkatkan kepercayaan ekonomi dan kemitraan di seluruh dunia.

“Sistem yang kredibel memastikan persaingan yang adil, mengurangi kebingungan dan ketidakpastian, dan memungkinkan UKM memperoleh manfaat dari peluang global,” kata Ichwan.

Dalam pernyataan bersamanya, puluhan kelompok masyarakat sipil mendesak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membatalkan rencana deregulasi perdagangan kayu.

Sebagai gantinya, mereka menyarankan dua kementerian itu menjalin kerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan pemangku kepentingan utama untuk mengembangkan kebijakan perdagangan yang mengatasi tantangan tarif tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi jangka panjang Indonesia.

“Reformasi harus memperkuat, bukan melemahkan, reputasi Indonesia sebagai penghasil kayu legal dan berkelanjutan,” tulis kelompok masyarakat sipil.

Kemudian, mereka mendesak kementerian terkait untuk mempromosikan penerimaan produk kayu Indonesia melalui platform seperti Broader Market Recognition Coalition yang diikuti Indonesia.

“Kami mendesak mitra dagang dan pembangunan seperti UE, Inggris, dan AS untuk terus mendukung sistem yang kuat seperti SVLK melalui kebijakan dan kerja sama mereka dengan Indonesia,” tulis mereka.